Sabtu, 31 Agustus 2019

Surga dunia


Semua manusia beragama pasti ingin ke surga, surga yang katanya indah, damai, tidak ada kekurangan apa - apa.  Tidak ada ribut, tidak ada kemiskinan.

Dalam agama kita diajarkan saling memaafkan, saling memberi, yang kaya membantu yang miskin, yang kuat melindungi yang lemah. Iklas, iklas kalau orang lain mengambil barang kita. tentu akan damai sekali dunia ini kalau bisa begini.

Bukan hal tidak mungkin itu terjadi, sejarah umat manusia pernah mencatat pemimpin yang sangat perduli rakyatnya. Yang kaya membantu yang miskin, kalau sudah tidak mampu lagi membantu, si kaya melapor kepada pemimpin bahwa kita perlu kebijakan yang membuat orang miskin bahagia.

Kamar rumah si kaya sangat banyak, berikanlah kepada yang miskin. Yang miskin jangan malas, tetaplah bekerja.

Pak Robby seorang aparat negara, dia sangat sangat beribadah, sangat iklas. Tidak mau korupsi, apalagi mau menyalahgunakan kewenangan. Setiap ada masalah masyarakat dia tangani dengan sepenuh hati.

Sabtu, 24 Agustus 2019

namamu abadi di dalam adat

" Pak Risna " orang - orang menyebutku. Risna nama kekasih hatiku yang pergi meninggalkanku, dengan alasan yang membuat pusing; hutang keluarga. Dengan sedih aku berusaha melupakan dia, tapi bagaimana mau lupa kalau nama dia Risnawati aku abadikan jadi anak pertamaku.

" Nanti kau makan dadap! kata mantan calon mertua kepada Risna waktu itu. Dadap buah pahit dan berduri.
" Tapi aku sayang dia mak?

" Kamu menikah saja sama Dahlan, dia lebih mapan.
" Tidak bisa mak.

" Pokoknya harus mau, atau kau keluar dari rumah ini.
" Mamak tidak punya perasaan. Kata Risna lari ke luar rumah, dan mendatangiku di gubuk tempat aku biasa beristirahat dari kerja di ladang.

Derai air mata membawa serta Risna menerobos jalan perladangan yang dipenuhi semak belukar. Menceritakan semua perintah mamaknya.

" Abang harus menikahi aku dan kita kawin lari.
" Baiklah dek, kalau itu maumu, tapi kita akan hidup susah.

Bapaknya, calon mertuaku, seorang pemabok yang tidak pernah perduli keadan rumah tangganya. Kasihan sekali Risna dan adik laki - lakinya harus menanggung gelar orang paling miskin di kampung. Hutang istrinya membuat istrinya gusar dengan menerima pinangan Dahlan. Mungkin dengan Dahlan semua hutang bisa di bayar.

" Hei Rolan, sini kau! kata bapak calon mertua yang berjlaan gontai karena mabuk tuak seharian.
" Iya pak,

" Mulai sekarang, kau jauhi anakku Risna, atau kau, ini! katanya mengkepal tinjunya, dia memang terkenal tukang ribut di kampung kami.
" Maaf pak, apa tidak sebaiknya Risna yang menentukan pilihan hidupnya karena dia yang akan menjalani?

" Kau banyak omong! plak! kata - kata dan tangannya sama cepatnya melayang ke wajahku. Aku tangkis, membuat dia semakin emosi, dan melayangkan tamparan berikutnya. Aku mengelak, dia beri lagi. Aku ini orang miskin yang aku punya hanya harga diri. Dalam kebiasaan adat kami, kalau harga diri sudah dinjak injak lebih baik mati. Kata - kata itu melintas di kupingku. " Bak, buk! pukulan balasan dariku melayang ke wajah dan rusuknya, dia sempoyongan, dan jatuh tepat di atas batu. Dia pingsan, atau barangkali mati. Aku minta tolong agar di bantu membawa tubuh besar dan bau ini ke rumah sakit.

Nasib berkata lain, semua sudah terlambat, aku sudah merasakan dinginnya tahanan polisi. Sebentar lagi akan menghadapi sidang pengadilan atas tuduhan: membunuh. Duniaku gelap, ternak tidak ada yang urus, ladang bakal gagal panen. Yang mengobati luka hati hanya beberapa teman yang membesuk dan berkata," memang layak mati orang tua busuk itu.

Risna terpaksa menerima pinangan Dahlan, demi hutang mamaknya. Derai tangis dia terus berderai kata teman yang membesuk ke tahanan. Duniaku semakin gelap. Tahanan membentuk diriku jadi bajingan tengik yang putus asa, manusia yang paling berani adalah manusia yang putus asa. Keberanian adalah modal utama di dunia kriminil. Teman di tahanan menuliskan " Risna " di lengan kiriku. Hidupku sudah selesai. Keluar tahanan aku sudah jadi bajingan yang turut memberi kerusakan negara ini. Selaras dengan yang dilakukan oleh pejabat korup.

Merasa membeli Risna, Dahlan sangat semena mena kepada Risna, dia selingkuh, bahkan berani membawa wanita selingkuhannya ke rumah di depan Risna. Begitu kata Risna suatu saat dia mendatangiku di salah satu tempat minum para bajingan.

" Kau tega dek, sudahlah kau nikmati saja hidupmu kataku sambil tetap memeluk wanita pelayan minuman di sebelahku.
" Abang juga tega, tidak melihat perasaan hatiku, ini demi mamak, aku mau harapkan abang juga tidak ada gunanya lagi. " Terimakasih bang, sudah mau mendengar ceritaku, aku pamit dulu bang, kata Risna menunduk membelakangi kami. Siapa yang sanggup melihat bekas kekasihnya menderita?

" Tunggulah Ris!
" Apa lagi bang?

" Terus maksudmu bagimana? apa aku harus menerima kau? kau mau cerai?
" Kalau abang masih mau menerima aku, aku mau cerai bang.

" Terus, kau lihat hidupku ini, tidak jelas, mau makan apa kau?
" Makan dadap pun aku siap, asal abang mengahargai aku sebagai istri paling tidak sebagai manusia.

" Ya sudahlah, kau uruslah ceraimu, kau tahu dimana mencari aku.
" Baik bang, kata Risna menatap dengan bahagia lengan kiriku yang hanya memakai kaos buntung, masih tertulis namanya " Risna ".

Mendengar Risna mendatangi aku, Dahlan marah besar dan memukuli Risna sampai tewas. Untuk kedua kalinya aku masuk penjara karena memukuli Dahlan, untung Abas temanku menahan sekuat tenaga, kalau tidak, Dahlan bakal tewas di tanganku. Bagi bajingan, memukul dan membunuh meningkatkan daya jual di dunia kriminil.

45 tahun sudah usiaku, preman muda sudah bermunculan dengan keberanian yang jauh lebih nekat. Aku mencoba kembali ke ladang milik orang tuaku seperti dulu lagi. Berternak, menanam sayuran, tetap saja daun - daun sayur dan ayam seperti mengejekku sebagai " orang sial " sedunia. Tapi ini lebih baik daripada tewas di tikam di jalanan.

" Ayam sialan! teriak wanita berlari ke ladangku.
" Eh, abang? sudah disini lagi, sudah lama di sini lagi bang? tanya wanita yang bukan remaja lagi.

" Kau? Tianni?
" Iya bang, kelamaan merantau sama orang kampung sendiril lupa.

" Kembali dari kematian dek, sudah berapa anakmu?
" Hahaha...belum laku juga bang.

" Kau milih - milih ya?
" Tidak juga bang, tidak ada yang datang melamar ke rumah, masak aku yang lamar orang?

" Hahaha....tawa kami berdua mendengung di ladang sayuran ini. Ayam - ayamku yang tadi ketakutan melihat Tianni karena menganggu sayuran milikynya, ikut senyum riang karena wanita ini teman bosnya.
 " Jadi benar kau masih sendiri yan?
" Benar bang, kenapa ? ada minat?

Wanita perawan kalau sudah berumur suka ceplas ceplos saja kalau bicara, sudah putus asa barangkali. Tapi itu lebih baik untuk mengetahui keadaannya.

" Hehehe..emang kau mau sama duda bekas bajingan?
" Kalau abang bertanggung jawab, silakan bicara sama mamak dan bapak, tapi benar kan? abang sudah duda? nanti ada yang ribut lagi, malu aku bang.

" Benar yan, aku sudah duda, menikahnya juga asal - asal saja dulu.
" Datanglah bang, mamak sama bapak sudah kenal abang juga.

Inilah akhir perjalanan hidupku, menikah dengan Tianni memiliki anak pertama bernama Risnawati. Pak Risna orang - orang memanggil namaku, setiap kali mendengar nama itu, kenangan kelam muncul kembali, tapi Tianni mampu mengobati semua perasaan itu.

Kamis, 15 Agustus 2019

mangga


Bas! ini Joni nyariin, kata mama di ruang tamu. Aku buru - buru bangkit dari tempat tidur pengangguranku.

" Hei Jon! ganteng kali kau anj*ng! ( panggilan sayang kami semasa SMA).
" Emang kau anj*ng kurap? pagi - pagi masih lecek, balasnya sengit.

Saya lupa sedang berbicara dengan aparat negara yang gagah dan berkuasa di era Orde Baru ini. Kalau bapak ini orang lain? Sudah pasti kepalaku benjol.


" Kapan kau selesai pendidikan Letnan?
" Baru dua hari ini Bas, habis syukuran ama keluarga, ziarah ke makam kakek, tidak sabar ketemu anj*ng kurap ini, sudah kerja kau?


" Belum Jon, kuliah juga tidak ada uang. Cari kerja belum dapat juga.
" Sabar ya Jon, sebentar lagi aku dinas, aku usahakan kerja untuk kau.


" Semoga bisa Jon, kerja apa saja aku mau. Kasihan mama selalu sedih melihat aku.
" Apalagi kalau mau kerja apa saja, lebih mudah tugas ku kawan.


Perwira ABRI muda ini sangat mempesona, padahal dulu sewaktu SMA dia bukan siapa - siapa, hanya anak kampung hobby olahraga. Aku sangat terhormat di datangi. Aku yakin siapapun pemuda sebaya kami mau berteman dengan dia.


" Minum dulu pak komandan kata mama membawa minuman," Ibu sampai lupa sama kamu nak, rupanya dulu sering main ke sini ya?
" Iya bu, terimaksih.


" Dulu kan belum jadi alat ma, bedalah kalau sudah pendidikan, lama lagi, " berapa lama Jon?
" Emapat tahun, jawab Joni mantap.


" Bantu Abas cari kerja nak, sejak papanya meninggal, dia tidak bisa kuliah.
" Pasti ma, akan Joni usahakan.


" Syukurlah nak, kamu mau bantu, Ibu sangat berharap.
" Sudah dia bilang tadi ma, Abas mau kok kerja apa saja.


" Bagaimana kabarnya Dewi? tanya Joni.
" Untuk apa kamu cari Dewi? kau kan tahu sejak SMA dia sudah tidak karuan, sibuk gonta ganti pacar, apalagi sekarang? kabarnya sudah jadi anak malam.


" Kau sendiri pasti masih ingin tahu kabar Dewi." Janga bohong kau!
" Iyalah, tapi mana dia perduli siapa aku, dulu sama kau juga dia tidak perduli, tapi tidak tahu kalau sekarang pak komandan datang? kemungkinan besar dia perduli, tapi masak kau masih mau sama dia? " Tidak sekelaslah, itu bang Ruskan lulus AKABRI ngapelnya ke rumah Pangdam.


 “ Lihat nantilah, yang penting pengen ketemu dulu.


 “ Ayolah, kalau begitu, sambutku malas plus kangen lihat wajah bintang kelas kami semasa SMA dulu.
Teringat lagi semua kenangan SMA lima tahun yang lalu, Dewi anak cerdas, cantik, dia Dewi seperti kata orang Yunani, di idolakan oleh hampir semua anak cowok SMA 17. Aku sendiri sempat selisih faham dengan Joni shabatku ini, hanya karena berebut simpati Dewi. Sewaktu jalan – jalan bersama teman satu kelas, tentunya ada Dewi disana. Ada acara foto bersama, saya berharp punya foto yang ada Dewi di situ. Tapi rupanya Joni tidak mau beri salah satu foto itu. Padahal aku ikut bayar uang cuci foto, ini tahun 95an, mendapatkan satu lembar foto bukan perkara mudah. Sudah mahal, anak SMA mana pula yang pegang uang? Kecuali Erik anak pejabat yang sempat juga jalan sama Dewi.
Berjalan berdua Joni di lorong sekolah berpapasan dengan Dewi.

“ Hai Wi,
“ Hai, mana pada kemana? tanya Dewi. Sapaan yang sangat indah dari Dewi.

“ Mau jalan ke kampung, mau ikut Wi? Tawar kami.
“ Gaklah, bawa oleh – oleh saja ya, lanjut Dewi.
“ Oke! Kata kami serentak dan semangat.

Jalan ke kampung terasa indah sekali karena sapaan Dewi yang manis, tidak henti – hentinya kami bahas Dewi sepanjang jalan. Berbicara dengan orang tua Joni juga terasa asyik saja. Tidak lupa kami bawakan mangga Samosir yang kecil dan manis untuk Dewi, memungut di halaman rumah Joni. Mangga yang berwajah jelek kami sikat habis, yang berwajah halus kami sisakan untuk Dewi. Pagi hari menuju sekolah Joni sudah duluan sampai ke sekolah karena mangga oleh – oleh untuk Dewi sudah dia amankan dengan paksa di dalam tas sekolahnya.

“ Ihhh,,,beneran bawa oleh – olehnya, aku Cuma bercanda lo, kata Dewi cekikikan setengah jijik melihat aksi kami berdua.
“ Bagi dong, bagi dong kata cewek – cewek lain, di kelas kami. Teman – teman cowok melongo saja melihat keakraban kami dengan Dewi. Hanya si Bahar yang masih menyimpan kamus.

“ Cie....kasih mangga minta kembalian itu Wi, teriak Bahar.
“ Kembalian apaan?tanya Dewi pura – pura tidak tahu.

“ Buah ini, kata Bahar membentuk love di kedua tangannya.
“ Huuuuu.....teriak yang lain.

Istirahat belajar kami cari – cari Dewi tidak ada, iseng – iseng kami mencari Erik anak tampan dan kaya. Melihat mobil bokapnya Erik di belakang sekolah di tutupi semak – semak belakang sekolah. Spontan kami mengendap endap mengintip siapa di mobil Erik. Tidak lupa kepala kami berdua berbenturan berkali bali karena sibuk mencari celah mengintip. Dewi dan Erik berpagutan panas di dalam mobil kijang milik papanya Erik, rok abu – abu milik Dewi tersingkap jauh ke pangkal pahanya yang mulus. Ujung telapak kakinya meronta ronta nikmat, kaki mulusnya menginjak injak mangga pemebrian kami di lantai mobil. Rasa perih melihat baju sekolah Dewi acak acakan, ditambah lagi melihat mangga yang kami pungut satu persatu di halaman rumah Joni, plus memanjat mangga yang setengah matang. Anak muda sakit tapi masih mudah menikmati rangsangan adegan panas itu, sampai sore hari berakhir kamar mandi kami masing – masing.

Persis ulah Lia yang kalau menulis ke papan tulis suka memamerkan beha silangnya, cewek lain pakai beha ditambah singlet lagi. Lia mah tidak begitu, dia tidak pakai kaos singlet, langsung baju sekolah dan beha silangnya, sangat hot. Tidak heran Lia memang sudah jelas pemain semasa SMA kalau Dewi tidak, dia alami, pacaran biasa saja, Cuma saking larisnya banyak sekali cowok yang mengejar dia.

Tidak terasa lamunanku berhenti di depan rumah yang sangat kami hafal bentuknya, nomornya, jalan dan rt rwnya. Di depan rumah Dewi kami teringat lagi masa ngapel ke rumah ini. Adu gaya, adu bahasa meraih simpati Dewi Kusumawardani, bintang sekolah dan kelas kami. Rumah itu tidak banyak berubah.

“ Tok tok,tok,
“ Siapa? Suara dari dalam.
“ Kami bu, jawab kami.

“ Dewi ada bu? Tanya kami. Mamanya Dewi tidak kenal kami, saking banyaknya cowok yang datang ke rumah ini.
“ Kalian nyari siapa pak ?  Wajah mamanya agak gugup melhat Joni berbaju dinas. Ini tahun kejayaan ABRI kejayaan bapak Presiden Suharto yang sangat menyangi perajuritnya: ABRI. Orang biasa sangat malas berurusan dengan yang namanya ABRI. Tidak heran mamanya Dewi gugup.

“ Kami teman SMA Dewi bu, ada dia bu?
“Eh sebentar ya pak.

“ Wiiiii....teriak mamanya kencang.
“ Iya maa....sambut Dewi masih indah suaranya.

“ Eh, uh, eh, mmmm...Abas? lama Dewi mengingat ingat baru ingat nama anj*ng kurap ini, dari dulu sampai sekarang, tetap saja kurap dimata Dewi. Bertolak belakang dengan sikapnya kepada Joni.
“ Ada apa pak? Lanjut Dewi tidak kenal Joni yang masih mengenakan topi dinasnya.

“ Saya Joni, lupa ya?
Dewi menganga lama ingat, lupa, kaget, bercampur jadi satu.
“ Oh, Iya, mm..Pak, eh Joni boleh panggil nama ya pak?

“ Boleh, jawab Joni penuh wibawa di tambah niat lagi diwibawa wibawakan di depan Dewi, perasaan tadi sama aku gaya bicaranya tidak begitu, semprul! dalam hatiku.

Selanjutnya Joni dan Dewi asyik bicara berdua saja, aku coba menimpali juga seolah tidak mereka dengar, semprul ! semprul! kalau tidak berharap kerja dari Letnan Joni, sudah kabur saya dari rumah sialan ini. Dari dulusampai sekarang tetap saja anj*ing kurang di depan Dewi, Joni mah sudah lain dia sudah di lihat dua belah mata oleh Dewi dan orang tuanya. Bahkan pak rt sok akrab pura – pura bertanya “ saya kira ada apa pak? Kok bapak aparat ke sini, kata pak rt malu – malu kucing, tidk lupa kenalan dengan Letnan Joni. Kapan lagi bisa kenal perwira ABRI kalau tidak begini. Tidak terasa sudah setengah hari kami di rumah Dewi.

“ Jangan pulang dulu ya, ibu masak ni, kata mamanya Dewi mengakrabkan diri.
“ Aku mah tidak henti hentinya mengumpat dalam hati, semprul! semprul!

Pulang dari rumah Dewi, Joni tidak henti hentinya berkata, betapa puasnya dia membuat Dewi terpesona.

“ Nanti saya ajak jalan dia Bas,kata Joni.
“ Benaran Jon? Apa kamu tidak jijik ama Dewi?

“ Tenang saja dek Abas, kata Joni meledek.
“ Terserah kaulah pak komandan, aku aja?

“ Apa kau? Tidak mau? Joni tahu isi kepalaku. “ Benar! Sergah Joni.
“ Tidak tahulah Jon.
“ Tu kan, kau juga tidak bisa jawab.

Dalam hatiku benaran juga masih sulit mengatakan tidak sama Dewi, bahkan lebih cepat kata “ tidak ‘ dari Dewi kalau aku yang meminta, tapi kalau Joni yang meminta aku pastikan Dewi bilang iya empat kali sekaligus, Letnan muda melamar anak Presiden saja masih layak. Buktinya Kapten Prabowo saja melamar anak PresidenSuharto, nasib, nasib, jalan hidupku dengan Joni bagai langit dan bumi. Semoga pak Letnan ini tidak lupa janjinya memberi kerjaan, siapa tahu aku bisa juga mencari wanita yang secantik Dewi. Dulu saja sering kalah cepat ama Joni, apalagi sekarang? Tiga bulan sudah berlalu sejak kepergian kami ke rumah Dewi. Mungkin Joni sudah pergi sendiri ke sana.

“ Hei kurap! Teriak Joni di depan pintu, jangan tanya kenapa dia tidak menelpon dulu? Ini tahun 95an, handphone masih sangat langka.
“ Hei komandan, aku mencoba ramah, takut diabaikan oleh pak komandan ini.

“ Pertama begini kurap! Besok atau nanti sore ini kau cari seragam satpam, kau kerja jadi satpam di pabrik tempat anak buahku sering kontrol, “ siap kau kurap?
“ Siap komandan! Teriakku mau pergi cari baju satpam.

“ Sebentar dulu kurap, langsung sibuk saja kau, kerjaan gampang, anak buahku yang atur,” Kau duduk dulu dengar ceritaku.
“ Siap komandan!

“ Aku sudah jalan sama Dewi, aku bawa dia ke hotel, aku telanjangi.
“ Wuih...kau apain dia?

“ Masak aku ceritain semua? Kau tahulah anak muda bagimana.
“ Aku tahu, tapi aku penasaran, apa dia masih perawan?

“ Tidak lagi Bas, tapi aku sudah puas balas dendam.
“ Loh kok, balas dendam?

“ Iyalah, masalah menikahi dia kan, belum bisa aku masih ikatan dinas. Sementara aku menjauh dulu, biar saja dia memohon sama aku.
“ Hhahaha...gila kau Jon, masak masih dendam sama Dewi?

“ Emang kau tidak dendam? Aku masih ingat mangga yang biasanya di makan adik – adikku kita bawa untuk Dewi, cuma untuk diinjak injak dia di lanti mobil Erik.

Aku terdiam tidak bisa menjawab, benar juga omongan anak ini. Teringat lagi kemarahan kami dulu, tapi kan Dewi tidak minta? Kami aja sok manis bawa mangga segala. Tapi aku malas mendebat Joni, nanti aku batal kerja lagi. Belum lagi mama dengar kabar ini, bisa – bisa dia cium kaki Joni.

“ Tu kan kau juga tidak bisa jawab, teriak Joni.

“ Ya sudah aku jalan dulu cari baju.

“ Kau ada uang?
“ Ya gak ada Jon, ini juga mau ke pasar dulu lihat mama, siapa tahu dia bisa pinjam uang sama temannya di pasar. Mama jualan di jalanan pasar tanpa kios, sedih sekali kalau lihat mama di pasar. Tapi aku yakin dia akan bersemangat sekali mendengar kabar ini. Aku tidak perduli gajinya berapa, yang penting mama tidak sedih setiap kali melihat aku pulang dari luar tidak dapat kerja. Kerja jadi kuli di pasar malah membuat mama tambah sedih.

“ Ini kau ambil uang ini, tapi kau utang ya kurap!
“ Sssiap komandan.

Hari – hariku jadi satpam pabrik sudah berjalan lima bulan. Aku jadi kesayangan kepala satpam karena rajin dan dengat dengan bapak pembina Sersan Budi anak buah Joni. Aku sangat bersyukur dengan situasi ini. Aku tidak pernah merasa lelah, seolah seluruh energi alam menyatu ke dalam tubuhku. Kalau aku lihat di cermin,wajahku semakin ganteng. Aku punya empat atasan, kepala satpam, kepala pabrik, Sersan Budi, Letnan Joni. Semua aku hormati layaknya orang tuaku sendiri. Memang mereka persis seperti orang tuaku yang mengantarkan aku melihat dunia. Mereka ini mengantarkan aku naik kelas sosial, ini bukan uotsourcing masa kini, ini masa satpam langsung jadi karyawan, emang kepala pabrik berani menolak perintah perwira ABRI. Di budaya Timur, sikap loyak saya itu akan di sambut kasih sayang. Bisa saja di balas kesewenang wenangan, tapi tidak, karena aku teman sekolah Letnan Joni.

“ Bas! Suara indah memanggilku dari belakang, tanganku yang memegang selang sedang mencuci sepeda motor Sersan Budi.
“ Eh Wi, ada apa? Mana Joni? Kamu darimana? Pertayaanku bagai senapan otomatis yang ada di foto Sersan Budi.

“ Mau bicara ada waktu Bas?
“ Eh, masuk ke dalam saja Wi.

Aku mengajak Dewi ke dalam ruangan satpam yang sempit, tidak lupa minta maaf dulu kepada Sersan Budi. “ Maaf dan, ada pacar Letnan Joni, “ Silakan dek, kata Sersan Budi.

“ Aku habis dari rumah kamu Bas, kata mama kamu kerja di sini ( Dewi menyebut “ mama” ke mamaku? Duh..indahnya).
“ Iya Wi, pak Komandan bantu aku kerja di sini.

“ Iya mama juga bilang gitu.
“ Aku.. ( duh..mama lagi katanya menyebut mamaku). “ Ada apa nyari aku Wi? Sepertinya perlu benar.

“ Aku tidak tahu mau cerita kemana, aku cari – cari Joni tidak ada, kok hilang tidak ada kabar? Masak begitu sama teman SMA?
" Emang apa janji kalian? ( aku pura - pura tidak tahu niat Joni balas dendam, benaran anak itu dendam membara sama Dewi) kasihan juga melihat bintang sekolah ini jadi sia - sia begini. Dulu dia suka menganggap remeh sama cowok yang suka sama dia. Malah sibuk ngejar cowok hebat, sudah dapat malah penasaran sama cowok yang lebih hebat lagi. Intinya dia suka cowok yang menolak dia, malah anggap remeh sama yang suka sama dia. Seperti sekarang ini, Joni menghindar malah dia yang mengejar.

" Tidak ada janji Bas, tapi tahulah kalau orang sudah dekat kan ada niat melanjutkan gitu, tidak musti janji - jani segala.
" Jadinya gini Wi, dia bebas pergi kapan saja.

" Tapi kan? dia sudah!

Dewi malas melanjutkan kata - katanya, mungkin aku terlalu remeh untuk tempat curhat pribadi dia, paling juga di mau manfaatkan aku untuk cari Joni.

" Kenapa Wi? tanyaku pura - pura bego, tapi terbayang rubuh indahnya digaghi oleh Joni. Anak ini memang sangat mempesona. Panas ruang satpam membuat kulitnya memerah, keringat tipis keluar dari wajah mulusnya, seperti orang habis bercinta. " Apa kamu hamil? tanyaku memberanikan diri.

" Enak aja, emang aku apaan?

Aku jadi bertanya tanya apa Joni bohong saja sudah mengagahi dia. Tapi kalau belum berhasil menggagahi? pasti Joni masih aktif mengejar Dewi. Dasar aja Dewi menganggap aku terlalu remeh untuk cerita masalah pribadi.

" Jadi apa yang bisa aku bantu Wi?
" Kamu cari Jonilah, apa maksud dia? biar aku tahu untuk memutuskan dengan siapa?

Anak ini memang sombong, sudah jelas kebelet sama Joni tapi masih saja ngeles cari yang lain. Aku biarin saja mampus dia, ini semua akibat kesombongan dia dari dulu karena banyak cowok yang mengejar. Cowok yang memuja dia dicuekin, cowok yang jual mahal dia kejar, semprul.

" Baiklah Wi, nanti aku coba cari Joni.
" Terimaksih Bas, salam sama mama ya, aku tidak bisa mampir lagi.

Aduh, dia panggil mama lagi sama mamaku, aku jadi berfikir ulang untuk memilih dia seandainya Joni mencampakkan dia.

" Hei komandan, aku di datangi Dewi, dia minta sikap kau.
" Sikap apa? aku tidak ada janji apa - apa dengan dia.

" Tapi kau sudah tiduri dia semprul.
" Tapi kan sama - sama enak, lagian dia sudah tidak perawan kok, aku salah apa?

Aku diam tidak bisa berkata apa - apa lagi.

" Tapi paling tidak kamu putuskan, bersama atau tidak? jadi dia kan tahu.
" Tidak tega juga aku Bas, kau saja yang bilang ya.

" Ya sudah nanti aku coba jelaskan ke Dewi.

Sepanjang jalan pulang, plus dapat uang dari Letnan Joni, aku berfikir bagaimana memulai kata - kata sama Dewi? wanita yang dulu aku kagumi, bahkan kalau di suruh memilih antara dia atau mama? mungkin aku pilih dia, mana mungkin pula hubungan sama mama hilang begitu saja. Yang penting Dewi sudah dapat. Sekarang Dewi bagai wanita pengemis cinta kepada orang yang dulu tidak masuk dalam daftar dia. Tapi panggilannya " mama" membuat aku berfikir ulang, karena aku sangat sayang mama. Sampai di rumah aku langsung ke pasar menemui mama berjualan di jalan becek.

" Mama udah makan?
" Sudah Bas, kau sudah makan?

" Sudah ma,
" Tadi ada wanita cantik cari kau dan Joni.

" Iya ma, benar dia panggil" mama" sama mama?
" Iya, emang kenapa?

" Kok tumben anak itu sopan sama keluargaku? dulu dia tidak pernah lihat aku ma.
" Oh begitu, emang cantik dia, anak orang kaya ya?

" Tidak juga ma, tapi dibanding kita? ya lebih kaya dia. " Aku pergi ke rumah dulu ya ma, mungkin aku mau kerumah Dewi, dia ada hubungan ama Joni ma.
" Ya sudah nak, sekalian kamu juga cari buat mantu mama.

" Iya ma, emang mama perlu mantu?
" Iya perlulah, biar tidak sepi di rumah.

Habis makan sayur asem sambal terasi buatan mama, aku jalan ke rumah Dewi.

" Sepertinya Joni mau putus Wi,
" Oh gitu, kenapa dia tidak berani datang? tidak jantan dia.

" Dia tidak tega Wi.
" Terus ngomong apa lagi dia.

" Biasalah Wi, tentan hubungan kalian yang tidak sehat, katanya kau sudah tidak suci lagi.
 " Oh gitu, aku tidak meminta hidup begini Bas, ini semua alami saja, aku kira pria yang cocok sama aku bisa dipercaya ternyata tidak, aku bukan pelacur, aku jalan saja atas nama cinta, aku kira Joni bisa mengerti ternyata tidak. " Sudah nasib saya Bas, Dewi menunduk.

" Kalau kau mau sendiri? biar aku pergi dulu.
" Kamu sibuk Bas?

" Tidak sih Wi, habis leps piket malam agak bebas sampai besok pagi.
" Ya, di sini aja dulu Bas, aku kesepian, itu juga kalau kamu tidak keberatan.

" Tidak apa - apa Wi sampai sore di sini. " Tapi kalau aku lapar makan di sini aja ya.
" Ya tinggal makan aja Bas di dapur.

" Emang kamu bagaiman dulu sama Erik?
" Dia cuma berpertualang Bas.

" Kami pernah intip kamu sama Erik di mobil kijang dia, mangga yang kami bawa kamu injak - injak di mobil, aku dan Joni sakit hati. " Kayaknya Joni masih dendam.
" Oh kalian ngintip?

" Gitu deh.
" Ih, jorok.

" Masih muda Wi, tontonan gratis.
" Joni dendam? emang aku janji apa sama dia?

" Begitu juga sekarang Wi, dia janji apa sama kamu?
" Kau juga dendam?

" Sedikit Wi, tapi kamu panggil mama sama mama saya sangat mengobati hati saya, saya merasa dihargai, jarang orang panggil mama sama mama, biasanya orang panggil " mbok".
" Orang tua harus kita hormati Bas, walau anaknya bukan pacar kita, tidak salah kita hargai.

" Itulah yang membuat dendamku berkurang Wi.
" Terimakasih Bas, masak segitunya dendam? aku kan tidak selingkuh dari kalian, kita teman sekelas, tidak salah dong aku pesan oleh - oleh sama teman. " Rupanya kalian menyimpan rasa juga?

" Siapa yang tidak suka sama kau Wi? banyak teman sekolah suka kau.
" Maaf deh Bas, aku tidak menyangka sejauh itu perasaan kalian, aku sendiri hancur berantakan kok. " Apa kau juga pernah suka sama aku?

" Bukan pernah Wi, sampai sekarang aku masih suka kamu.
" Ihhh...Bas...apa kamu tidak jijik sama aku?

" Sedikit, tapi sepertinya rasa suka lebih besar.
" Aduh Bas, aku jadi bingung, apakah kamu berkata dari hati?

" Iya Wi,
" Kau mau menikahi aku?

" Mau!
" Terimakasih Bas, aku janji akan jadi istri yang setia dengan apapun keadaanmu.

Tatapan mesra kedua insan ini berakhir di pelukan hangat di temani suara binatang malam.

" Kau yakin menikahi Dewi Bas? dia bekas orang lain.
" Aku kasihan Jon, lagi pula aku memang suka dia, rasanya kalau tidak begini keadaannya aku tidak mungkin bisa mendekati dia.

" Nanti kau menyesal Bas.
" Semoga tidak Jon.

" Sebagai teman aku hanya bisa mendukung apapun keputusanmu yang sudah kau diskusikan dengan aku, kata Joni.

Dengan sumbangan yang besar Joni membantu biaya pernikahan Abas dan Dewi. Lebih pada persahabatannya dengan Abas daripada Dewi.  Mama sangat senang melihat mantunya yang cantik dan ramah, sebentar lagi akan punya cucu bathinnya.

Pernikahan berjalan cepat tidak terasa sudah 3 tahun lamanya pernikahan Abas dan Dewi. Kehadiran anak laki - laki yang ganteng mengikuti emaknya kali ya, coba kalau ikut muka Abas? apa jadinya.

Joni mendapat sial, setiap wanita yang dia inginkan pergi menikah dengan orang lain. Umur Joni sudah semakin layak untuk berumah tangga. Bathinnya mulai bertanya akan dosa apa yang dia lakukan?




Minggu, 11 Agustus 2019

mataku melihat pahlawan


Pak Guru Muskiandi berdiri gagah di depan kelas kami SD Negeri kelas 5, kekuasaan presiden juga tidak tak terbatas. Itu artinya kekuasaan Presiden tidak sewenang wenang, kata Pak Muskiandi bersemangat. Terbayang wajah ganteng senyum manis Presiden kita Suharto. Aparatur negara menjaga rakyat dan negara, waw, keren puja kami di dalam hati. Dia yang bisa berkuasa sesuka hati tidak mau melakukan itu. Aku melihat seorang aparat negara duduk di kedai kopi, wah, itulah aparat negara yang melindungi kami, seperti kata pak Guru. Aku dekati mereka mencoba mendengar apa kira - kira yang di bahas bersama bapak - bapak yang takut dan manut padanya di kedai kopi itu. Mereka bahas janda muda di kampung kami. Perasaan kagumku berkurang sedikit, aku kira mereka bahas perang dan pertahanan negara masa kini. Setelah mendengar guru sejarah berkisah tentang nenek moyang kita yang ditindas oleh penjajah, coba dulu sudah ada bapak - bapak yang gagah ini? pasti itu penjajah di hajar habis.

Ibu guru Kristina yang galak kehilangan galaknya kalau anak kepala sekolah yang terlambat masuk kelas tanpa sopan santun. Ibu Kristina malah senyum manis menyambutnya, beda ketika si Pardi anak buruh tani pendatang dari daerah lain, galaknya minta ampun itu Kristina yang cantik ini, lehernya yang putih membuat urat - uratnya terlihat ketika berteriak kepada Pardi yang harus mengantar makanan untuk bapaknya yang bekerja diladang orang. Ibunya sendiri bekerja di ladang yang lain, sama sebagai buruh tani. Aku kira begitulah sebenarnya sikap kita kepada anak kepala sekolah. Aku berharap suatu saat nanti bisa jadi pejabat supaya Ibu Guru galak seperti Ibu Kristina bisa takut.

" Kamu tahu apa?! teriak bapak berbaju safari yang katanya orang pejabat, di depan bapak - bapak di kampung yang mencoba menjelaskan, situasi hak akan tanah di kampung kami.
" Maaf pak, bukan kami kurang ajar, itu masalah tanah ini yang kami tahu, ini tanah marga kami, mungkin bapak yang berjabatan lebih tahu kata orang tua surut dan takut.

" Ini tanah negara, kami sebagai aparat negara berhak menentukan kegunaan tanah ini.
" Maaf pak, kata pak Bondan orang tua yang sangat dihormati di kampung kami.

Tidak lama tanah itu di pasang plang milik negara, semua orang diam hanya bisik - bisik saja di pojok ladang. Beberapa oknum aparat bersenjata mulai melihat lihat tanah itu, beberapa lama kemudian pria - pria berkulit putih bermnata sipit masuk ke tanah itu mengukur dan berbincang bincang tentang sebuah bangunan yang akan dibangun. Beberapa orang tua senang mendengar kabar itu, karena anak - anak mereka nantinya bisa bekerja di perusahaan yang akan dibangun itu. Yang punya tanah hanya bisa diam meratapi tanahnya lepas tanpa ganti rugi. Suatu hari di bertanya kepada bapak yang bermata sipit itu, " kenapa tidak diganti tanah saya pak?
" Itu urusan pak Ramli katanya angkuh menujuk ke arah pak Ramli yang berbaju dinas lengkap dengan senjata api dipinggang. Sebenarnya uang gani rugi sudah disiapkan oleh pengusa bermata sipit itu, hanya oleh pak Ramli tidak sisampaikan. Siapa yang berani bicara sama pak Ramli?
Bang Joni pemuda yang paling gagah di kampung kami pernah dia tendang hanya karena senggolan di jalan.

Orang lain bilang Bang Joni ada hubungan dengan Ibu Kristina, pak Ramli tidak suka hal itu. Karena Ibu Kristina juga sedang bingung memilih an Bang Joni yang ganteng dan gagah? atau jadi selir Pak Ramli? yang kelihatannya seperti seorang " raja " di kampung kami, kuat berkuasa, punya uang, istrinya konon bekerja di kota lain sebagai dokter. Kegalakan Ibu Kristina di depan kelas bagai anak kucing manis kalau di jemput Pak Ramli di gerbang sekolah. Saat itu saya melihat Ibu Kristina juga mansuia biasa, dia jarang marah padaku karena aku anak rajin dan lumayan cerdas, adapun aku kena marah karena suka sikap solider ikutan teman cabut dari sekolah,keren tu persatuan dan persabatan. Seperti sekelompok pejuang melawan musuh hehehe..wajah Ibu Guru Kristina menunjukkan rasa kecewa melihat saya harus ikut dihukum. " Kamu apa - apan ikut mereka?! kamu bukan anak nakal. Ada rasa bangga di hati tapi ada juga rasa " tidak nyaman" seolah aku seorang " pengkhianat " terhadap teman - temanku. Bagiku mereka keren, jago main bola, lincah mencuri buah dan ayam, sedangkan aku anak rumahan yang lemah.

Bang Joni kuliah di kota dan kabarnya sangat aktif mendemo pemerintah, banyak orang tua yang mencibir " kurang kerjaan, bukannya sekoalh yang benar, kata mereka. Mungkin hanya aku ya hanya aku yang kagum atas keberanian dia menentang pemerintah yang di kawal ribuan aparat bersenjata, sedangkan satu Pak Ramli di kampung saja, seisi kampung yang dipenuhi pria berotot karena sering mencangkul di ladang tidak berani bicara lebih dari dua kalimat. " Maaf pak, menurut kami begini, tapi bapak sebagai aparat pasti lebih tahu, sudah begitu saja sudah hebat, sisanya mereka manggut manggut saja mendengar pidato Pak Ramli, sampai lupa minum teh manis di depan mereka sudah dicicip oleh lalat. Kabarnya Bang Joni ditahan, banyak yang kasihan banyak juga yang mencibir.

Saya melihat Bang Joni bagai pahlawan bangsa melawan penjajah yang sering dikisahkan oleh guru sejarah. Kalau sama kuatnya? namanya perang bukan perlawanan. Saya tahu benar sifat Bang Joni, dia pernah dipukuli sampai babak belur di pukuli oleh pemuda yang jauh lebih besar dari tubuhnya, hanya karena dia jujur mengatakan siapa yang mencuri buah curian milik temannya, si pencuri yang sudah besar tidak terima. Dia memang berani berkorban demi kebenaran, saya tidak tahu apa yang dia demo di kota, tapi aku yakin pasti jalan yang benar. Beberapa pemuda kampung datang membesuk, ada yang membesuk karena ada hubungan keluarga saja, hanya beberapa orang saja yang membesuk karena kesamaan pendapat dan prinsip. Orang jujur di masa ini adalah kebodohan, walau ajaran leluhur mengajarkan kita harus jadi pribadi yang jujur. Itu bias, karena para penguasa mengajarkan bahwa yang kaya dan berkuasa itu yang paling benar, tidak perduli azas yang mereka jalankan sesuai hukum, adat, hal yang membuat saya suka bingung. Yang dikatakan Guru - Guru di sekolah tidak sesuai dengan yang saya lihat di kehidupan sehari hari, bahkan bertolak belakang.

Ibu Guru Kristina yang kami takuti dan kami hormati, tidak bisa galak di depan anak kepala sekolah, bahkan terlihat seperti anak remaja puber di depan Pak Ramli. Tidak jarang pakaiannya acak acakan kalau turun dari mobil Pak Ramli, mobil kijang biru, mobil ketiga sesudah mobil pak Camat, pengusaha yang mondar mandir ke tanah kampung kami menyusun rencana pendirian sebuah perusahaan penampungan hasil bumi. Banyak pemuda yang menjilat pengusaha berkulit putih itu, seperti banyaknya penjilat Pak Ramli. Bapak kepala sekolah memanggil Ibu Kristina ke ruangan.

" Kamu bikin malu sekolah ini, dengan menjadi istri simpanan orang lain, di depan anak sekolah kita, kata bapak kepala sekolah penuh wibawa.
" Kami cuma teman pak, kata Ibu Kristina yang cantik.

" Saya sudah tua bu Kristina, tidak usah sandiwara di depan saya, saya kenal bapak kamu dan kelaurga kamu, apa yang saya jawab nanttinya kalau mereka bertanya tentang kelakukan kamu, kata bapak kepala sekolah tetap berwibawa.
" Maaf pak, saya tidak akan lakukan lagi, Ibu Guru Kristina yang cantik menunduk.

" Saya tidak melarang kamu hanya kami buat yang rapi dan ada pengertian kepada saya, kata bapak kepala sekolah.
" Maaf pak? Ibu Kristina agak bingung.

" Kamu sudah tahu cara merebut suami orang orang, tapi kata - kata saya saja kamu tidak bisa fahami, kamu tahu kan ibu di rumah sudah sakit - sakitan, saya juga pria sehat seperti Pak Ramli, cobalah kamu berbagi sedikit.
" Maksud bapak? kaget Kristina.

" Iya itu maksud saya, berbagi waktulah, saya juga akan hargai pengertian kamu.
" Iya pak, Kristina membayangkan melayani dua pria tua sekaligus. Tapi itu lebih baik daripada kepala sekolah memainkan kekuasaan dan kecerdasannya menjatuhkan Kristina.

Perjuangan Bang Joni jadi pembicaraan koran dan tv, sepertinya orang asing juga mulai turut campur dengan slogan, kemerdekaan berbicara, berpendapat, harus di hormati demi kemajuan peradaban umat manusia, tidak boleh ada larangan berbicara, berpendapat, berserikat. Tidak boleh orang dihukum hanya karena berpendapat. Wah, benar kan, kerena Bang Joni, dia pahlawanku, mungkin dia akan merubah semua prilakku orang - orang tidak benar ini. Kalau saya sudah besar nanti, saya akan iktu Bang Joni yang secara biologis masih sepupu jauh bapak saya. Pahlawan perubahan, kata anak muda kota menyebut Bang Joni, keren, serasa melihat Bung Karno di tahanan penjajah. Mahasiswi kota banyak juga kok yang suka sama Bang Joni, dulu juga Ibu Guru Kristina sangat suka sama Bang Joni, cuma sejak di goda oleh Pak Ramli bersama mobil Kijang yang ketiga lewat di kampung kami, Ibu Guru Kristina jadi labil. Di tambah pengakuan Pak Ramli yang sudah tidak cocok dengan istrinya, berharap Ibu Guru Kristina jadi istri sah, sungguh nyaman diantar jemput naik mobil, di saat teman - teman guru jalan kaki, dan naik angkot. Dulu teman - teman Guru suka iri melihat Bang Joni dekat dengan Ibu Guru Kristina, memang Bang Joni ganteng dan di sukai banyak orang, hampir semua orang di desa suka sama Bang Joni.

Dalam tempo singkat nasib Bang Joni berubah jadi salah satu politisi yang berpengaruh, profesi yang saya tidak tahu apa kerjanya waktu itu. Yang saya tahu kalau dia bicara banyak yang mendengar dan segan. Kecantikan Ibu Guru Kristina semakin pudar, habis dihisap dua pria tua penguasa, walau tidak semua pesonanya hilang, dia cantik untuk ukuran wanita tua bukan sebagai wanita muda. Pak Ramli pindah tugas ke kota, kabarnya dia jadi tangan kanan bosnya, karena Pak Ramli sangat pandi mencari peluang uang, bos di atas suka dengan dia. Banyak urusan yang bisa diatasinya, banyak keuntungan uang dia usahakan untuk bosnya. Atas nama bos yang penguasa, semua mudah dia mainkan untuk keuntungan, sudah barang tentu untuk dirinya juga, setiap kali Ibu Guru Kristina datang ke kantornya di pusat kota, selalu saja gagal dan di ceramahi oleh petugas piket," jangan ganggu suami orang, jangan ganggu aparat negara!, kata - kata yang sangat menyakitkan dan memalukan bagi Ibu Guru Kristina, sepertinya petugas piket mendapat mandat dari Pak Ramli. Perut Ibu Guru Kristina semakin gemuk, tidak ada yang mengatakan hamil karena dia lajang. Bapak kepala sekolah mengelak dari tuntutan Ibu Kristina, niat bunuh diri sudah ada di benak Ibu Kristina.

Di salah satu jembatan kota yang tinggi di bawahnya sungai kotor deras dan dalam, Ibu Kristina memandang ke bawah dengan tatapan kosong. Tangannya meraih besi jembatan, kikk....!!!suara rem mobil mengeram keras di belakang dia.

" Kris! suara berteriak di belakang dia, Ibu Kristina menoleh ke belakang, Bang Joni turun dari mobil kijang memakai kemeja putih." Mau kemana kamu? tanya Bang Joni pura - pura tidak tahu kalau Ibu Kristina sedang gundah. Ibu Kristina diam saja, tidak tahu mau berkata apa - apa, tatapannya kosong, ingin rasanya memeluk Bang Joni, tapi panasnya hari ini, membuat Ibu Kristina jatuh pingsan di pangkuan Bang Joni. Dengan sigap Bang Joni membopong tubuh indah Ibu Kristina. Dalam perjalanan Ibu Kristina sadarkan diri, " Eh sudah sadar Kris? Bang Joni memberhentikan mobilnya, meraih air minum, " Minum dulu Kris. Ibu Kristina minum air dari tangan Bang Joni dan bengong lagi. 

" Kamu mau kemana? darimana?
" Tidak tahu bang, antarkan aku ke jembatan saja, aku mau mati.

" Ada ada Kris?
" Kamu pasti tahu, kamu kan orang cerdas, aku tahu kamu menahan tawa.

" Kok jadi aku yang salah? kamu yang meninggalkan aku, kamu pingsan, aku bantu, aku juga yang salah, " benar kata orang tua, " kamu yang salah aku yang bertobat ", kalau kita berhadapan dengan wanita.
" Pokoknya aku mau mati saja! antarkan aku Bang!

" Kamu turun disini saja kalau mau mati, aku tidak mau jadi saksi di kantor Polisi, kalau kamu mati di depanku.
" Ya sudah, aku turun di sini, kata Ibu Kristina membuka pintu mobil dan berjalan cepat menjauh, Bang Joni yang bengong, tiba - tiba sadar dan mengejar Ibu Kristina.

" Tap, tangan Ibu Kristina di pegang Bang Joni dengan keras, seperti di kampung dulu sewaktu mereka masih sepasang kekasih, ngambek di jalan kampung.

" Baiklah, kalau kamu mau mati tidak apa - apa, tapi jelaskan dulu masalahnya supaya aku tahu memberi kabar ke keluargamu. Bang Joni semakin pandai berkata kata seperti politikus, jauh di dalam hatinya tidak ingin kehilangan Ibu Kristina, tapi masih saja pakai argumen lain.
" Tidak perlu.

" Kalau begitu, aku tanya kamu, apa kamu masih mencintaiku? biarlah aku tahu perasaanmu sebelum kamu mati.

Ibu Krsitina kaget, berhenti berjalan dan berbalik memeluk tubuh Bang Joni. Pemuda yang pernah mengisi hatinya, mudahnya mendapat cinta laki - laki, membuat Ibu Kristina lupa menghargai cinta, membedakan cinta dan suka.

" Maafkan aku Bang, aku sudah salah, aku bodoh, sekarang aku hamil, aku masih cinta Abang, aku malu, aku mau bunuh diri saja.
" Baiklah, kalau kamu malu dengan kehamilanmu, aku akan menikahimu segera, tapi itu hanya untuk menutupi rasa malu kamu, kalau untuk menerimamu? aku bingung. " Tapi sebagai tokoh masyarakat, sudah jadi bagian tugas saya untuk menyelamatkan harga diri rakyat.

" Terimakasih bang, aku terima walau kamu anggap aku hanya pembantu di rumahmu. " Itu lebih baik daripada aku terlihat seperti pelacur.

Bang Joni memang keren, dia pahlawan bagi banyak orang, betapapun hancur hatinya, wanita yang dia cintai berakhir jadi sampah, dia tetap berusaha melakukan hal yang terbaik.

" Aku sudah banyak menerima uang kotor sejak aku melihat kamu lebih percaya akan uang daripada cinta, aku sering ke klub malam bersama pengusaha dan pejabat kota, padahal di kampung orang mengenalku sebagai orang suci dan pahlawan. " Itu semua aku lakukan karena kehilangan diriku sendiri, sejak kamu meninggalkanku demi suami orang lain, hanya karena uang mereka lebih banyak. " Aku berani semakin mendemo penguasa, mereka kira aku tidak takut mati, memang saat itu aku tidak takut mati, karena jiwaku sudah mati sejak kamu pergi.

" Maafkan aku bang, hanya kata - kata itu saja yang bisa keluar dari bibir manis Ibu Kristina.

" Kalau kamu jadi istriku? maukah kamu menerima suami yang miskin? aku sudah tidak tahan jadi politisi kota, terlalu banyak bohong membuat aku seperti orang bingung, aku mabok dan main perempuan untuk menutupi rasa bersalah. " Aku mau kembali ke kampung saja, bertani, paling juga jadi kepala desa, kalau ada yang memilih. " Orang tuaku sudah tua, mereka butuh di temani, tidak lucu aku berjuang untuk orang lain di saat orang tuaku sendiri tidak ada yang urus.
" Aku terima abang jadi apa saja, asal aku punya status, asal anakku lahir punya bapak, orang tuaku, tidak mati karena kaget. " Aku juga rindu suasana yang dulu, di undang orang tua siswa, makan makanan kampung, pulangnya bercanda bersama kamu. " Kalau pesta panen tiba, kita pesta, makan - makan enak, menari bersama. " Ibu kamu sering marahin kamu kalau kurang perduli sama saya, sepertinya beliau sangat sayang sama calon mantunya.