Santi ke kampus menyetir mobil mewah keluaran terbaru, dia idola kampus, cantik, cerdas, anak orang kaya. Banyak pemuda yang berusaha memikat hatinya tapi semua dia jawab santai saja. Mungkin saking biasanya di dekati laki - laki membuat dia dingin saja menghadapi mereka, biasa saja baginya di dekati pemuda. Ali bapaknya seorang pejabat kaya, entah kaya darimana ? Yang pasti keluarga ini tidak kurang satu apapun. Kalaupun ada kurang paling kurang memaknai arti beragama. Ritual agama mereka lakukan dengan konsisten, untuk membangun citra. Tapi kalau urusan beramal akan dilakukan kalau ada banyak orang. Untuk citra di depan rakyat tentunya. Tapi kalau sudah menyangkut kewajiban melayani rakyat ? Ali lupa dan dilupa, dan dilupa lupain karena mengingat kecerdasannya tidak mungkin dia lupa tugas pokoknya. Kalau dalam pasal 44 KUHP namanya lupa ingatan alias gila kata orang awam dan tidak bisa dihukum karena gila hehe...empuknya kursi kekuasaan, setiap hari hanya bertemu orang elit tentu tidak bisa merasakan derita rakyat biasa.
Termasuk Rudi aktifis kampus yang mencoba mendekati Santi. Tapi Santi tetap dengan dinginnya. Ali di demo dan dijatuhkan oleh Rudi cs. Ali masuk penjara. Keluarganya berantakan termasuk Santi. Untuk menyelamatkan muka mereka Santi di jodohkan sama Marlon pengusaha kaya rekan kolusi Ali selama ini. Ibu Rina ibunya Santi tidak sanggup hidup miskin. Santipun menerima pernikahan bisnis ini demi ibunya, Marlon juga lumayan ganteng hanya saja istri dia sudah dua tapi Santi yakin kemolekannya akan menempatkan dia jadi istri prioritas utama. Rudi hanya melongo melihat sikap Santi. Idealisme dia di uji oleh cinta.
Dia menekan Ali karena korupsi sampai masuk penjara tapi kekasih hatinya punya jadi gelandangan. Malah memilih Marlon hanya karena uang. Benar benar idealisme tidak ada arti bagi Santi, pantas saja Rudi tidak masuk daftar pilihannya, walau bagaimana gantengnya Rudi saat orasi di depan teman - teman mahasiswa. Keluarga Rudi juga tidak kalah kesal sama Rudi yang lebih sibuk ngurusin politik daripada kuliahnya. Harapan orang tuanya dia cepat lulus cepat kerja agar beban orang tua berkurang. Mengurus negara bukan takdir kita Rud,' kata bapaknya, kita ini orang kecil. Sudah bisa cari makan saja sudah bagus Rud. Iya pa, cari makan itu sudah kewajiban semua manusia, hanya saja fikiran saya masih mampu memikirkan politik. Banyak kok orang mampu kaya dan jadi politikus yang berasal dari keluarga pas pasan seperti kita. Sebagi aktifis Rudi melanjutkan karier d politik setamat kuliah.
Ternyata dia mudah di terima pemilih karena reputasinya yang sering memperjuangkan hak rakyat. Kursi legislator pun jadi kursi barunya, saatnya orasi dia diuji. Tahun tahun pertama dia jalani dengan ideal, tapi sikap itu yang membuat dia mendapat tekanan dari partai yang membesarkan dia, terima suap atau dihancurkan ? Membayangkan wajah bangga ibu bapaknya memiliki anak anggota dewan membuat dia lemah dan menerima tawaran suap. Mobil Pajero hitam pun merapat ke posisi Rudi nongkrong. Merapat ke mobil saya saja bang,' perintah Rudi, kaca mobil pun dibuka, betapa terkejutnya Rudi melihat sosok yang menyodorkan uang, Marlon di temani istrinya Santi. Santi pun terkejut dan berubah sinis melihat wajah Rudi, ternyata bergabung juga ?" bathin Santi. Wajah Rudi yang dulu hebat bicara moral, harus menahan malu di depan Santi.
" Keluargaku tidak kuat San,' kata Rudi tanpa diminta oleh Santi. " Kalian saling kenal ?,' tanya Marlon.
"Iya kami dulu satu kampus, pejuang suci dia pa, di kampus dulu,' kata Santi sinis.
" Hahahahaha...Marlon pun tertawa, ternyata tidak mudah jadi orang suci ya bung ? tidak apa - apa bung, kalau kamu susah bukan rakyat pula yang mengurus kamu, santai saja, kamu kan sudah berjuang dulu ? Sekarang saatnya mikirin diri sendiri. " Atau kamu mau turun derajat lagi ke jalan ?,' Marlon.
"Iya bung,' sahut Rudi lemas.
" Ini bung ! selamat menikmati,' kata Marlon memberikan amplop sambil menekan pedal gas Pajeronya. Ujung mata Santi masih melirik sinis terbawa laju mobil suaminya. Bapak ibu Rudi senang menerima uang dari Rudi tanpa bertanya,' itu uang apa ? halal atau haram ? andaikatapun Rudi mengatakan itu uang haram, mereka akan cari - cari argumen untuk membenarkannya.
Dulu di kampus semua terlihat lebih mudah, bertemu Santi sudah cukup menyengangkan hati Rudi, walau Santi dingin saja sama Rudi, itu juga yang membuat Rudi tega menekan pak Ali, andai Santi tidak anggap dingin Rudi ? tentu akan lain ceritanya, tapi bagaimana mungkin Santi mau open sama Rudi yang ke kampus hanya naik motor butut, sedangkan Santi naik mobil mewah keluaran terbaru, di saat mahasiswa lain yang sepadan dengan Santi juga banyak yang antri, hidup mapan tidak membuat insting Santi terasah akan potensi seorang Rudi, beberapa kali Rudi bertandang ke rumah Santi di layani Santi dingin saja. Bahkan ketika Rudi memberanikan diri menyampaikan isi hatinya, Santi jawab fikir - fikir dulu, kayak pengcara di persidangan aja.
Salah kursi dewan pun terdaftar sebagai kursi Rudi, rapat – rapat di mulai sebagai tugas penting bagi anggota legislatif dalam membahas kebijakan untuk rakyat, pendapat – pendapat suci dari Rudi hanya berupa satu suara saja di gedung dewan yang besar itu. Suara itu hilang begitu saja selesai diucapkan karena mayoritas jumlah suara selalu mengalahkan pendapat Rudi. Tidak mudah berjuang dalam benar, sindiran sok suci, sok pahlawan, terdengar menyorot Rudi. Di sisi lain keluarga yang sudah bangga memilik Rudi sebagai anggota dewan sudah ingin merasakan kenikmatan, kemewahan, yang pernah mereka lihat keluarga anggota legislatif yang lain. Di hormati, di takuti, mewah. Mereka berlomba mencari alas an main ke rumah Rudi yang sederhana itu, tidak lain tidak bukan ingin melihat kemewahan anggota legislatif yang baru duduk ini.
" Kok belum naik mobil Rud ?, kok belum cari pendamping ? itu anak si anu cocok sama kamu, itu ada mobil baru keluar banyak lo pejabat yang pakai, kamu juga beli dong, banyak kata – kata menjengkelkan bagi orang idealis berseliweran, diantara teman dan keluarga, belum lagi orang yang ngaku – nagku dulu sibuk membantu suara untuk Rudi padahal semua tahu dia tidak akan mau jalan kalau tidak diberi uang, ngaku pula masih ada hubungan family, padahal sudah ratusan kali lebaran kita lalui tidak pernah bertemu dengan dia, dia merebut semua hak bicara orang, iya, dari tadi mulutnya yang paling banyak mangap seolah tidak ada waktu untuk bernafas, tapi semua itu hanya dibalas senyum saja oleh Rudi, dia memang tidak pernah mau menembak langsung bicara orang yang paling tidak dia sukai sekalipun, dia memang elegan milik semua kalangan, semua orang merasa dirinya berharga kalau dekat dengan Rudi, tidak lupa teman – teman sesame pergerakan duduk santi di pojok ruangan, sambil sesekali menebar senyum kepada Rudi, tapi mereka sangat faham untuk tidak dulu berdiskusi serius dengan Rudi, melihat begitu banyaknya ragam orang yang hadir di rumah, tidak mungkin kata – kata,’ rakyat bajingan ! bego ! keluar dari mulut Rudi untuk menilai rakyatnya yang bicara kemewahan, walau begitu ingin mulutnya meneriakkan itu.
Termasuk Rudi aktifis kampus yang mencoba mendekati Santi. Tapi Santi tetap dengan dinginnya. Ali di demo dan dijatuhkan oleh Rudi cs. Ali masuk penjara. Keluarganya berantakan termasuk Santi. Untuk menyelamatkan muka mereka Santi di jodohkan sama Marlon pengusaha kaya rekan kolusi Ali selama ini. Ibu Rina ibunya Santi tidak sanggup hidup miskin. Santipun menerima pernikahan bisnis ini demi ibunya, Marlon juga lumayan ganteng hanya saja istri dia sudah dua tapi Santi yakin kemolekannya akan menempatkan dia jadi istri prioritas utama. Rudi hanya melongo melihat sikap Santi. Idealisme dia di uji oleh cinta.
Dia menekan Ali karena korupsi sampai masuk penjara tapi kekasih hatinya punya jadi gelandangan. Malah memilih Marlon hanya karena uang. Benar benar idealisme tidak ada arti bagi Santi, pantas saja Rudi tidak masuk daftar pilihannya, walau bagaimana gantengnya Rudi saat orasi di depan teman - teman mahasiswa. Keluarga Rudi juga tidak kalah kesal sama Rudi yang lebih sibuk ngurusin politik daripada kuliahnya. Harapan orang tuanya dia cepat lulus cepat kerja agar beban orang tua berkurang. Mengurus negara bukan takdir kita Rud,' kata bapaknya, kita ini orang kecil. Sudah bisa cari makan saja sudah bagus Rud. Iya pa, cari makan itu sudah kewajiban semua manusia, hanya saja fikiran saya masih mampu memikirkan politik. Banyak kok orang mampu kaya dan jadi politikus yang berasal dari keluarga pas pasan seperti kita. Sebagi aktifis Rudi melanjutkan karier d politik setamat kuliah.
Ternyata dia mudah di terima pemilih karena reputasinya yang sering memperjuangkan hak rakyat. Kursi legislator pun jadi kursi barunya, saatnya orasi dia diuji. Tahun tahun pertama dia jalani dengan ideal, tapi sikap itu yang membuat dia mendapat tekanan dari partai yang membesarkan dia, terima suap atau dihancurkan ? Membayangkan wajah bangga ibu bapaknya memiliki anak anggota dewan membuat dia lemah dan menerima tawaran suap. Mobil Pajero hitam pun merapat ke posisi Rudi nongkrong. Merapat ke mobil saya saja bang,' perintah Rudi, kaca mobil pun dibuka, betapa terkejutnya Rudi melihat sosok yang menyodorkan uang, Marlon di temani istrinya Santi. Santi pun terkejut dan berubah sinis melihat wajah Rudi, ternyata bergabung juga ?" bathin Santi. Wajah Rudi yang dulu hebat bicara moral, harus menahan malu di depan Santi.
" Keluargaku tidak kuat San,' kata Rudi tanpa diminta oleh Santi. " Kalian saling kenal ?,' tanya Marlon.
"Iya kami dulu satu kampus, pejuang suci dia pa, di kampus dulu,' kata Santi sinis.
" Hahahahaha...Marlon pun tertawa, ternyata tidak mudah jadi orang suci ya bung ? tidak apa - apa bung, kalau kamu susah bukan rakyat pula yang mengurus kamu, santai saja, kamu kan sudah berjuang dulu ? Sekarang saatnya mikirin diri sendiri. " Atau kamu mau turun derajat lagi ke jalan ?,' Marlon.
"Iya bung,' sahut Rudi lemas.
" Ini bung ! selamat menikmati,' kata Marlon memberikan amplop sambil menekan pedal gas Pajeronya. Ujung mata Santi masih melirik sinis terbawa laju mobil suaminya. Bapak ibu Rudi senang menerima uang dari Rudi tanpa bertanya,' itu uang apa ? halal atau haram ? andaikatapun Rudi mengatakan itu uang haram, mereka akan cari - cari argumen untuk membenarkannya.
Dulu di kampus semua terlihat lebih mudah, bertemu Santi sudah cukup menyengangkan hati Rudi, walau Santi dingin saja sama Rudi, itu juga yang membuat Rudi tega menekan pak Ali, andai Santi tidak anggap dingin Rudi ? tentu akan lain ceritanya, tapi bagaimana mungkin Santi mau open sama Rudi yang ke kampus hanya naik motor butut, sedangkan Santi naik mobil mewah keluaran terbaru, di saat mahasiswa lain yang sepadan dengan Santi juga banyak yang antri, hidup mapan tidak membuat insting Santi terasah akan potensi seorang Rudi, beberapa kali Rudi bertandang ke rumah Santi di layani Santi dingin saja. Bahkan ketika Rudi memberanikan diri menyampaikan isi hatinya, Santi jawab fikir - fikir dulu, kayak pengcara di persidangan aja.
" Kamu tega sama papa saya ?,' teriak Santi,
" Saya tidak melihat dia siapa San,' saya hanya menekan kebijakan yang salah,
" Apa kamu tidak merasa kalau papaku adalah kepala keluarga yang menanggung hidup keluarganya ? " Santi.
" Begitu juga keluarga orang lain yang terganggu oleh kebijakan papa kamu,' Rudi.
"Apa karena aku tolak cintamu ?" Santi.
"Tidak ada hubungannya San,' kata Rudi.
" Saya tahu kelemahan kamu, saya mau lihat bagaimana perasaan kamu nanti kalau saya terima pinangan orang kaya demi papa dan mama saya,' Santi mengancam.
"Apa maksud kamu San ?,' kejar Rudi.
" Nanti akan kamu lihat dan dengar kabarnya, saya benci kamu !,' kata Santi sambil pergi.
" San ! San !..,' teriak Rudi yang ketinggalan langkah emosi Santi.
Telepon dan bel rumah Santi tidak pernah lagi ada sambutan untuk Rudi. Dengan sisa energinya Rudi melanjutkan karier politiknya, cintanya yang tidak tersampaikan ke Santi dia salurkan ke rakyat yang butuh bantuan hukum dari Rudi dan teman - temannya..
" Begitu juga keluarga orang lain yang terganggu oleh kebijakan papa kamu,' Rudi.
"Apa karena aku tolak cintamu ?" Santi.
"Tidak ada hubungannya San,' kata Rudi.
" Saya tahu kelemahan kamu, saya mau lihat bagaimana perasaan kamu nanti kalau saya terima pinangan orang kaya demi papa dan mama saya,' Santi mengancam.
"Apa maksud kamu San ?,' kejar Rudi.
" Nanti akan kamu lihat dan dengar kabarnya, saya benci kamu !,' kata Santi sambil pergi.
" San ! San !..,' teriak Rudi yang ketinggalan langkah emosi Santi.
Telepon dan bel rumah Santi tidak pernah lagi ada sambutan untuk Rudi. Dengan sisa energinya Rudi melanjutkan karier politiknya, cintanya yang tidak tersampaikan ke Santi dia salurkan ke rakyat yang butuh bantuan hukum dari Rudi dan teman - temannya..
Tidak sulit bagi Rudi iuntuk meraih suara rakyat di saat pencalegannya, memang beberapa orang pemilih meminta uang, seperti calon lain, tapi Rudi menjelaskannya dengan baik,' Bisa saja saya meminjam uang dari pengusaha untuk membeli suara kalian, itu artinya besok kebijakan di dewan akan kami berikan kepada pengusaha yang kaya tanpa perduli nasib kalian, para pengusaha bertambah kaya, kalian bertambah miskin, selama ini kan begitu yang terjadi sehingga kami yang harus repot – repot memperjuangkan hak – hak kalian, yang seharusnya itu adalah kewajiban dari penguasa yang sedang berkuasa, tapi karena kalian mau saja diberi uang, ini, itu, akhirnya semua kebijakan mereka menguntungkan yang kaya saja karena hutang di masa pemilu, saya serahkan kembali kepada saudara – saudara sekalian, kita mau jadi masyarakat benar atau mau jadi masyarakat munafik ?, sebagian besar dari mereka mangut – mangut karena melihat kejujuran dan kegigihan Rudi dalam memperjuangkan hak – hak mereka selama ini, sebagian kecil manusia yang hatinya sudah tertutup rasa pesimis atau memang di hatinya hanya ada kepentingan pribadi sesaat, tidak mau menerima kata – kata Rudi lalu pergi mencari keuntungan beberapa lembar uang dari calon – calon yang lain.
Di sisi lain ada pula calon yang percaya dengan sebanyak mungkin uang untuk memenangkan kursi dewan, entah tujuannya apa ? di satu sisi dia diwajibkan melayani rakyat, di sisi lain juga ingin mencari keuntungan pribadi dari celah – celah hokum yang tidak dikontrol dengan baik oleh penegak hokum. Padahal kalau sudah duduk dengan biaya tinggi itu, tetap juga harus kucing kucingan karena banyak proposal permintaan dari orang yang merasa berjasa mengantarkannya ke kursi dewan. Ada yang diberi uang ada yang diberi janji – janji saja. Mencari uang dari pelanggaran hukum memang mudah disaat tidak ada masalah. Tentu lebih mudah daripada harus usaha dulu seperti berdagang, atau bisnis lainnya. Tapi kalau sudah di endus oleh penegak hukum, entah itu order dari lawan politik atau memang bukti – bukti terlalu kentara di mata masyarakat, akhirnya harus disidik. Di saat berhasil korupsi harus bagi – bagi untuk menutup mulut – mulut yang meminta bagian, di saat bermasalah dengan hukum, harus di tanggung sendiri, yang lain berlomba cari alibi untuk mengelak.
Salah kursi dewan pun terdaftar sebagai kursi Rudi, rapat – rapat di mulai sebagai tugas penting bagi anggota legislatif dalam membahas kebijakan untuk rakyat, pendapat – pendapat suci dari Rudi hanya berupa satu suara saja di gedung dewan yang besar itu. Suara itu hilang begitu saja selesai diucapkan karena mayoritas jumlah suara selalu mengalahkan pendapat Rudi. Tidak mudah berjuang dalam benar, sindiran sok suci, sok pahlawan, terdengar menyorot Rudi. Di sisi lain keluarga yang sudah bangga memilik Rudi sebagai anggota dewan sudah ingin merasakan kenikmatan, kemewahan, yang pernah mereka lihat keluarga anggota legislatif yang lain. Di hormati, di takuti, mewah. Mereka berlomba mencari alas an main ke rumah Rudi yang sederhana itu, tidak lain tidak bukan ingin melihat kemewahan anggota legislatif yang baru duduk ini.
" Kok belum naik mobil Rud ?, kok belum cari pendamping ? itu anak si anu cocok sama kamu, itu ada mobil baru keluar banyak lo pejabat yang pakai, kamu juga beli dong, banyak kata – kata menjengkelkan bagi orang idealis berseliweran, diantara teman dan keluarga, belum lagi orang yang ngaku – nagku dulu sibuk membantu suara untuk Rudi padahal semua tahu dia tidak akan mau jalan kalau tidak diberi uang, ngaku pula masih ada hubungan family, padahal sudah ratusan kali lebaran kita lalui tidak pernah bertemu dengan dia, dia merebut semua hak bicara orang, iya, dari tadi mulutnya yang paling banyak mangap seolah tidak ada waktu untuk bernafas, tapi semua itu hanya dibalas senyum saja oleh Rudi, dia memang tidak pernah mau menembak langsung bicara orang yang paling tidak dia sukai sekalipun, dia memang elegan milik semua kalangan, semua orang merasa dirinya berharga kalau dekat dengan Rudi, tidak lupa teman – teman sesame pergerakan duduk santi di pojok ruangan, sambil sesekali menebar senyum kepada Rudi, tapi mereka sangat faham untuk tidak dulu berdiskusi serius dengan Rudi, melihat begitu banyaknya ragam orang yang hadir di rumah, tidak mungkin kata – kata,’ rakyat bajingan ! bego ! keluar dari mulut Rudi untuk menilai rakyatnya yang bicara kemewahan, walau begitu ingin mulutnya meneriakkan itu.
" Kring,,!!! Handphone Rudi pun bordering, dia pun ambil posisi ke pojok ruangan untuk menerima telepon itu,
" Rud ! kamu dimana ?,” suara ketua partai, di rumah pak,' Rudi.
" Ohya, pastikan tidak ada orang yang mendengar, besok suara bulat ya, jatah kamu ambil di café ZAXXI nanti waktu dan tempat diatur lagi,' ketua partai.
"Jadi pak ?,' kejar Rudi.
" Sudah kamu terima saja, voting suara juga bakal kalah kita,' ketua partai.
"Kenapa kita tidak berjuang lebih gigih lagi pak ? lobi – lobi fraksi lain,' Rudi.
"Sudah aku coba tidak bisa Rud, kamu anak baru mau lobi pula mana dianggap sama mereka.
"Biar saja coba dulu pak,' Rudi.
"Sudahlah tidak usah berisik, terima saja tawaran ini, kamu jangan memeprsulit partai kita, sudah ya !,' tutup ketua partai.
"Baik pak ketua,' Rudi.
Semakin hari semakin Rudi merasakan kehampaan dalam dirinya karena dia hidup bersama prinsip - prinsipnya, bersama idealisme, tanpa itu dia bukan siapa - siapa, Dia hanya seonggok daging dengan tulang tanpa prinsip itu.
" Rud ! kamu dimana ?,” suara ketua partai, di rumah pak,' Rudi.
" Ohya, pastikan tidak ada orang yang mendengar, besok suara bulat ya, jatah kamu ambil di café ZAXXI nanti waktu dan tempat diatur lagi,' ketua partai.
"Jadi pak ?,' kejar Rudi.
" Sudah kamu terima saja, voting suara juga bakal kalah kita,' ketua partai.
"Kenapa kita tidak berjuang lebih gigih lagi pak ? lobi – lobi fraksi lain,' Rudi.
"Sudah aku coba tidak bisa Rud, kamu anak baru mau lobi pula mana dianggap sama mereka.
"Biar saja coba dulu pak,' Rudi.
"Sudahlah tidak usah berisik, terima saja tawaran ini, kamu jangan memeprsulit partai kita, sudah ya !,' tutup ketua partai.
"Baik pak ketua,' Rudi.
Semakin hari semakin Rudi merasakan kehampaan dalam dirinya karena dia hidup bersama prinsip - prinsipnya, bersama idealisme, tanpa itu dia bukan siapa - siapa, Dia hanya seonggok daging dengan tulang tanpa prinsip itu.
Santi anak pejabat
Rudi aktifis kampus
Ali bapak Santi
Marlon pengusaha kaya banyak istri meminang Santi dengan bayar hutang Ali.