Minggu, 08 September 2019

Yuli

" Dulu kamu begitu menyukai dia, bahkan takut tidak berhasil mendapatkannya. " Sekarang, sejak bapak kamu jadi pejabat tinggi, kamu mulai melihat dia sebelah mata. " Mentang - mentang banyak gadis yang mau dekati kamu sekarang.
" Hmmmm...jawab dia buang muka. " Dia juga mau aku dekati sejak papa jadi pejabat kok, dulu papa bukan siapa - siapa, aku juga antre kalau mau apelin dia.

" Iya juga ya..jawabku si lugu ini, tidak bisa menolak kata - kata yang masuk akal.
" Aku rasa kalau bapak dia yang jadi kaya dan berkuasa tiba - tiba? dia juga makin sulit aku dekati, kata Rio semangat mendapatkan argumen yang tepat untuk niat dia.

" Tapi aku kasihan melihat dia seperti memohon cintamu, " sebaiknya berikanlah keputusan yang tepat biar dia tidak berharap harap. " Karena bagaimapun kita masih saudara sama dia, beda dengan wanita lain yang kamu dekati. Zaman dulu orang tua sangat mendorong kita menikahi pariban, sekarang tidak lagi. Tapi kalau kamu mau menikahi dia? keluarga besar akan senang, dan ikatan keluarga yang sudah semakin renggaang, bisa merekat lagi. " Itulah tujuan leluhur kita dulu, supaya kita bisa menjaga ikatan keluarga besar dengan menikahi pariban ( bapaknya saudara laki - laki ibu kita).

Yuli pariban kami, Rio anak dari bapak udaku, ibu dia dan ibu saya adik kakak. Sejak bapaknya berhasil jadi anggota dewan, ada saja pekerjaan yang harus aku bantu di rumah ini. Maklum karena aku rajin dan sedikit cerdas hehe..aku panggil bapak juga ke bapaknya Rio, dia jago loby, main proyek dengan segala loby dan suap- suap. Akhirnya kaya dan mencalonkan diri jadi anggota dewan, menyuap pemilih dan oknum di komisi pemilihan umum biar lolos. Bapak uda memang benar - benar jago loby.

Di berbisnis seolah negara tidak ada, hukum tidak ada, yang ada hanya loby, sikat, untung, suap, ds.dst..apa - apa yang saya baca di masa kuliah dulu tidak ada artinya di depan bapak uda. Sarjana lulu dengan nilai memuaskan tidak ada artinya di depan bapak Uda ini. Padahal kata bapak dia bukan anak cerdas, malah tukang bolos, bapakku lebih cerdas malah cuma jadi petani miskin. Tapi bapakku orang yang bijak, dia tidak mau ngotot minta dihormati di keluarga besar sebagai anak lelaki tertua. Dia seharusnya jadi bapak juga kalau kakekku sudah tidak ada.

Tapi bapakku tahu, kata - katanya tidak ada artinya kalau bapak Uda sudah bagi - bagi uang. Semua kata - kata bijak bapakku bagai angin kentut bagi mereka. Tapi bapak tidak marah, karena kalaupun ngotot? yang dia dapat hanya kekonyolan. Hal itu juga membuat bapak Udaku masih segan sama bapak, dengan basa - basi dia masih mempersilakan bapakku ambil sikap penutup sebagai pengganti bapak mereka. " Sudah pas itu dek, kata bapak biasa menutup rapat.

" Bang, teriak Yuli kepadaku seolah melihat Rio.
" Kemana dek, nyari Rio?

" Ngak, kangen namboru aja, kata dia menyebut ibu - ibu kami, karena dia semarga sama ibu saya dan ibu Rio.
" Perasaan namborumu banya dek, yang di rindukan cuma namboru mamak Rio terus.

" Ih, abang bikin Yuli merasa bersalah aja.
" Iyalah, abang maklum, itu namborumu di dalam, kalau Rio masih di luar dari tadi, tunggu aja, nanti juga pulang.

" Iya bang, abang mau kemana?
" Biasalah dek, ini ada perintah dari ketua ( menyebut nama bapa Uda, karena dia punya banyak organisasi yang memilih dia jadi ketua) pula.

Yuli gadis masa kini kuliah, nongkrong di mall, di rumah sudah ada pembantu dan tukang cuci. Dia tidak lagi menyentuh tanah ladang, masak pakai kayu bakar, atau mencuci baju di pancuran desa. Tapi di rumah Rio dia seperti gadis masa susah orang tua kami. Dia memasak, giling cabai, demi cari muka di depan Ibuny Rio yang masih memegang adat orang tua dulu, dimana memilih gadis dilihat dari caranya memasak, mengolah ladang. Mamak Uda aku memanggilnya, tidak tahu kalau anak sekarang banyak yang jago akting. Lagipula tidak salah Yuli jadi mantu, selain ponakan dia sendiri, Yuli juga sepertinya anak baik.

Yang jadi masalah justru si Rio, sejak bawa mobil sendiri, anak itu seperti anak pejabat lain, naik monil keluaran terbaru, nongkrong, gaet wanita dengan mudah, dugem. Wanita sepertinya tidak ada arti apa - apa bagi dia. Beda sekali dengan aku, sudah hidup numpang bapaknya, suka salah tingkah di depan wanita. Lebih suka menghadapi masalah bisnis daripada masalah asmara. Dulu sewaktu kami masih kecil, Yuli sudah jadi bintang idola di kampung kami, juga idola diantara pariban - pariban kami. Selain kami, banyakjuga remaja lain di kampung kami yang mengejar Yuli. Tapi sekarang berubah, Yuli yang mengejar Rio dengan dalih yang sangat tepat " kangen namboru ".

Cewek lain mencoba mendekati Rio dengan mampir di tempat - tempat Rio dan kawan -kawannya sering mampir. Cewek - cewek itu seperti tidak punya harga diri lagi di depan Rio. Aku sangat khawatir Yuli juga akan diperlakukan sama oleh Rio. Melihat perubahan gaya hidup dia akhir - akhir ini, sudah merasa kecil melihat adat dan kebiasaan kami. Para tokoh adat dan agama juga kadang tidak lagi menunjukkan sikap yang jelas kalau sudah berhadapan dengan uang dari bapaknya Rio. Hal ini memberi contoh yang buruk untuk anak muda seperti kami, tidak ada lagi kehormatan selain uang dan uang.

Bahkan Tulang kami yaitu bapaknya Yuli yang sangat kami hormati dan segani apalagi ibu kami menyebutnya " tuhan yang terlihat " katanya saking hormatnya. Tapi Tulang juga sudah memperlihatkan cara yang berbeda kepada bapak Uda dibanding bapak - bapak kami yang lain, menambah buruknya nilai - nilai adat dan kebiasaan kami. " Semua urusan uang!! teriak bapak Uda kalau sedang mendidik kami. Melihat perjuangan bapak Uda merubah hidup membuat prinsip idealisme yang aku pegang di sejak kuliah seolah tidak ada mata lagi. Aku tahu dia salah, tapi aku tidak sanggup mengatakan hal itu, melihat kenyataan di depan mata. Orang - orang di sekitar kami juga tidak pernah menganggap kami ada. Sejak bapak Uda jadi kaya dan sekarang duduk di dewan membuat banyak orang yang hormat pada keluarga besar kami. " Awas kepala kau dibeli " kata orang - orang di kedai kopi kalau berdebat agak keras denganku.

" Tidak begitu bung, debat kita lawan debat, fikiran dilawan fikiran, fisik lawan fisik, gitu dong. 

Tetap saja mereka memilih diam daripada mengkoreksi lebih dalam ulah bapak Uda yang banyak melawan hukum dan etika. Beberapa oknum aparat hukum, oknum wartawan, oknum LBH tidak lagi mengenal idealisme demi uang dari bapak Uda, apakah Yuli juga termasuk? Ibu -ibu, gadis, di birokrasi suka minta dibayarin makan siang sama bapak Uda. Tidak ada lagi yang pegang prinsip kalau berhadapan dengan uang. Dulu bapak Uda cuma pedagang kecil di pasar, sering dipalak preman membuat dia berang dan memukul preman itu KO, sejak itu bapak Uda mulai mengerti hidup bisa lebih baik dengan kekuatan fisik. Menerima uang panas dari para preman kecil. Merambah bisnis dengan pemerintah melalui proyek negara. " Dulu aku cuma dapat dapat 20.000 saja berantem dulu, sekarang dapat jutaan hanya dengan berbagi uang proyek kepada oknum pemerintah. Mambuat dia cepat jadi " kesayangan " pemerintah karena sangat royal membagi uang kepada mulut rakus oknum pejabat negara yang sebenarnya sudah cukup sejahtera dengan gaji dan berbagai tunjangan lainnya.

Mamak Uda istrinya cukup senang dengan uang belanja yang tidak pernah putus, sudah syukur suaminya tidak kawin lagi. Mamak Uda pura - pura tidak tahu saja, adanya " selir " bapak Uda di belakang. Yang penting dia masih jadi ratu.

" Darimana kalian? tanyaku kepada Rio yang menuruni tangga hotel XX berdua. Wajah Yuli begitu gembira walau seraut lelah terlihat diwajahnya,
" Mau tahu aja urusn anak muda bang! teriak Rio.

" Iya, ya kataku berlalu.

Wajah Yuli semakin cantik saja karena bahagia bisa jalan dengan Rio, Yuli akan bilang aku cemburu kalau aku katakan" hati - hati dengan Rio, terpaksa aku diam saja, dan berharap Rio menikahi Yuli. Pariban kesayangan kami. 

Waktu berjalan singkat, bapak Uda di tangkap KPK, langit rasanya runtuh di keluarga besar kami. Rio mengamuk bagai banteng liar tidak tentu arah, dia mau hajar petugas KPK di kantornya.

" Sabar Yo, kita cari langkah yang lain, kita cari pengacara, itu lebih baik.
" Abang enak saja bicara, karena dia bukan bapakmu.

" Rio! sadarlah! dia bapakku juga seperti kamu, siapa yang selalu menemani dia? apa kamu? kamu hanya sibuk dugem, main cewek saja, aku siang malam stand by menunggu perintah Uda.
" Maaf bang, aku panik, aku tidak tahu mau berbuat apa lagi.

" Makanya kamu berdoa dulu yang tenang, biar abang yang mikirin solusinya. Kau berhenti minum dan keluar malam dulu, biar otakmu dingin.
" Iya bang, kata Rio sambil menangis tidak henti.

Semua usaha sudah aku lakukan untuk mengurangi kesalahan bapak Uda, paling tidak barang bukti harus dibuatkan narasinya agar tidak terlalu mencolok sebagai uang korupsi. Mamak Uda juga selalu menangis membuat tugasku semakin berat. Untung Yuli tidak ikut merengek, dan setia menemani usaha kami mengamankan bapak Uda. Dalam hatiku yang paling dalam" sudah saatnya keluarga ini merenungi hidup, kita sudah terlalu banyak berbuat salah. Kita sudah lupa diri. Keluarga miskin yang bersahaja dulu kini berganti bagai keluarga raja yang sombong, rakus, tidak lagi mau merenungi hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar