Kau matahari hidupku, hidupku sangat bergairah walau hanya melihat pintu rumahmu, bunga anyelir ibumu seperti menyapa setengah mengejek pada ku. " Cari Roland ya? seolah begitu pertanyaannya. " Diam kau bunga sialan! kau tidak tahu artinya rindu yang aku rasakan.
Melihat marahku, ayam - ayam cantik yang tadinya mau ikutan mengejek jadi tertunduk takut pura - pura sibuk mematuk.
" Eh mantuku! teriak ibumu yang ceriwis kalau melihat aku lewat di depan rumahmu. Aku senyum tersipu dan bahagia mendengarnya, dia begitu percaya diri, kalau remaja putri pasti mau sama anaknya,"emang iya juga sih.
" Ih.Bibi! begitu aku memanggilnya di kampung kami.
" Benar kan, ini cocok jadi mantuku, tanya ibumu lagi kepada tetangga rumahnya, mak Bon.
" Benar! pas sekali teriak ibu Bondan pula dengan genitnya.
Bertambah senang saja hati ini kalau sudah begini, sedangkan melihat ayam ibumu saja yang lewat di depan rumahku, rasanya kau yang datang menyapaku.
Kebiasaan orang - orang di kampung kami yang suka blak blakan dan terbuka, suara besar, tidak banyak neko - neko, sejak orang - orang kota datang mulai sedikit berubah, karena gaya hidup modern katanya. Kata - kata munafik mulai mereka pakai, betapa besar artinya harta merubah manusia.
Roland anak yang paling ganteng, pacar idaman setiap wanita muda di kampung kami. Rajin, cerdas, sayang orang tua, bahkan bapaknya tidak berani marah padanya. Karena begitu sempurnanya dia. " Apakah aku terlalu berharap? kalau Roland jadi kekasihku? Dia berlaku sangat manis pada ku, tapi sialnya dia manis juga kepada semua orang.
Sesudah membantu ibu menggembalakan bebek - bebeknya, aku duduk di pinggir sungai diatasnya ada jalan umum. Tidak lain tidak bukan yang aku harapkan, Roland lewat di jalan itu dan menyapaku. Alam memang adil kalau sudah begini, Roland benar lewat dengan sepeda motornya.
" Hei Santy, lagi apa?
" Deg, deg! ser...dadaku bergemuruh, eh Lan lagi begnong aja, habis mengantar bebek - bebek ke sawah, kamu darimana? tanya cepat, seolah tidak mau Roland cepat berlalu. Ini beli bumbu pesanan ibuku, katanya sembari turun dari sepeda motornya. Hal yang sangat aku harapkan, sebagai gadis kampung tidak biasa kita meminta laki - laki duduk di sebelah kita. Walau sangat ingin mengatakan itu.
Aku menoleh sedikit ke ujung bibirnya, aku tidak berani menatap matanya, aku takut jatuh pingsan ke sungai kalau bertatap mata dengan Roland. Dia begitu mempesona.
" Jalan dulu yuk, nanti kita kembali lagi giring bebek - bebekmu.
" Hmm..ayo kata sok malas, padahal rasanya ingin teriak" ayo! tapi itu tidak baik bagi gadis kampung, bias - bias Roland yang kaget dan lompat ke kali. Mutar - mutar di perswahan dan naik ke arah bukit pertahanan, dulu kala sering dipakai tantara revolusi menghadang kumpeni. Sekarang bukit ini sepi dan sering dipakai muda mudi berduaan. Kami duduk menatap kampung kami, menatap masa depan. Roland duduk mendekatiku cuek, tangan kanannya di letakkan di belakang punggungku, tidak menyentuh sama sekali.
" Aku berencana pergi merantau, mau merubah nasib, di kampung ini memang indah tapi tidak mendukung masa depan.
" Kemana? tanya kaget seolah tidak menerima, baru sadar lagi dan mempelankan suara, kami kan belum jadian, aku aku harus kalem.
" Ke Jawa kanya pelan seolah tidak perduli reaksiku.
" Berapa lama? kejarku.
" Tergantung, kalua berhasil ya pulang, kalua tidak ya tidak usah pulang, biar saja sampai mati di rantau.
" Kok gitu sih? di sini orang tuamu kan cukup mapan, tidak perlu jauh - jauh cari makan.
" Bukan sekedar makan San, aku mau memasuki kekuasaan politik di Jawa, semoga bias membuat kebijakan untuk kampung kita nanti. " Tapi yang penting aku mau meminta kamu jadi kekasihku.
" Dug! ini anak nembak kok tidak pakai aba- aba, langsung aja, sialan, aku kan jadi kaget bukan main, plus terbang ke langit juga sih.
" Mau kan? kamu jadi kekasihku, dan setia menunggu aku sukses?
" Mmmm...aku hanya mengangguk pelan, baru saja jadian, udah pisah jauh, sialan!
Di saat hatiku terbang tinggi ke langit, Roland sudah mencengkram seluruh tubuhku dengan mesra. Tidak ada yang bias aku lakukan selain pasrah, pasrah laksana seorang istri yang menerima semua sentuhan suaminya. Bukit pertahana jadi saksi hilangnya kegadisanku. Tapi aku senang dan bahagia akhirnya bias memilik matahari yang indah, semoga aku tidak hamil.
Pagi ini aku Bersama keluarga Rolan mengantar ke terminal bus menuju Jawa, menyongsong masa depan yang lebih baik." Semoga kau berhasil di sana calon suamiku. Hari - hari berjalan lambat, yang membedakan hanya pohon manga yang baru di tanam tahun lalu semakin tinggi. Di Lebaran tahun ini kabarnya Roland akan pulang, senang sekali rasanya.
Orang tua Roland senang saja dengan kehadiranku di rumah mereka, beda dengan kepulangannya Lebaran lima tahun kemudian. Roland sudah mengendarai mobil sendiri, bibi aku memanggil ibunya mulai kurang akrab denganku, mungkin aku sudah tidak layak lagi duduk di mobil yang dibawa Roland. Syukur Roland tidak berubah, dia tetap menghargai aku sebagai kekasihnya.
" Sepertinya bibi mulai merasa aku terlalu rendah jadi menantunya ya Lan?
" Itu biasa saja San, bukankah kamu juga semakin ramah sama Mahmud sejak dia sukses jadi pengusaha?
" Kok ke situ larinya Lan?
" Iya kan? aku tidak marah San, aku sudah terbiasa dalam bisnis tidak terbawa emosi.
" Emang hubungan kita bisnis?
" Kurang lebih begitu San, mungkin saya juga yang salah, atau aku yang kurang menarik.
" Sudah tujuh tahun hubungan kita Lan, aku sudah kamu tiduri seperti lonte yang tidak dibayar, kurang apa sabarnya saya? sedangkan Mahmud juga begitu sabar menunggu jawaban saya. " Apa kamu pernah menawarkan saya ke Jawa? atau kamu takut saya melihat wanita lain di sana?
" Tidak ada yang serius San, mereka hanya teman.
" Jadi benar ada wanita lain?
" Tidak begitu San.
" Jadi masalahnya apa?
" Mungkin sudah saatnya aku harus bicara, aku bukan orang baik, aku cari uang dengan cara tidak benar, kalua aku menikahi kamu, kamu bias celaka.
" Kurang celaka apa hidup saya sekarang Lan? tidak leboh dari selir saja, lebih baik aku janda karena kamu bermasalah daripada perawan tidak laku, paling tidak statusku jelas, janda dari seorang pria yang aku pilih sendiri." Lagi pula, sejak awal aku sudah katakan, jangan memaksakan diri, kamu bukan orang susah, hidup di sini juga sudah cukup bagi kita. " Sekarang malah lebih yang lagi, orang tuamu sudah menikmati status kamu sebagai seorang sukses di rantau, kalua kamu mundur sekarang, mereka akan kecewa dan pasti menuduh aku di balik ini.
" Baiklah saying, kita menikah sederhana saja sekarang, saya akan langsung bawa kamu ke Jawa. " Dan tolong kalua kamu tidak cocok dengan hidup saya, janganlah meninggalkan saya, saya bias gila." Kamu harapan saya San.
Hidup Roland di Jawa sebenarnya masih kacau balau, mobil yang dia bawa cuma pinjaman perusahaan leasing tempat di bekerja, dia bekerja jadi debt collector free lance, ngontrak di kamar sempit. Tapi inilah pilihanku, ini jauh lebih baik daripada menunggu yang tidak pasti. Semoga kami bias hidup lebih baik lagi. Waktu berjalan begitu cepat. Kehidupan kami tidak ada perubahan. Roland sibuk putar otak untuk memperbaiki hidup kami.
" Aku tidak menyesal saying, aku terima apa adanya hidup bersamamu, yang penting kamu setia.
" Ingin rasanya menangis di pangkuanmu San, aku sangat Lelah memikirkan hidup." Aku malu sebagai laki - laki, inilah yang aku takutkan selama ini, sudah aku fikirkan lama, aku akan berusaha iklas kalua kamu pergi meninggalkanku." Pulanglah ke kampung, mungkin Mahmud masih mau menunggu kamu, katakan kepada keluarga di kampung kita sudah cerai karena tidak cocok lagi.
" Kamu bicara apa bang? kamu kira aku perempuan apa?!
" Aku bicara apa adanya, aku tidak mau kamu diam - diam menyesal itu lebih menyakitkanku, beberapa bulan ini aku mencoba jadi pribadi yang tegar dan iklas, seorang teman mengatakan begitu. " Kalau kamu benar saying dan cinta, iklaskan saja dia menderita, biarlah kita saja yang hidup acak -acakan begini, mungkin sudah takdir kita begini, sudah banyak cara kita tempuh untuk merubah hidup kita, " kamu lihat kita tetap saj minum tuak murahan di pinggir kali busuk ini.
Kata - kata bang Roland sangat membuatku bingung, apakah dia yang bosan denganku? atau memang kata - kata dia itu benar adanya?