Sabtu, 16 November 2019

judul

" Kaulah bintangku, kaulah cahaya hidupku, kaulah energi yang kekal yang membuatku tidak kenal lelah, walau hanya melihat senyummu. Aku kira senyum itu untukku, ternyata senyummu untuk semua orang, kaulah bintang dunia. Rambutmu kau ikat di belakang, tidak ada make up, tidak ada kimia apapun di wajahmu, tapi kau lebih cantik dari bintang sinetron manapun. Imelda Yanti namamu, hanya menulis namamu di atas tanah tempatku berladang saja, aku bagaikan susah memelukmu, seolah kau yang duduk di gubuk memberiku semangat mengolah lahan pertanian orang tuaku. Entah sudah berapa banyak video mimpiku yang berbintangkan dirimu. Aku bahkan tidak tega membayangkan kau dalam onanimu, karena bagiku kau cinta sejatiku, bukan objek nafsuku.

Dunia serasa runtuh ketika aku mendengar ibu yang melahirkanku buru - buru bergerak menuju rumahmu, acara adat lamaran katanya. " Siapa mak? itu si Melda di lamar orang kota, aku diam mematung tidak mampu merespon mamak yang beranjak pergi, sambil berkata " makan kau Joni, makanya menikah biar ada yang masak untuk kau, " kata - kata mamakpun tidak bisa aku jawab, karena masih mematung, bukan mematung seperti temanku si Made orang Bali yang pandai membuat patung, ini aku sendiri yang seperti patung. Bisa dipastikan, ikan teri sambal dan daun singkong rebus masakan mamak tidak aku sentuh sama sekali. " Kenapa? kenapa? kenapa? orang lain yang melamar Melda? apakah aku tidak pantas? begitu tega dia menikah, melupakan kami pemuda - pemuda kampung Semangka mengidamkan kau. Aku pergi ke rumah Rahman temanku yang paling setia, " si,,,Melda menikah ya? kata Rahman yang tahu perasaanku, " Sudah kubilang, cepat lamar Melda sebelum di lamar orang, sekarang, tinggallah kau, dia akan di bawa orang. " Kita minum tuak aja Man, ajakku. " Hahahahaha....ayoklah kawan, semoga kau bisa melupakannya.

" Kau tahu siapa laki - laki itu Man?
" Tidak, katanya sih orang kaya dari kota.

" Mungkin karena dia kaya itu kali ya, Melda cepat menerima.
" Iya kayaknya, ini tuak kita sudah datang.

" Kalau Meldanya sih tidak matrealistis Jon, buktinya si Roni yang kaya di kampung kita melamar tidak juga dia ladeni. " Paling orang tuanya yang tergila gila sama orang kota Jon, tahu sendirilah, kampung kita kan miskin dan ketinggalan, makanya banyak orang kampung kita pergi kekota, bukan semata mata karena uang juga, tapi demi status sebagai " orang kota" padahal kalau mau rajin kerja di kampung kita juga bisa kaya. " Kau lihat saja, bagaimana orang kampung kita memperlakukan orang kota, bagai menyambut raja. " Padahal kata bapakku, di kota juga cuma kerja biasa aja, cuma gaji kecil, tapi karena berani keluar kampung, dia seolah lebih maju.
" Gruk,,,,ah yang pasti hatiku hancur Man, entah sampai kapan aku tersiksa begini?

" Cinta tidak selamanya memiliki kawan, kalau memang cintaku tulus? kau pasti bisa berbahagia untuknya, doakanlah dia bebahagia.
" Iyalah Man, semoga dia bahagia, kalau tidak bahagia pun, aku masih mau menerima jandanya.

" Hahahaha,,,kau memang benar - benar cinta mati ya Jon, menunggu jandanya saja kau mau.
" Iya Man. " Coba kau cari tahu ke kota mana orang itu akan membawa Melda?

" Untuk apa Jon?
" Aku mau merantau ke kota itu, biar dekat Melda Man.

" Terus?
" Aku lebih bahagia kalau bisa melihat dia Man.

" Melihat istri orang?
" Cuma melihat wajahnya saja Man.

" Aduh! gawat kau ini Jon, tapi terserah kaulah kawan, sebagai aku mendukung apapun yang kau jalani, cuma aku minta jangan kau ganggu rumah tangganya, sebagai teman aku tidak setuju Jon.
" Tidak Man, hanya ingin melihat wajahnya saja tidak lebih.

Melda masih pariban jauh dari Joni, yang berarti kalau bapaknya Melda berpesta? keluarga Joni yang jadi seksi sibuk. Begitu menurut aturan adatnya. Bagaiman beratnya perasaan Joni harus capek masak dan beres - beres segala keperluan pesta pernikahan Melda dengan pria pilihannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar