Kamis, 02 April 2020

kisah cinta beda kelas

Yanti menyelidiki masalah masyarakat di daerah X berkenalan dengan Samsul pemuda idealis yang sangat benci kepada mayoritas pejabat di daerahnya. Semua memikirkan diri sendiri, sedangkan Samsul dengan kekuatan yang nyaris tidak ada selalu letih melihat masalah yang dihadapi masyarakatnya. Penelitian itu menghadapkan mereka pada satu kenyataan yang selama ini tersembunyi di masyarakat. Keduanya menghadapi masalah itu dengan tidak kenal lelah dan penuh semangat karena keduanya mendapat energi yang besar sedang di mabuk asmara. Yanti di tantang bapaknya untuk menangani masalah di masyarakat sendiri, untuk modal nanti kalau mau jadi politisi. Bapaknya tidak sadar kalua Yanti sedang mendapat dukungan dari Samsul. Yanti sebenarnya anak pejabat tinggi yang di perintah bapaknya menyamar ke tengah - tengah rakyat untuk penyelidikan. Bapaknya sudah tidak percaya lagi kepada laporan staf nya mereka takut melaporkan masalah yang sebenarnya karena takut anggaran akan di tujukan ke sana. Lebih baik anggaran itu untuk proyek yang sedang mereka nikmati hasilnya. Samsul merasa diperalat oleh Yanti selama ini dan marah sekali kepada Yanti. Tapi tidak bias berkata apa - apa karena komunikasi ke Yanti sulit dilakukan. " Apakah hubungan kita juga bagian dari tugas kamu?
" Tidak Sam, itu bagian nyata, aku cinta kamu. " Untuk apa kamu lakukan ini? " Untuk belajar, jadi politikus, saya tidak mau kamu melihat saya sebagai anak pejabat, karena itu akan membuat kamu bersikap berbeda dengan saya. Bapak saya mengajarkan untuk tidak melihat status sosial seseorang agar otak kita bisa objektif menilai. " Lagi pula kekuasaan tidak bisa abadi, kita bukan monarki lagi, aku tidak mau kamu meninggalkanku kalau bapakku tidak berkuasa lagi. " Ditambah kamu sangat sinis sama pejabat. " Kita lihat saja nanti, sampai mana bapakmu akan melaksanakan semua ide - ide ini. " Mereka politisi Sam, jangan terpengaruh dengan kebijaksanaannya, apapun kebijksanaan mereka aku ingin tetap bersama kamu.

Rabu, 01 April 2020

menenendang budaya

Terinspirasi dari buku bersikap " bodo amat " sepertinya kita perlu bersikap begitu untuk melakukan perubahan. Masyarakat yang gamang dalam bersikap, perlu di sadarkan oleh budaya tandingannya, bukan budaya baru. Budaya yang sudah lama di ajarkan oleh orang bijak masa lalu, tapi budaya ini selalu akan tergerus oleh budaya populis yang menyerang manusia dari zaman ke zaman. Budaya matrealistis kata siosiolog , prilaku duniawi kata agamawan. Kita mulai dari manusia lahir sudah di harapkan jadi " orang " emang dia lahir bukan sebagai orang? hehe..maksudnya jadi orang ternama, bisa karena kaya, bisa karena berkuasa, bisa juga karena populer sebagai artis. Terus yang gagal bukan orang? dengan malu - malu di sebut jadi orang sebenarnya sebut saja jadi orang hebat itu lebih tepat. Terus yang tidak hebat bagaimana? tidak kan, semua orang berguna, kalau yang hebat itu pengusaha kaya? lah terus karyawan yang berjuang untuk kekayaan dia tidak hebat? bahkan tanpa karyawan ini si pengusaha tidak bisa kaya.


Anak - anak masuk sekolah, yang pintar yang rangking yang hebat, yang sehari hari tidak bisa mengikuti program studi yang dibuat entah berdasarkan apa? tidak hebat? semua anak pasti punya kelebihana sejak dari lahir. Tidak ada yang lebih hebat semua manusia berharga. Bahkan penjahat yang di hukum juga ada harganya, coba kalau mereka tidak ada? polisi, jaksa, hakim, petugas lapas, akan di PHK hehe...bukan mendukung penjahat ya, orang jahat dimulai dari dalam rumah, anak yang di abaikan orang tua yang mengaku bermoral, anak yang dimanjakan orang tua dengan dalih moral, anak yang di siksa oleh lingkungan, akhirnya jadi anak yang jahat.


Kerja bergengsi, jadi PNS, jadi TNI,Polri, politikus adalah kerja yang bergengsi, jadi pelayan masyarakat kok bergengsi? oo..ada niat oknum keluarga yang tidak baik. Jadi aparatur negara banyak peluang mendapat uang tidak benar dan terhormat. Yang tidak bisa mencapai itu tidak hebat? harusnya kita harus tetap bangga walau tidak seperti yang orang - orang pada umumnya anggap hebat. Bukan berarti jadi aparatur negara itu tidak baik, baik sekali kalau di jalan yang benar, misalnya benar - benar elayani rakyat dengan sepenuh hati, tidak korupsi, dan tetap terhormat di mata masyrakat. Kalau tujuannya terhormat? sudah pasti bisa di dapat, tapi kalau tujuannya kaya? itu yang agak sulit. Karena kehormatan tidak berbanding lurus dengan kekayaan. Bagaimana masyarakat mau hormat kalau meminta uang kepada masyarakat yang makan sehari hari saja sulit?


Gaya hidup manusia dewasa yang sudah bekerja menjadi satu masalah juga, baju mahal untuk dipakai ke kantor, mobil dan segala pernak Pernik yang menunjukkan dia berkelas. Tidak masalah kalau uangnya dari uang sendiri tanpa harus menyusahkan orang lain dengan korupsi, menipu, misalnya.

Untuk melawan itu semua mudah di atas kertas, tapi dalam pelaksanaannya sangat berat, apalagi mayoritas orang akan menantang. Coba saja kalua anakmu rangking ? kau akan mendapat tekanan mental dari lingkunganmu. Entah disebut atau tidak, kamu akan merasa kalua semua orang menyindir kamu. Tidak mampu mendidik anak.

kisah cinta di tangan penguasa




Kisah perjuangan merubah nasib di ibukota negara kaya Indonesia, Jakarta, siapa yang bias hidup di Jakarta dia orang berhasil. Seperti harapan banyak orang lain si Ronggur juga menjalani kisah yang sama. Menjadi menarik karena kisah cinta yang seharusnya mudah dan berhasil harus gagal di tangan penguasa negara. Kisah dimana Indonesia masih dibawah kekuasaan otoriter yang melarang orang yang berseberangan dengan penguasa, bias dipastikan harus hidup dalam tekanan. Ronggur bernasib baik bias di terima dengan tangan terbuka oleh Tulangnya, adik dari ibunya di Jakarta, tidak semulus nasib beberapa orang yang berharap bias hidup di Jakarta tapi keluarga yang tidak mampu atau tidak mau menerima terpaksa terlunta lunta hidup di jalan, bertarung dan berjuang sampai bias makan barang sekali sehari. Akan halnya Ronggur tidak demikian, nasibnya sangat bagus bias hidup dengan aman di Jakarta karena Tulang yang berjiwa besar, seorang organisator, pebisnis handal sayangnya dia beda pendapat dengan penguasa, levelnya bukan papan atas sehingga tidak terlalu jadi " sasaran " pembungkaman penguasa. Berbeda dengan elitnya yang habis di babat oleh penguasa. Mungkin karena menikah dengan orang Jawa dia jadi lebih pandai memperhalus gerakannya. 


Ronnggur berencana kuliah di Jakarta tapi hidup mamaknya yang pas - pasan tidak mampu melanjutkan kuliah. Tapi Tulang yang baik ini mau membantu biaya kuliahnya. Di tengan situasi buruk ini Ronggur mencoba dan berhasil masuk AKABRI meraih pangkat Letnan di usia muda, dimana di zaman rezim otoriter semi rezim militer ini mereka adalah petugas andalan penguasa di segala bidang. Banyak hal yang bias mereka " atur " atas nama stabilitas politik.

Tania anak Tulang tidak beda dengan bapaknya, orang yang kritis, tomboy, beberapa kali harus berurusan dengan aparat. Ibunya memohon Tania untuk tidak terlibat lagi dengan gerakan itu, ibu tidak bias membayangkan kalua nasibnya nanti sama seorang wanita bernama Marsinah yang tewas oleh tangan - tangan terlatih yang seharusnya melindunginya, malah jadi malaikat pencabut nyawa untuk Marsinah. Bermain music sedikit bias mengurangi kegelisahan Tania. Sampai akhirnya Ronggur berhasil meyakinkan Tania untuk tetap menjaga nilai misinya dan tidak terlihat langsung oleh penguasa. Teman - teman Tania menyebut bela diri capoeira, bela diri perlawanan yang dibungkus tari tarian, Ronggur menyebutnya kuda Troya masuk ke dalam kekuasaan dan menhnacurkannya dari dalam. Uraian Ronggur sebagai sesama anak muda membuat Tania lebih mudah mengerti mungkin di dasari rasa suka kepada Ronggur, daripada Bahasa kedua orang tuanya. Akhirnya kedua pemuda yang berbeda karakter itu saling jatuh cinta dan saling melengkapi. Tania yang urakan bias jadi anak kalem berkat sentuhan cinta Ronggur, Ronggur anak kampung bias hidup aman di rumah Tania. Ketika Ronggur tidak ada biaya untuk kuliah dia memilih masuk AKABRI sekolah gratis milik negara. Seharusnya hubungan Ronggur dan Tania menjadi lebih mudah dengan masuknya Ronggur jadi alat negara, paling tidak Ronggur punya gaji untuk menghidupi Tania kalua mereka menikah. 

Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Ronggur di perintah untuk menjauhi keluarga Tania, bila perlu di singkirkan, atau Ronggur yang di singkirkan dari anak tangga istana. Situasi sulit ini berlangsung lama, keduanya sangat merana karena situasi ini. Lebih menyakitkan bagi Tania karena dia tidak diberi tahu alasan menjauhnya Ronggur. Karena takut jiwa Tania yang sudah lama tidak suka dengan penguasa akan semakin nekat. Untuk urusan orang lain saja dia mau nekat melawan penguasa apalagi kalau urusan pribadi dia juga di ganggu penguasa. Dia bias nekat dan membahayakan jiwanya. Hubungan tersembunyi harus mereka jalani, tapi Tania melihat Ronggur semakin menjauh dan mencurahkan kisahnya dalam lagu - lagu Batak yang mulai dia sukai sejak kenal dengan Ronggur. Tania malu mengejar Ronggur, Ronggur takut mendekati Tania. Tapi rasa cinta yang sudah mendalam membuat Ronggur selalu mencari cara untuk bias bertemu Tania.




Si Ronggur lahir dan menghabiskan masa kecilnya di pulau indah kepingan surga yang di letakkan di bumi, pulau Samosir. Seperti umumnya anak kampung, mengurusi kerbau, bantu orang tua di sawah, dan yang paling indah bererang bersama kawan – kawan di danau Toba, bisa membuat orang lupa akan semua persoalan hidup.  Setamat SMA ibunya yang sudah lama menjanda bertanya kepada Ronggur, “Apakah kamu akan tetap ke Jakarta Ronggur?

“ Maunya begitu mak, Tapi terserah mamaklah, kalau tidak boleh aku di sini saja bantu mamak, tapi apakah kita bisa merubah hidup kalau di sini mak? “ Di sini tempat yang indah tapi bukan tempat cari makan yang baik, lihat saja kampung ini mak, dari tahun ke tahun tidak ada perubahan. “ Semua pergi ke Jawa, bagaimana kita mau berkembang? “ Di jawa banyak yang berhasil mak.

“ Mamak juga berat sekali Ronggur, mamak tidak bisa berkata apa – apa, kalau saja bapakmu masih hidup? Aku akan cepat izinkan kau pergi.

“ Itu kan ada duda yang dekati mamak? Baiknya ku lihat orangnya mak, tapi mamak malu – malu kawin lagi.

“ Ah..kau! malu kalau kawin lagi Ronggur, itu tidak biasa di kampung kita. “ Akan jadi pergunjingan orang – orang.

“ Itulah susahnya di kampung ini mak, semua mau tahu urusan kita, bagaimana kita mau maju? Padahal itu kan hal lumrah saja, dua ketemu janda, lain kalau merebut suami orang, itu tidak baik di adat manapun mak.

“ Ah..udahlah tidak beradat kau urusin pribadi mamak.

“ Mamaknya yang mengeluh tidak ada teman, aku lihat adanya solusi tapi mamak tidak mau.

“ Sudahlah, kau berangkatlah ke Jawa, jangan lupa kirim surat ke kami, masih ingat kau alamat Tulangmu kan.

“ Masih mak.

Brummm….bus ALS melesat jauh mengantarkan Ronggur ke pulau impian, Jawa. Seperti ribuan orang yang lain mengadu nasib. Dari segala penjuru Indonesia datang memperjuangkan mimpinya di pulau Jawa yang oleh penulis lama di sebut pulau Jawa Dwipa pulau penghasil padi. Sampai hari ini semua kantor negara maupun perusahaan nasional harus berkedudukan  di Jakarta kantor pusatnya, kalau mau diakui sebagai perusahaan bonafid. Ronggur menatap gedung pencakar langit dengan penuh kekaguman.



“ Kenapa anak muda baru kamu ke Jakarta?

“ Hebat ya pak.

“ Kau ingin juga punya gedung di sini?

“ Rasanya tidak mungkin pak.

“ Hei jangan begitu, nanti kau akan tahu mereka juga banyak yang seperti kau dulunya, anak muda dengan semangat besar mau menahlukkan kota ini, dan berhasil. “ Kau juga bisa, asal mau bekerja keras dan berdoa.



Tania gadis cantik dan tomboy sedang berdebat dengan polisi di jalan, ada saja yang jadi alasan anak ini ribut. Tania anak gadis keras kepala dan nekad. Di masa penguasa otoriter dimana sangat dilarang melakukan unjuk rasa, atau berbeda pendapat dengan penguasa. Tania pernah bergabung dengan sebuah kelompok yang mereka sebut malaikat keadilan. Sebuah kelompok anak muda nekad yang berupaya melakukan pembunuhan kepada pejabat negara yang mereka anggap pengkhianat. Kalau demonstrasi adalah hal kecil bagi mereka.  

“ Horas Tulang, sapa Ronggur.

“ Eh Ronggur! Sudah besar kau, kau sendiri?, sambut pamannya hangat.



“ Ini beras dari ladang mamak Tulang.

“ Ahh..mamakmu ini selalu saja repot, memang Tulang suka beras dari ladang kita, tapi kasihan kau jadi repot bawa- bawa  ini.

“ Tidak apa – apa Tulang, kata mamak dia bersedia membuat api di pangkuannya asal di pesta Tulang ada makanan. “ Tuhan yang terlihat di dunia katanya.

“ Ah..itoku itu, dia orang Batak sejati, sehat dia? Aku kangen sekali, nanti tahun baru kita pulang lah.

“ Bapak ini keponakan di ajak ngomong terus bukannya di ajak makan, sapa Nantulang dari dapur.

Nantulang ini orang Jawa, lembut sekali, jarang ada wanita selembut ini di Samosir, bahkan mungkin tidak ada. Dulu Opung tidak setuju Tulang menikah dengan orang bukan Batak tapi melihat lembutnya Nantulang, Opung tahkluk juga.

“ Itu kan pak, baru bapak tahu kenapa orang Jawa yang banyak di istana, mereka lembut bagai air yang meresap ke semua suku di Indonesia, semua kita percayakan negara ini di tangan mereka, kata Tulang melihat Opung akhinya menerima menantunya di luar suku Batak.

“ Sudah Nantulang biar aku saja yang ambil nasinya, kata Ronggur yang kikuk nasinya di buatin oleh Nantulan, dalam adat Batak harusnya Ronggur yang melayani keluarga Tulangnya. Bapaknya saja hormat sama Tulang apalagi dia. Tapi Nantulang yang lembut ini tidak perduli, dia tetap saja melayani keponakannya makan.

“ Eh ada orang Samosir datang? Teriak Tania yang baru sampai rumah.

“ Horas pariban, kata Ronggur.

“ Horas! Horas! Ngapai elu ke sini?

“ Mau kuliah pariban.

“ Emang di kampung tidak ada kampus?

“ Biar tahu Jakartalah pariban.

“ Oke, makan yang banyak, kalau mau jalan- jalan nanti ngomong saja, biar gue anter.

Klop sudah seisi rumah, semuanya wellcome dengan kehadiran Ronggur, ini awal yang baik di Jakarta. Tulang, Nantulang ramah, pariban tomboy tapi ramah. Jakarta ini aku datang, bathin Ronggur menatap malam kota impian itu. Pagi hari tiba Tania mengajak Ronggur jalan – jalan, seperti biasa Tania selalu saja cari masalah di jalan.

“ Kenapa pariban suka ugal ugalan?

“ Mungkin pelarian saja kali bang, terlalu banyak kemarahan di hatiku.

“ Masalah apa?

“ Banyak bang, negara ini di atur oleh para penjahat bermulut manis, aku ikut demo, mamak sakit jantung.

“ Sabar saja, kita berjuang dulu untuk diri kita, sambil belajar lebih banyak lagi, nanti kalau ada masa yang tepat kita lawan mereka.

“ Abang punya niat begitu?

“ Iyalah, kamu kira orang kampung tidak punya wawasan kenegaraan? Tidak musti kita merubah yang besar besar, yang kecil juga sama saja artinya, sambil menunggu saat yang tepat melawan yang besar.

“ Menarik juga ide kamu.

“ Kita akan mudah di patahkan kalau suka menyerang terbuka, kita perlu mendekati lawan dan menghancurkannya dari dalam, kamu pernah dengar kuda Troya?

“ Sekilas saja, aku faham maksud abang, aku mau jadi apa saja asal di beri kesempatan melawan mereka.

Keadaan rumah menjadi lebih meriah sejak ada Ronggur, Ronggur cerdas, yang pandai bicara menyenagkan orang lain.

“ Aku rasa bisa jadi menantu kita si Ronggur ini ma.

“ Jangan di jodohkan begitu pak, tidak baik nantinya, kalau ada apa – apa dengan rumah tangga kita bisa kena getahnya, biarkanlah mereka alami saja.

“ Tidak menjodohkan ma, mereka saja yang kompak, mama lihat sendiri, kali aja jodoh, anakmu yang bandel itu bisa hilang bandelnya sejak ada Ronggur. “ Sudah pakai baju perempuan dia ma hahaha…

“ Kita lihat nanti saja pak.

“ Iya pas sekali kulihat ma, siapa tahu bisa mengobati perasaan Opung di surga kalau melihat cucunya menikah sama pariban. “ Papa tidak bisa karena keburu di ikat mama,

“ Eh enak aja, siapa yang apel ke rumah mama?

“ Hahhahahahaha…..keduanya tertawa bahagia mengingat masa mudanya.



Masalah muncul, mamaknya Ronggur tidak mampu lagi memberi uang sekolah. Tulang yang bijaksana peka melihat keceriaan di wajah keponakannya itu.

“ Tanya keponakanmu ma, pasti ada masalah, kata Tulang kepada Nantulang.

“ Iya pa, mama lihat berapa hari ini murung dia.

“ Paling uang sekolahnya tidak dikirim ito dari kampung, mama bantulah kasih pinjaman.

“ Iya pa.

Rasa berhutang budi Ronggur semakin dalam kepada Tulangnya, sudah dapat kos gratis, di kasih pinjaman uang pula. Mungkin dengan menikah dengan Tania semua bisa terbayar. Toh Tania cocok sama dia. Ada kabar pembukaan pendaftaran ABRI, Tulang menyarankan Ronnggur untuk coba saja daftar masuk ABRI.

“ Jadi anggota ABRI itu tiket kemana saja Ronggur, dimasa rezim yang mengutakaman angkatan bersenjata sebagai sekutunya dan kekuasaan, menjadi anggota ABRI adalah tiket kesejahteraan dan kehormatan.

“ Bolehlah Tulang, kasihan juga mamak, mikir uang sekolah terus.

“ Kamu akan jadi antek penguasa yang akan kita lawan!? Teriak Tania.

“ Ingat kuda Troya Tania?

“ Perubahanmu akan membuat kamu lupa pada misi, bahkan akan lupa sama aku.

“ Hei…ini Ronggur bukan Malin Kundang, Tania.

“ Yah..kita lihat saja nanti.

Jakarta memang kota impian, Ronggur berubah status cepat sekali menjadi: orang negara. Tampangnya semakin gagah berwibawa, berbalut baju negara, hanya logat Bataknya yang tidak hilang haha…

“ Bagaimana kita membalas kebaikan Tulangmu Ronggur? Maunya kau menikahi si Tania?

“ Tidak mamak suruh aja aku mau menikahi dia mak, kata Letnan Ronggur.



“ Baguslah kalau begitu, tidak sia – sia pengorbanan Tulangmu, jadi mamak juga bisa bernafas lega, kau menikahi paribamu.

Ronggur membawa mamaknya jalan – jalan ke Jakarta, hua hua hu….huuuu kedua adik kakak berpelukan kangen. Semakin mirip bapak kau bapa, kata mamak Ronggur sama Tulangnya.

“ Sini mantuku teriak mamak sama Tania.

“ Ahh..namboru main ngaku menantu aja, tanya anaknya mau gak jadi mantu bapak?

“ Sudah aku tanya dek, mau katanya, malah dia takut kau yang tidak mau.

“ Hahahahah….wajah Tania merah di tembak Namborunya.

Sehabis apel pagi Ronggur di panggil seniornya ke ruangan.

“ Tinggalkan wanita itu kalau tidak ingin kariermu redup, pesan orang dari dalam unit intelijen.

“ Kenapa bang?

“ Dia orang pergerakan, bapaknya orang terlarang.

“ Ada datanya bang?

“ Ada, kamu bukan orang sipil lagi, mulai sekarang berfikir seperti negara, lebih baik lagi berfikir seperti fikiran orang istana, kalau mau kariermu cemerlang.

“ Baik bang, apakah sejauh ini negara mencampuri urusan pribadi kita bang." Ini bukan darurat perang, tidak ada lawan yang serius.

" Kau prajurit! tidak ada hak bicara, hak bicaramu sudah dicabut, tugasmu hanya turut perintah.
" Siap bang, saya hanya bicara pribadi dengan abang, apakah ini pantas?

" Selagi mereka yang berkuasa inilah hokum, aku dengar - dengar ada pergerakan para perwira untuk tidak loyal kepada dia, entah nanti dampaknya sampai mana, kita tidak tahu. " Mereka juga sudah muak dengan pak tua, anak - anaknya merebut semua lahan bisnis yang ada, mereka sangat rakus. " Mungkin nanti akan tumbang oleh revolusi, ini rahasia kita berdua, semoga harapan kamu bias tercapai dengan pacarmu." Kurasa dia sudah tahu situasi ini, bias kamu lihat gerakan mereka nanti, sayangnya untuk sementara waktu kita harus lawan mereka sampai situasi politik berubah, apakaah kita akan terus menumpas atau menerima mereka.
" Baik bang, kata Ronggur penuh harap perubahan situasi politik. 

Letnan Ronggur melamun di taman kota yang rindah, pohon rindah itu sudah ratusan tahun disana, entah berapa orang yang sudah memanfaatkan keteduhannya untuk merenung. Perintah dari satuan intelijen bagai petir di siang bolong, lebih menyeramkan daripada ledakan meriam di masa latihan dulu." Apa yang harus aku katakan kepada Tulang? Kepada Tania? Pasti aku di anggap orang lupa diri. Ronggur membathin. Para prajurit berlari kecil di dekat Ronggur, prajurit selalu pandai menyimpan perasaannya karena semua hidupnya satu arah dengan komando atas. Tidak ada pendapat pribadi semua pendapat atas komando. Ronggur pun ikut berlari mengikuti rombongan prajurit yang berlari kecil itu.

" Siapa yang ingin latihan tinju? tanya Ronggur meraih sarung tinju warna merah.
" Saya, teriak temannya meraih sarung tinju warna biru.

" Buk bak, wuss..buk bak wuss pukulan menyasar sasaran kosong lawan pandai mengelak.

Pertarugan tinju di sasana latihan bataliyon terlihat Ronggur bagai kesetanan, untung lawannya juga prajurit tangguh tidak kalah gesit melawan pukulan - pukulan Ronggur.


“ Hei..kau habis makan apa? Bertinju seperti merebut juara dunia saja.

“ Tidak apa – apa, mungkin kurang bercinta kali, kata Ronggur menyimpan perasaan pribadinya.


“ Hahhahahahha…keduanya tertawa lebar.


Dengan sekuat tenaga Ronggur mengajak Tulang bicara di tempat yang tidak biasa.


“ Aku di hubungi orang intelijen Tulang, katanya Tulang orang terlarang.

“ Oh..sejauh itu mereka mengawasiku? Kalau itu kata mereka sudah pasti benar, kita tidak hak menyanggah, Tulang tidak apa – apa kalau kamu menjauh, aku tahu hatimu seperti mamakmu tidak ada sebiji pasirpun kehilangan cinta padaku pada kami, tapi bagaimana dengan Tania? Aku duga kalian sudah ada hubungan jauh.

“ Terimakasih atas kebesaran hati Tulang, benar aku ada janji dengan Tania, aku akan menikah dengan dia, tentunya denga restu Tulang, kalua resikonya aku tidak bis berkarier dengan baik, bahkan akan di pecat kalua tidak mau menceraikan istri.

“ Ah..itu pasti aku restui, adalah kewajiban menikah dengan pariban. “ Tapi dengan situasi ini aku tidak punya kalimat yang tepat untuk Tania, dia akan sangat marah kepada penguasa dia bisa nekad, aku tidak mau kehilangan dia, aku juga tidak mau kamu terganggu kariernya, mamak kamu sangat senang sekarang, kamu menjauh saja pelan – pelan, semoga dia bisa melupakanmu, "sialan rezim bajingan ini!, tidak henti – hentinya menyusahkan orang. “ Entah sampai kapan kekuasaanya mereka langgeng.

Perintah tugas ke daerah konflik sedikit mengurangi intensitas pertemuannya dengan Tania, banyak ke tidak puasan daerah kepada pemerintah pusat yang berlanjut ke pemisahan diri dengan senjata. Sepulang tugas ke luar daerah Ronggur tidak pulang ke rumah Tania. Ronggur memilih tidur di barak bersama anak buahnya.

“ Kenapa pak, lagi berantem sama pacar? Goda anak buahnya.

“ Ah..kau mau tahu aja urusan atasan.



“ Kita kan keluarga pak, wajar dong saling tahu perasaan masing – masing.

“ Ya gitulah.



“ Biasa itu pak, mana mampu dia melupakan perwira muda ganteng dan brilian seperti bapak.

“ Kau memuji diri sendiri Sersan.



“ Hahahhahah…keduanya tertawa lebar.

“ Tania, bapak minta kamu jauhi saja Si Ronggur, dia tidak tepat untuk kamu, lihat saja dia tidak lagi mau menghubungi kamu, jangan jatuhkan harga diri nak.

“ Iya pak, sepertinya memang begitu, sejak jadi alat negara dia lupa sama kita, persis seperti dugaanku dulu.

Hari – hari Tani jadi murung, dia berkumpul bersama teman – temannya mainkan sebuah lagu, “ Ito naung leleng hinaholongan ”. “ Kita sudah lama berteman, kau yang berjanji kepada bapak untuk menikahiku, sesudah aku memberi hati kau malah pergi. Teman – teman aktifis Tania ikut sedih dengan kisah rekan seperjuangan mereka. Hari hari pergerakan menjadi pelarian Tania. Sampai pada puncaknya penguasa yang sudah berkuasa puluhan tahun itu tumbang.

“ Tania jangan di garis depan, aku tidak mau kamu luka, pesan Letnan Ronggur.

“ Apa arti luka bagimu bang? Kamu tidak tahu luka yang lebih berat yang aku alami.



“ Aku tahu Tania, aku sangat tahu, kamu kira aku tidak luka?

“ Luka apanya bang? Kamu sehat – sehat saja, paling tidak aku bangga dengan analisaku” kamu akan lupa sama kami kalau sudah jadi orangnya penguasa.

“ Tidak sesederhana itu Tania.

“ Dari dulu urusan cinta bisa mudah bisa sulit bang, tergantung kita.

“ Bukan itu Tania, aku harus pergi dulu, pasukanku akan bergerak.



“ Semoga aku mati di tanganmu bang.

“ Tania! Jangan menambah bebanku, menyingkir dari damonstran.



“ Temanku butuh aku bang, seperti pasukanmu butuh kau. “ Sampai ketemu dilapangan bang.

Perubahan besar di negeri ini telah terjadi, semua sudah berani berekspresi, tidak ada lagi cap orang terlarang. Termasuk cap untuk bapaknya Tania dan banyak lainnya. Semua mabuk kebebasan. Perubahan yang juga merubah situasi hubungan Ronggur dan Tania. Bapak Tania bersama teman – temannya sibuk diskusi di teras rumah tentang perubahan kekuasaan politik di negerinya.

“ Malam Tulang, malam semua.

“ Hei..rupanya kau dekat sama orang penguasa? Teriak teman kepada bapak Tania.

“ Dia keponakanku, musuh di atas kertas sahut bapak Tania.

“ Tania ada Tulang?

“ Belum pulang, paling kumpul sama aktifis pro demokrasi merayakan kemengan ini, kalian kalah.

“ Itu politisi Tulang, aku prajurit aku tunduk pada keinginan rakyat, penguasa bisa saja berganti.



“ Hei ngapain orang penguasa ke sini pa? teriak Tania yang baru sampai rumah.

“ Bajuku milik negara tapi hatiku masih milik rumah ini Tania.



“ Ohya??

“ Saya mau bicara.

Keduanya pergi ke sudut rumah di depannya terhampar rumput yang seolah ikut merakan perubahan ini.

“ Mungkin sudah saatnya saya bicara Tania, saya tidak tahu mau berkata apa ketika orang intelijen memerintahkan saya menjauhi kalian, dunia rasanya runtuh. “ Aku lebih baik tidak jadi alat negara kalau harus berpisah darimu, tapi Tulang meyakinkan saya untuk bersabar.

“ Aku sudah cukup dewasa untuk memahami kalau itu masalahnya bang.



“ Otakmu yang faham, tapi hatimu akan berontak menantang penguasa, kami tidak ingin kamu nekad seperti biasa. “ Biarlah marahmu sama aku saja. “ Dengan perubahan ini akan ada penghapusan cap orang terlarang, tidak lama lagi kita akan bisa menikah.

“ Hmmm…abang maafkan kata – kataku yang tidak tahu situasi.

“ Aku maklum Tania, kalau tidak ad perubahan ini aku tidak akan mau pisah darimu.