Minggu, 11 Agustus 2019

mataku melihat pahlawan


Pak Guru Muskiandi berdiri gagah di depan kelas kami SD Negeri kelas 5, kekuasaan presiden juga tidak tak terbatas. Itu artinya kekuasaan Presiden tidak sewenang wenang, kata Pak Muskiandi bersemangat. Terbayang wajah ganteng senyum manis Presiden kita Suharto. Aparatur negara menjaga rakyat dan negara, waw, keren puja kami di dalam hati. Dia yang bisa berkuasa sesuka hati tidak mau melakukan itu. Aku melihat seorang aparat negara duduk di kedai kopi, wah, itulah aparat negara yang melindungi kami, seperti kata pak Guru. Aku dekati mereka mencoba mendengar apa kira - kira yang di bahas bersama bapak - bapak yang takut dan manut padanya di kedai kopi itu. Mereka bahas janda muda di kampung kami. Perasaan kagumku berkurang sedikit, aku kira mereka bahas perang dan pertahanan negara masa kini. Setelah mendengar guru sejarah berkisah tentang nenek moyang kita yang ditindas oleh penjajah, coba dulu sudah ada bapak - bapak yang gagah ini? pasti itu penjajah di hajar habis.

Ibu guru Kristina yang galak kehilangan galaknya kalau anak kepala sekolah yang terlambat masuk kelas tanpa sopan santun. Ibu Kristina malah senyum manis menyambutnya, beda ketika si Pardi anak buruh tani pendatang dari daerah lain, galaknya minta ampun itu Kristina yang cantik ini, lehernya yang putih membuat urat - uratnya terlihat ketika berteriak kepada Pardi yang harus mengantar makanan untuk bapaknya yang bekerja diladang orang. Ibunya sendiri bekerja di ladang yang lain, sama sebagai buruh tani. Aku kira begitulah sebenarnya sikap kita kepada anak kepala sekolah. Aku berharap suatu saat nanti bisa jadi pejabat supaya Ibu Guru galak seperti Ibu Kristina bisa takut.

" Kamu tahu apa?! teriak bapak berbaju safari yang katanya orang pejabat, di depan bapak - bapak di kampung yang mencoba menjelaskan, situasi hak akan tanah di kampung kami.
" Maaf pak, bukan kami kurang ajar, itu masalah tanah ini yang kami tahu, ini tanah marga kami, mungkin bapak yang berjabatan lebih tahu kata orang tua surut dan takut.

" Ini tanah negara, kami sebagai aparat negara berhak menentukan kegunaan tanah ini.
" Maaf pak, kata pak Bondan orang tua yang sangat dihormati di kampung kami.

Tidak lama tanah itu di pasang plang milik negara, semua orang diam hanya bisik - bisik saja di pojok ladang. Beberapa oknum aparat bersenjata mulai melihat lihat tanah itu, beberapa lama kemudian pria - pria berkulit putih bermnata sipit masuk ke tanah itu mengukur dan berbincang bincang tentang sebuah bangunan yang akan dibangun. Beberapa orang tua senang mendengar kabar itu, karena anak - anak mereka nantinya bisa bekerja di perusahaan yang akan dibangun itu. Yang punya tanah hanya bisa diam meratapi tanahnya lepas tanpa ganti rugi. Suatu hari di bertanya kepada bapak yang bermata sipit itu, " kenapa tidak diganti tanah saya pak?
" Itu urusan pak Ramli katanya angkuh menujuk ke arah pak Ramli yang berbaju dinas lengkap dengan senjata api dipinggang. Sebenarnya uang gani rugi sudah disiapkan oleh pengusa bermata sipit itu, hanya oleh pak Ramli tidak sisampaikan. Siapa yang berani bicara sama pak Ramli?
Bang Joni pemuda yang paling gagah di kampung kami pernah dia tendang hanya karena senggolan di jalan.

Orang lain bilang Bang Joni ada hubungan dengan Ibu Kristina, pak Ramli tidak suka hal itu. Karena Ibu Kristina juga sedang bingung memilih an Bang Joni yang ganteng dan gagah? atau jadi selir Pak Ramli? yang kelihatannya seperti seorang " raja " di kampung kami, kuat berkuasa, punya uang, istrinya konon bekerja di kota lain sebagai dokter. Kegalakan Ibu Kristina di depan kelas bagai anak kucing manis kalau di jemput Pak Ramli di gerbang sekolah. Saat itu saya melihat Ibu Kristina juga mansuia biasa, dia jarang marah padaku karena aku anak rajin dan lumayan cerdas, adapun aku kena marah karena suka sikap solider ikutan teman cabut dari sekolah,keren tu persatuan dan persabatan. Seperti sekelompok pejuang melawan musuh hehehe..wajah Ibu Guru Kristina menunjukkan rasa kecewa melihat saya harus ikut dihukum. " Kamu apa - apan ikut mereka?! kamu bukan anak nakal. Ada rasa bangga di hati tapi ada juga rasa " tidak nyaman" seolah aku seorang " pengkhianat " terhadap teman - temanku. Bagiku mereka keren, jago main bola, lincah mencuri buah dan ayam, sedangkan aku anak rumahan yang lemah.

Bang Joni kuliah di kota dan kabarnya sangat aktif mendemo pemerintah, banyak orang tua yang mencibir " kurang kerjaan, bukannya sekoalh yang benar, kata mereka. Mungkin hanya aku ya hanya aku yang kagum atas keberanian dia menentang pemerintah yang di kawal ribuan aparat bersenjata, sedangkan satu Pak Ramli di kampung saja, seisi kampung yang dipenuhi pria berotot karena sering mencangkul di ladang tidak berani bicara lebih dari dua kalimat. " Maaf pak, menurut kami begini, tapi bapak sebagai aparat pasti lebih tahu, sudah begitu saja sudah hebat, sisanya mereka manggut manggut saja mendengar pidato Pak Ramli, sampai lupa minum teh manis di depan mereka sudah dicicip oleh lalat. Kabarnya Bang Joni ditahan, banyak yang kasihan banyak juga yang mencibir.

Saya melihat Bang Joni bagai pahlawan bangsa melawan penjajah yang sering dikisahkan oleh guru sejarah. Kalau sama kuatnya? namanya perang bukan perlawanan. Saya tahu benar sifat Bang Joni, dia pernah dipukuli sampai babak belur di pukuli oleh pemuda yang jauh lebih besar dari tubuhnya, hanya karena dia jujur mengatakan siapa yang mencuri buah curian milik temannya, si pencuri yang sudah besar tidak terima. Dia memang berani berkorban demi kebenaran, saya tidak tahu apa yang dia demo di kota, tapi aku yakin pasti jalan yang benar. Beberapa pemuda kampung datang membesuk, ada yang membesuk karena ada hubungan keluarga saja, hanya beberapa orang saja yang membesuk karena kesamaan pendapat dan prinsip. Orang jujur di masa ini adalah kebodohan, walau ajaran leluhur mengajarkan kita harus jadi pribadi yang jujur. Itu bias, karena para penguasa mengajarkan bahwa yang kaya dan berkuasa itu yang paling benar, tidak perduli azas yang mereka jalankan sesuai hukum, adat, hal yang membuat saya suka bingung. Yang dikatakan Guru - Guru di sekolah tidak sesuai dengan yang saya lihat di kehidupan sehari hari, bahkan bertolak belakang.

Ibu Guru Kristina yang kami takuti dan kami hormati, tidak bisa galak di depan anak kepala sekolah, bahkan terlihat seperti anak remaja puber di depan Pak Ramli. Tidak jarang pakaiannya acak acakan kalau turun dari mobil Pak Ramli, mobil kijang biru, mobil ketiga sesudah mobil pak Camat, pengusaha yang mondar mandir ke tanah kampung kami menyusun rencana pendirian sebuah perusahaan penampungan hasil bumi. Banyak pemuda yang menjilat pengusaha berkulit putih itu, seperti banyaknya penjilat Pak Ramli. Bapak kepala sekolah memanggil Ibu Kristina ke ruangan.

" Kamu bikin malu sekolah ini, dengan menjadi istri simpanan orang lain, di depan anak sekolah kita, kata bapak kepala sekolah penuh wibawa.
" Kami cuma teman pak, kata Ibu Kristina yang cantik.

" Saya sudah tua bu Kristina, tidak usah sandiwara di depan saya, saya kenal bapak kamu dan kelaurga kamu, apa yang saya jawab nanttinya kalau mereka bertanya tentang kelakukan kamu, kata bapak kepala sekolah tetap berwibawa.
" Maaf pak, saya tidak akan lakukan lagi, Ibu Guru Kristina yang cantik menunduk.

" Saya tidak melarang kamu hanya kami buat yang rapi dan ada pengertian kepada saya, kata bapak kepala sekolah.
" Maaf pak? Ibu Kristina agak bingung.

" Kamu sudah tahu cara merebut suami orang orang, tapi kata - kata saya saja kamu tidak bisa fahami, kamu tahu kan ibu di rumah sudah sakit - sakitan, saya juga pria sehat seperti Pak Ramli, cobalah kamu berbagi sedikit.
" Maksud bapak? kaget Kristina.

" Iya itu maksud saya, berbagi waktulah, saya juga akan hargai pengertian kamu.
" Iya pak, Kristina membayangkan melayani dua pria tua sekaligus. Tapi itu lebih baik daripada kepala sekolah memainkan kekuasaan dan kecerdasannya menjatuhkan Kristina.

Perjuangan Bang Joni jadi pembicaraan koran dan tv, sepertinya orang asing juga mulai turut campur dengan slogan, kemerdekaan berbicara, berpendapat, harus di hormati demi kemajuan peradaban umat manusia, tidak boleh ada larangan berbicara, berpendapat, berserikat. Tidak boleh orang dihukum hanya karena berpendapat. Wah, benar kan, kerena Bang Joni, dia pahlawanku, mungkin dia akan merubah semua prilakku orang - orang tidak benar ini. Kalau saya sudah besar nanti, saya akan iktu Bang Joni yang secara biologis masih sepupu jauh bapak saya. Pahlawan perubahan, kata anak muda kota menyebut Bang Joni, keren, serasa melihat Bung Karno di tahanan penjajah. Mahasiswi kota banyak juga kok yang suka sama Bang Joni, dulu juga Ibu Guru Kristina sangat suka sama Bang Joni, cuma sejak di goda oleh Pak Ramli bersama mobil Kijang yang ketiga lewat di kampung kami, Ibu Guru Kristina jadi labil. Di tambah pengakuan Pak Ramli yang sudah tidak cocok dengan istrinya, berharap Ibu Guru Kristina jadi istri sah, sungguh nyaman diantar jemput naik mobil, di saat teman - teman guru jalan kaki, dan naik angkot. Dulu teman - teman Guru suka iri melihat Bang Joni dekat dengan Ibu Guru Kristina, memang Bang Joni ganteng dan di sukai banyak orang, hampir semua orang di desa suka sama Bang Joni.

Dalam tempo singkat nasib Bang Joni berubah jadi salah satu politisi yang berpengaruh, profesi yang saya tidak tahu apa kerjanya waktu itu. Yang saya tahu kalau dia bicara banyak yang mendengar dan segan. Kecantikan Ibu Guru Kristina semakin pudar, habis dihisap dua pria tua penguasa, walau tidak semua pesonanya hilang, dia cantik untuk ukuran wanita tua bukan sebagai wanita muda. Pak Ramli pindah tugas ke kota, kabarnya dia jadi tangan kanan bosnya, karena Pak Ramli sangat pandi mencari peluang uang, bos di atas suka dengan dia. Banyak urusan yang bisa diatasinya, banyak keuntungan uang dia usahakan untuk bosnya. Atas nama bos yang penguasa, semua mudah dia mainkan untuk keuntungan, sudah barang tentu untuk dirinya juga, setiap kali Ibu Guru Kristina datang ke kantornya di pusat kota, selalu saja gagal dan di ceramahi oleh petugas piket," jangan ganggu suami orang, jangan ganggu aparat negara!, kata - kata yang sangat menyakitkan dan memalukan bagi Ibu Guru Kristina, sepertinya petugas piket mendapat mandat dari Pak Ramli. Perut Ibu Guru Kristina semakin gemuk, tidak ada yang mengatakan hamil karena dia lajang. Bapak kepala sekolah mengelak dari tuntutan Ibu Kristina, niat bunuh diri sudah ada di benak Ibu Kristina.

Di salah satu jembatan kota yang tinggi di bawahnya sungai kotor deras dan dalam, Ibu Kristina memandang ke bawah dengan tatapan kosong. Tangannya meraih besi jembatan, kikk....!!!suara rem mobil mengeram keras di belakang dia.

" Kris! suara berteriak di belakang dia, Ibu Kristina menoleh ke belakang, Bang Joni turun dari mobil kijang memakai kemeja putih." Mau kemana kamu? tanya Bang Joni pura - pura tidak tahu kalau Ibu Kristina sedang gundah. Ibu Kristina diam saja, tidak tahu mau berkata apa - apa, tatapannya kosong, ingin rasanya memeluk Bang Joni, tapi panasnya hari ini, membuat Ibu Kristina jatuh pingsan di pangkuan Bang Joni. Dengan sigap Bang Joni membopong tubuh indah Ibu Kristina. Dalam perjalanan Ibu Kristina sadarkan diri, " Eh sudah sadar Kris? Bang Joni memberhentikan mobilnya, meraih air minum, " Minum dulu Kris. Ibu Kristina minum air dari tangan Bang Joni dan bengong lagi. 

" Kamu mau kemana? darimana?
" Tidak tahu bang, antarkan aku ke jembatan saja, aku mau mati.

" Ada ada Kris?
" Kamu pasti tahu, kamu kan orang cerdas, aku tahu kamu menahan tawa.

" Kok jadi aku yang salah? kamu yang meninggalkan aku, kamu pingsan, aku bantu, aku juga yang salah, " benar kata orang tua, " kamu yang salah aku yang bertobat ", kalau kita berhadapan dengan wanita.
" Pokoknya aku mau mati saja! antarkan aku Bang!

" Kamu turun disini saja kalau mau mati, aku tidak mau jadi saksi di kantor Polisi, kalau kamu mati di depanku.
" Ya sudah, aku turun di sini, kata Ibu Kristina membuka pintu mobil dan berjalan cepat menjauh, Bang Joni yang bengong, tiba - tiba sadar dan mengejar Ibu Kristina.

" Tap, tangan Ibu Kristina di pegang Bang Joni dengan keras, seperti di kampung dulu sewaktu mereka masih sepasang kekasih, ngambek di jalan kampung.

" Baiklah, kalau kamu mau mati tidak apa - apa, tapi jelaskan dulu masalahnya supaya aku tahu memberi kabar ke keluargamu. Bang Joni semakin pandai berkata kata seperti politikus, jauh di dalam hatinya tidak ingin kehilangan Ibu Kristina, tapi masih saja pakai argumen lain.
" Tidak perlu.

" Kalau begitu, aku tanya kamu, apa kamu masih mencintaiku? biarlah aku tahu perasaanmu sebelum kamu mati.

Ibu Krsitina kaget, berhenti berjalan dan berbalik memeluk tubuh Bang Joni. Pemuda yang pernah mengisi hatinya, mudahnya mendapat cinta laki - laki, membuat Ibu Kristina lupa menghargai cinta, membedakan cinta dan suka.

" Maafkan aku Bang, aku sudah salah, aku bodoh, sekarang aku hamil, aku masih cinta Abang, aku malu, aku mau bunuh diri saja.
" Baiklah, kalau kamu malu dengan kehamilanmu, aku akan menikahimu segera, tapi itu hanya untuk menutupi rasa malu kamu, kalau untuk menerimamu? aku bingung. " Tapi sebagai tokoh masyarakat, sudah jadi bagian tugas saya untuk menyelamatkan harga diri rakyat.

" Terimakasih bang, aku terima walau kamu anggap aku hanya pembantu di rumahmu. " Itu lebih baik daripada aku terlihat seperti pelacur.

Bang Joni memang keren, dia pahlawan bagi banyak orang, betapapun hancur hatinya, wanita yang dia cintai berakhir jadi sampah, dia tetap berusaha melakukan hal yang terbaik.

" Aku sudah banyak menerima uang kotor sejak aku melihat kamu lebih percaya akan uang daripada cinta, aku sering ke klub malam bersama pengusaha dan pejabat kota, padahal di kampung orang mengenalku sebagai orang suci dan pahlawan. " Itu semua aku lakukan karena kehilangan diriku sendiri, sejak kamu meninggalkanku demi suami orang lain, hanya karena uang mereka lebih banyak. " Aku berani semakin mendemo penguasa, mereka kira aku tidak takut mati, memang saat itu aku tidak takut mati, karena jiwaku sudah mati sejak kamu pergi.

" Maafkan aku bang, hanya kata - kata itu saja yang bisa keluar dari bibir manis Ibu Kristina.

" Kalau kamu jadi istriku? maukah kamu menerima suami yang miskin? aku sudah tidak tahan jadi politisi kota, terlalu banyak bohong membuat aku seperti orang bingung, aku mabok dan main perempuan untuk menutupi rasa bersalah. " Aku mau kembali ke kampung saja, bertani, paling juga jadi kepala desa, kalau ada yang memilih. " Orang tuaku sudah tua, mereka butuh di temani, tidak lucu aku berjuang untuk orang lain di saat orang tuaku sendiri tidak ada yang urus.
" Aku terima abang jadi apa saja, asal aku punya status, asal anakku lahir punya bapak, orang tuaku, tidak mati karena kaget. " Aku juga rindu suasana yang dulu, di undang orang tua siswa, makan makanan kampung, pulangnya bercanda bersama kamu. " Kalau pesta panen tiba, kita pesta, makan - makan enak, menari bersama. " Ibu kamu sering marahin kamu kalau kurang perduli sama saya, sepertinya beliau sangat sayang sama calon mantunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar