Kisah perjuangan merubah nasib di ibukota negara kaya Indonesia, Jakarta, siapa yang bias hidup di Jakarta dia orang berhasil. Seperti harapan banyak orang lain si Ronggur juga menjalani kisah yang sama. Menjadi menarik karena kisah cinta yang seharusnya mudah dan berhasil harus gagal di tangan penguasa negara. Kisah dimana Indonesia masih dibawah kekuasaan otoriter yang melarang orang yang berseberangan dengan penguasa, bias dipastikan harus hidup dalam tekanan. Ronggur bernasib baik bias di terima dengan tangan terbuka oleh Tulangnya, adik dari ibunya di Jakarta, tidak semulus nasib beberapa orang yang berharap bias hidup di Jakarta tapi keluarga yang tidak mampu atau tidak mau menerima terpaksa terlunta lunta hidup di jalan, bertarung dan berjuang sampai bias makan barang sekali sehari. Akan halnya Ronggur tidak demikian, nasibnya sangat bagus bias hidup dengan aman di Jakarta karena Tulang yang berjiwa besar, seorang organisator, pebisnis handal sayangnya dia beda pendapat dengan penguasa, levelnya bukan papan atas sehingga tidak terlalu jadi " sasaran " pembungkaman penguasa. Berbeda dengan elitnya yang habis di babat oleh penguasa. Mungkin karena menikah dengan orang Jawa dia jadi lebih pandai memperhalus gerakannya.
Ronnggur berencana kuliah di Jakarta tapi hidup mamaknya yang pas - pasan tidak mampu melanjutkan kuliah. Tapi Tulang yang baik ini mau membantu biaya kuliahnya. Di tengan situasi buruk ini Ronggur mencoba dan berhasil masuk AKABRI meraih pangkat Letnan di usia muda, dimana di zaman rezim otoriter semi rezim militer ini mereka adalah petugas andalan penguasa di segala bidang. Banyak hal yang bias mereka " atur " atas nama stabilitas politik.
Tania anak Tulang tidak beda dengan bapaknya, orang yang kritis, tomboy, beberapa kali harus berurusan dengan aparat. Ibunya memohon Tania untuk tidak terlibat lagi dengan gerakan itu, ibu tidak bias membayangkan kalua nasibnya nanti sama seorang wanita bernama Marsinah yang tewas oleh tangan - tangan terlatih yang seharusnya melindunginya, malah jadi malaikat pencabut nyawa untuk Marsinah. Bermain music sedikit bias mengurangi kegelisahan Tania. Sampai akhirnya Ronggur berhasil meyakinkan Tania untuk tetap menjaga nilai misinya dan tidak terlihat langsung oleh penguasa. Teman - teman Tania menyebut bela diri capoeira, bela diri perlawanan yang dibungkus tari tarian, Ronggur menyebutnya kuda Troya masuk ke dalam kekuasaan dan menhnacurkannya dari dalam. Uraian Ronggur sebagai sesama anak muda membuat Tania lebih mudah mengerti mungkin di dasari rasa suka kepada Ronggur, daripada Bahasa kedua orang tuanya. Akhirnya kedua pemuda yang berbeda karakter itu saling jatuh cinta dan saling melengkapi. Tania yang urakan bias jadi anak kalem berkat sentuhan cinta Ronggur, Ronggur anak kampung bias hidup aman di rumah Tania. Ketika Ronggur tidak ada biaya untuk kuliah dia memilih masuk AKABRI sekolah gratis milik negara. Seharusnya hubungan Ronggur dan Tania menjadi lebih mudah dengan masuknya Ronggur jadi alat negara, paling tidak Ronggur punya gaji untuk menghidupi Tania kalua mereka menikah.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Ronggur di perintah untuk menjauhi keluarga Tania, bila perlu di singkirkan, atau Ronggur yang di singkirkan dari anak tangga istana. Situasi sulit ini berlangsung lama, keduanya sangat merana karena situasi ini. Lebih menyakitkan bagi Tania karena dia tidak diberi tahu alasan menjauhnya Ronggur. Karena takut jiwa Tania yang sudah lama tidak suka dengan penguasa akan semakin nekat. Untuk urusan orang lain saja dia mau nekat melawan penguasa apalagi kalau urusan pribadi dia juga di ganggu penguasa. Dia bias nekat dan membahayakan jiwanya. Hubungan tersembunyi harus mereka jalani, tapi Tania melihat Ronggur semakin menjauh dan mencurahkan kisahnya dalam lagu - lagu Batak yang mulai dia sukai sejak kenal dengan Ronggur. Tania malu mengejar Ronggur, Ronggur takut mendekati Tania. Tapi rasa cinta yang sudah mendalam membuat Ronggur selalu mencari cara untuk bias bertemu Tania.
Si Ronggur lahir dan menghabiskan masa kecilnya di
pulau indah kepingan surga yang di letakkan di bumi, pulau Samosir. Seperti
umumnya anak kampung, mengurusi kerbau, bantu orang tua di sawah, dan yang paling
indah bererang bersama kawan – kawan di danau Toba, bisa membuat orang lupa
akan semua persoalan hidup. Setamat SMA
ibunya yang sudah lama menjanda bertanya kepada Ronggur, “Apakah kamu akan
tetap ke Jakarta Ronggur?
“ Maunya begitu mak, Tapi terserah
mamaklah, kalau tidak boleh aku di sini saja bantu mamak, tapi apakah kita bisa
merubah hidup kalau di sini mak? “ Di sini tempat yang indah tapi bukan tempat
cari makan yang baik, lihat saja kampung ini mak, dari tahun ke tahun tidak ada
perubahan. “ Semua pergi ke Jawa, bagaimana kita mau berkembang? “ Di jawa
banyak yang berhasil mak.
“ Mamak juga berat sekali Ronggur,
mamak tidak bisa berkata apa – apa, kalau saja bapakmu masih hidup? Aku akan
cepat izinkan kau pergi.
“ Itu kan ada duda yang dekati
mamak? Baiknya ku lihat orangnya mak, tapi mamak malu – malu kawin lagi.
“ Ah..kau! malu kalau kawin lagi
Ronggur, itu tidak biasa di kampung kita. “ Akan jadi pergunjingan orang –
orang.
“ Itulah susahnya di kampung ini
mak, semua mau tahu urusan kita, bagaimana kita mau maju? Padahal itu kan hal
lumrah saja, dua ketemu janda, lain kalau merebut suami orang, itu tidak baik
di adat manapun mak.
“ Ah..udahlah tidak beradat kau urusin
pribadi mamak.
“ Mamaknya yang mengeluh tidak
ada teman, aku lihat adanya solusi tapi mamak tidak mau.
“ Sudahlah, kau berangkatlah ke
Jawa, jangan lupa kirim surat ke kami, masih ingat kau alamat Tulangmu kan.
“ Masih mak.
Brummm….bus ALS melesat jauh
mengantarkan Ronggur ke pulau impian, Jawa. Seperti ribuan orang yang lain
mengadu nasib. Dari segala penjuru Indonesia datang memperjuangkan mimpinya di
pulau Jawa yang oleh penulis lama di sebut pulau Jawa Dwipa pulau penghasil
padi. Sampai hari ini semua kantor negara maupun perusahaan nasional harus
berkedudukan di Jakarta kantor pusatnya,
kalau mau diakui sebagai perusahaan bonafid. Ronggur menatap gedung pencakar
langit dengan penuh kekaguman.
“ Kenapa anak muda baru kamu ke
Jakarta?
“ Hebat ya pak.
“ Kau ingin juga punya gedung di
sini?
“ Rasanya tidak mungkin pak.
“ Hei jangan begitu, nanti kau
akan tahu mereka juga banyak yang seperti kau dulunya, anak muda dengan
semangat besar mau menahlukkan kota ini, dan berhasil. “ Kau juga bisa, asal
mau bekerja keras dan berdoa.
Tania gadis cantik dan tomboy sedang
berdebat dengan polisi di jalan, ada saja yang jadi alasan anak ini ribut.
Tania anak gadis keras kepala dan nekad. Di masa penguasa otoriter dimana
sangat dilarang melakukan unjuk rasa, atau berbeda pendapat dengan penguasa.
Tania pernah bergabung dengan sebuah kelompok yang mereka sebut malaikat
keadilan. Sebuah kelompok anak muda nekad yang berupaya melakukan pembunuhan
kepada pejabat negara yang mereka anggap pengkhianat. Kalau demonstrasi adalah
hal kecil bagi mereka.
“ Horas Tulang, sapa Ronggur.
“ Eh Ronggur! Sudah besar kau,
kau sendiri?, sambut pamannya hangat.
“ Ini beras dari ladang mamak
Tulang.
“ Ahh..mamakmu ini selalu saja
repot, memang Tulang suka beras dari ladang kita, tapi kasihan kau jadi repot
bawa- bawa ini.
“ Tidak apa – apa Tulang, kata
mamak dia bersedia membuat api di pangkuannya asal di pesta Tulang ada makanan.
“ Tuhan yang terlihat di dunia katanya.
“ Ah..itoku itu, dia orang Batak
sejati, sehat dia? Aku kangen sekali, nanti tahun baru kita pulang lah.
“ Bapak ini keponakan di ajak
ngomong terus bukannya di ajak makan, sapa Nantulang dari dapur.
Nantulang ini orang Jawa, lembut
sekali, jarang ada wanita selembut ini di Samosir, bahkan mungkin tidak ada.
Dulu Opung tidak setuju Tulang menikah dengan orang bukan Batak tapi melihat
lembutnya Nantulang, Opung tahkluk juga.
“ Itu kan pak, baru bapak tahu
kenapa orang Jawa yang banyak di istana, mereka lembut bagai air yang meresap
ke semua suku di Indonesia, semua kita percayakan negara ini di tangan mereka,
kata Tulang melihat Opung akhinya menerima menantunya di luar suku Batak.
“ Sudah Nantulang biar aku saja
yang ambil nasinya, kata Ronggur yang kikuk nasinya di buatin oleh Nantulan,
dalam adat Batak harusnya Ronggur yang melayani keluarga Tulangnya. Bapaknya
saja hormat sama Tulang apalagi dia. Tapi Nantulang yang lembut ini tidak
perduli, dia tetap saja melayani keponakannya makan.
“ Eh ada orang Samosir datang?
Teriak Tania yang baru sampai rumah.
“ Horas pariban, kata Ronggur.
“ Horas! Horas! Ngapai elu ke
sini?
“ Mau kuliah pariban.
“ Emang di kampung tidak ada
kampus?
“ Biar tahu Jakartalah pariban.
“ Oke, makan yang banyak, kalau
mau jalan- jalan nanti ngomong saja, biar gue anter.
Klop sudah seisi rumah, semuanya
wellcome dengan kehadiran Ronggur, ini awal yang baik di Jakarta. Tulang,
Nantulang ramah, pariban tomboy tapi ramah. Jakarta ini aku datang, bathin
Ronggur menatap malam kota impian itu. Pagi hari tiba Tania mengajak Ronggur
jalan – jalan, seperti biasa Tania selalu saja cari masalah di jalan.
“ Kenapa pariban suka ugal
ugalan?
“ Mungkin pelarian saja kali
bang, terlalu banyak kemarahan di hatiku.
“ Masalah apa?
“ Banyak bang, negara ini di atur
oleh para penjahat bermulut manis, aku ikut demo, mamak sakit jantung.
“ Sabar saja, kita berjuang dulu
untuk diri kita, sambil belajar lebih banyak lagi, nanti kalau ada masa yang
tepat kita lawan mereka.
“ Abang punya niat begitu?
“ Iyalah, kamu kira orang kampung
tidak punya wawasan kenegaraan? Tidak musti kita merubah yang besar besar, yang
kecil juga sama saja artinya, sambil menunggu saat yang tepat melawan yang besar.
“ Menarik juga ide kamu.
“ Kita akan mudah di patahkan
kalau suka menyerang terbuka, kita perlu mendekati lawan dan menghancurkannya
dari dalam, kamu pernah dengar kuda Troya?
“ Sekilas saja, aku faham maksud
abang, aku mau jadi apa saja asal di beri kesempatan melawan mereka.
Keadaan rumah menjadi lebih
meriah sejak ada Ronggur, Ronggur cerdas, yang pandai bicara menyenagkan orang
lain.
“ Aku rasa bisa jadi menantu kita
si Ronggur ini ma.
“ Jangan di jodohkan begitu pak,
tidak baik nantinya, kalau ada apa – apa dengan rumah tangga kita bisa kena
getahnya, biarkanlah mereka alami saja.
“ Tidak menjodohkan ma, mereka
saja yang kompak, mama lihat sendiri, kali aja jodoh, anakmu yang bandel itu
bisa hilang bandelnya sejak ada Ronggur. “ Sudah pakai baju perempuan dia ma
hahaha…
“ Kita lihat nanti saja pak.
“ Iya pas sekali kulihat ma,
siapa tahu bisa mengobati perasaan Opung di surga kalau melihat cucunya menikah
sama pariban. “ Papa tidak bisa karena keburu di ikat mama,
“ Eh enak aja, siapa yang apel ke
rumah mama?
“ Hahhahahahaha…..keduanya
tertawa bahagia mengingat masa mudanya.
Masalah muncul, mamaknya Ronggur
tidak mampu lagi memberi uang sekolah. Tulang yang bijaksana peka melihat
keceriaan di wajah keponakannya itu.
“ Tanya keponakanmu ma, pasti ada
masalah, kata Tulang kepada Nantulang.
“ Iya pa, mama lihat berapa hari
ini murung dia.
“ Paling uang sekolahnya tidak
dikirim ito dari kampung, mama bantulah kasih pinjaman.
“ Iya pa.
Rasa berhutang budi Ronggur
semakin dalam kepada Tulangnya, sudah dapat kos gratis, di kasih pinjaman uang
pula. Mungkin dengan menikah dengan Tania semua bisa terbayar. Toh Tania cocok
sama dia. Ada kabar pembukaan pendaftaran ABRI, Tulang menyarankan Ronnggur
untuk coba saja daftar masuk ABRI.
“ Jadi anggota ABRI itu tiket
kemana saja Ronggur, dimasa rezim yang mengutakaman angkatan bersenjata sebagai
sekutunya dan kekuasaan, menjadi anggota ABRI adalah tiket kesejahteraan dan
kehormatan.
“ Bolehlah Tulang, kasihan juga
mamak, mikir uang sekolah terus.
“ Kamu akan jadi antek penguasa
yang akan kita lawan!? Teriak Tania.
“ Ingat kuda Troya Tania?
“ Perubahanmu akan membuat kamu
lupa pada misi, bahkan akan lupa sama aku.
“ Hei…ini Ronggur bukan Malin
Kundang, Tania.
“ Yah..kita lihat saja nanti.
Jakarta memang kota impian,
Ronggur berubah status cepat sekali menjadi: orang negara. Tampangnya semakin
gagah berwibawa, berbalut baju negara, hanya logat Bataknya yang tidak hilang
haha…
“ Bagaimana kita membalas
kebaikan Tulangmu Ronggur? Maunya kau menikahi si Tania?
“ Tidak mamak suruh aja aku mau
menikahi dia mak, kata Letnan Ronggur.
“ Baguslah kalau begitu, tidak
sia – sia pengorbanan Tulangmu, jadi mamak juga bisa bernafas lega, kau
menikahi paribamu.
Ronggur membawa mamaknya jalan –
jalan ke Jakarta, hua hua hu….huuuu kedua adik kakak berpelukan kangen. Semakin
mirip bapak kau bapa, kata mamak Ronggur sama Tulangnya.
“ Sini mantuku teriak mamak sama
Tania.
“ Ahh..namboru main ngaku menantu
aja, tanya anaknya mau gak jadi mantu bapak?
“ Sudah aku tanya dek, mau
katanya, malah dia takut kau yang tidak mau.
“ Hahahahah….wajah Tania merah di
tembak Namborunya.
Sehabis apel pagi Ronggur di
panggil seniornya ke ruangan.
“ Tinggalkan wanita itu kalau
tidak ingin kariermu redup, pesan orang dari dalam unit intelijen.
“ Kenapa bang?
“ Dia orang pergerakan, bapaknya
orang terlarang.
“ Ada datanya bang?
“ Ada, kamu bukan orang sipil
lagi, mulai sekarang berfikir seperti negara, lebih baik lagi berfikir seperti
fikiran orang istana, kalau mau kariermu cemerlang.
“ Baik bang, apakah sejauh ini negara mencampuri urusan pribadi kita bang." Ini bukan darurat perang, tidak ada lawan yang serius.
" Kau prajurit! tidak ada hak bicara, hak bicaramu sudah dicabut, tugasmu hanya turut perintah.
" Siap bang, saya hanya bicara pribadi dengan abang, apakah ini pantas?
" Selagi mereka yang berkuasa inilah hokum, aku dengar - dengar ada pergerakan para perwira untuk tidak loyal kepada dia, entah nanti dampaknya sampai mana, kita tidak tahu. " Mereka juga sudah muak dengan pak tua, anak - anaknya merebut semua lahan bisnis yang ada, mereka sangat rakus. " Mungkin nanti akan tumbang oleh revolusi, ini rahasia kita berdua, semoga harapan kamu bias tercapai dengan pacarmu." Kurasa dia sudah tahu situasi ini, bias kamu lihat gerakan mereka nanti, sayangnya untuk sementara waktu kita harus lawan mereka sampai situasi politik berubah, apakaah kita akan terus menumpas atau menerima mereka.
" Baik bang, kata Ronggur penuh harap perubahan situasi politik.
Letnan Ronggur melamun di taman
kota yang rindah, pohon rindah itu sudah ratusan tahun disana, entah berapa
orang yang sudah memanfaatkan keteduhannya untuk merenung. Perintah dari satuan
intelijen bagai petir di siang bolong, lebih menyeramkan daripada ledakan
meriam di masa latihan dulu." Apa yang harus aku katakan kepada Tulang? Kepada
Tania? Pasti aku di anggap orang lupa diri. Ronggur membathin. Para prajurit berlari kecil di
dekat Ronggur, prajurit selalu pandai menyimpan perasaannya karena semua
hidupnya satu arah dengan komando atas. Tidak ada pendapat pribadi semua
pendapat atas komando. Ronggur pun ikut berlari mengikuti rombongan prajurit
yang berlari kecil itu.
" Siapa yang ingin latihan tinju? tanya Ronggur meraih sarung tinju warna merah.
" Saya, teriak temannya meraih sarung tinju warna biru.
" Buk bak, wuss..buk bak wuss pukulan menyasar sasaran kosong lawan pandai mengelak.
Pertarugan tinju di sasana latihan bataliyon terlihat Ronggur bagai kesetanan, untung lawannya juga prajurit tangguh tidak
kalah gesit melawan pukulan - pukulan Ronggur.
“ Hei..kau habis makan apa?
Bertinju seperti merebut juara dunia saja.
“ Tidak apa – apa, mungkin kurang
bercinta kali, kata Ronggur menyimpan perasaan pribadinya.
“ Hahhahahahha…keduanya tertawa
lebar.
Dengan sekuat tenaga Ronggur
mengajak Tulang bicara di tempat yang tidak biasa.
“ Aku di hubungi orang intelijen
Tulang, katanya Tulang orang terlarang.
“ Oh..sejauh itu mereka
mengawasiku? Kalau itu kata mereka sudah pasti benar, kita tidak hak
menyanggah, Tulang tidak apa – apa kalau kamu menjauh, aku tahu hatimu seperti
mamakmu tidak ada sebiji pasirpun kehilangan cinta padaku pada kami, tapi
bagaimana dengan Tania? Aku duga kalian sudah ada hubungan jauh.
“ Terimakasih atas kebesaran hati
Tulang, benar aku ada janji dengan Tania, aku akan menikah dengan dia, tentunya
denga restu Tulang, kalua resikonya aku tidak bis berkarier dengan baik, bahkan akan di pecat kalua tidak mau menceraikan istri.
“ Ah..itu pasti aku restui,
adalah kewajiban menikah dengan pariban. “ Tapi dengan situasi ini aku tidak
punya kalimat yang tepat untuk Tania, dia akan sangat marah kepada penguasa dia
bisa nekad, aku tidak mau kehilangan dia, aku juga tidak mau kamu terganggu kariernya, mamak kamu sangat senang sekarang, kamu menjauh saja pelan – pelan,
semoga dia bisa melupakanmu, "sialan rezim bajingan ini!, tidak henti – hentinya
menyusahkan orang. “ Entah sampai kapan kekuasaanya mereka langgeng.
Perintah tugas ke daerah konflik sedikit
mengurangi intensitas pertemuannya dengan Tania, banyak ke tidak puasan daerah kepada pemerintah pusat yang berlanjut ke pemisahan diri dengan senjata. Sepulang tugas ke luar daerah
Ronggur tidak pulang ke rumah Tania. Ronggur memilih tidur di barak bersama
anak buahnya.
“ Kenapa pak, lagi berantem sama
pacar? Goda anak buahnya.
“ Ah..kau mau tahu aja urusan
atasan.
“ Kita kan keluarga pak, wajar
dong saling tahu perasaan masing – masing.
“ Ya gitulah.
“ Biasa itu pak, mana mampu dia
melupakan perwira muda ganteng dan brilian seperti bapak.
“ Kau memuji diri sendiri Sersan.
“ Hahahhahah…keduanya tertawa
lebar.
“ Tania, bapak minta kamu jauhi
saja Si Ronggur, dia tidak tepat untuk kamu, lihat saja dia tidak lagi mau
menghubungi kamu, jangan jatuhkan harga diri nak.
“ Iya pak, sepertinya memang
begitu, sejak jadi alat negara dia lupa sama kita, persis seperti dugaanku
dulu.
Hari – hari Tani jadi murung, dia
berkumpul bersama teman – temannya mainkan sebuah lagu, “ Ito naung leleng
hinaholongan ”. “ Kita sudah lama berteman, kau yang berjanji kepada bapak
untuk menikahiku, sesudah aku memberi hati kau malah pergi. Teman – teman
aktifis Tania ikut sedih dengan kisah rekan seperjuangan mereka. Hari hari
pergerakan menjadi pelarian Tania. Sampai pada puncaknya penguasa yang sudah
berkuasa puluhan tahun itu tumbang.
“ Tania jangan di garis depan,
aku tidak mau kamu luka, pesan Letnan Ronggur.
“ Apa arti luka bagimu bang? Kamu
tidak tahu luka yang lebih berat yang aku alami.
“ Aku tahu Tania, aku sangat
tahu, kamu kira aku tidak luka?
“ Luka apanya bang? Kamu sehat –
sehat saja, paling tidak aku bangga dengan analisaku” kamu akan lupa sama kami
kalau sudah jadi orangnya penguasa.
“ Tidak sesederhana itu Tania.
“ Dari dulu urusan cinta bisa
mudah bisa sulit bang, tergantung kita.
“ Bukan itu Tania, aku harus
pergi dulu, pasukanku akan bergerak.
“ Semoga aku mati di tanganmu
bang.
“ Tania! Jangan menambah bebanku,
menyingkir dari damonstran.
“ Temanku butuh aku bang, seperti
pasukanmu butuh kau. “ Sampai ketemu dilapangan bang.
Perubahan besar di negeri ini
telah terjadi, semua sudah berani berekspresi, tidak ada lagi cap orang
terlarang. Termasuk cap untuk bapaknya Tania dan banyak lainnya. Semua mabuk
kebebasan. Perubahan yang juga merubah situasi hubungan Ronggur dan Tania.
Bapak Tania bersama teman – temannya sibuk diskusi di teras rumah tentang
perubahan kekuasaan politik di negerinya.
“ Malam Tulang, malam semua.
“ Hei..rupanya kau dekat sama
orang penguasa? Teriak teman kepada bapak Tania.
“ Dia keponakanku, musuh di atas
kertas sahut bapak Tania.
“ Tania ada Tulang?
“ Belum pulang, paling kumpul
sama aktifis pro demokrasi merayakan kemengan ini, kalian kalah.
“ Itu politisi Tulang, aku
prajurit aku tunduk pada keinginan rakyat, penguasa bisa saja berganti.
“ Hei ngapain orang penguasa ke
sini pa? teriak Tania yang baru sampai rumah.
“ Bajuku milik negara tapi hatiku
masih milik rumah ini Tania.
“ Ohya??
“ Saya mau bicara.
Keduanya pergi ke sudut rumah di
depannya terhampar rumput yang seolah ikut merakan perubahan ini.
“ Mungkin sudah saatnya saya
bicara Tania, saya tidak tahu mau berkata apa ketika orang intelijen
memerintahkan saya menjauhi kalian, dunia rasanya runtuh. “ Aku lebih baik
tidak jadi alat negara kalau harus berpisah darimu, tapi Tulang meyakinkan saya
untuk bersabar.
“ Aku sudah cukup dewasa untuk
memahami kalau itu masalahnya bang.
“ Otakmu yang faham, tapi hatimu
akan berontak menantang penguasa, kami tidak ingin kamu nekad seperti biasa. “
Biarlah marahmu sama aku saja. “ Dengan perubahan ini akan ada penghapusan cap
orang terlarang, tidak lama lagi kita akan bisa menikah.
“ Hmmm…abang maafkan kata –
kataku yang tidak tahu situasi.
“ Aku maklum Tania, kalau tidak
ad perubahan ini aku tidak akan mau pisah darimu.