Kamis, 15 Agustus 2019

mangga


Bas! ini Joni nyariin, kata mama di ruang tamu. Aku buru - buru bangkit dari tempat tidur pengangguranku.

" Hei Jon! ganteng kali kau anj*ng! ( panggilan sayang kami semasa SMA).
" Emang kau anj*ng kurap? pagi - pagi masih lecek, balasnya sengit.

Saya lupa sedang berbicara dengan aparat negara yang gagah dan berkuasa di era Orde Baru ini. Kalau bapak ini orang lain? Sudah pasti kepalaku benjol.


" Kapan kau selesai pendidikan Letnan?
" Baru dua hari ini Bas, habis syukuran ama keluarga, ziarah ke makam kakek, tidak sabar ketemu anj*ng kurap ini, sudah kerja kau?


" Belum Jon, kuliah juga tidak ada uang. Cari kerja belum dapat juga.
" Sabar ya Jon, sebentar lagi aku dinas, aku usahakan kerja untuk kau.


" Semoga bisa Jon, kerja apa saja aku mau. Kasihan mama selalu sedih melihat aku.
" Apalagi kalau mau kerja apa saja, lebih mudah tugas ku kawan.


Perwira ABRI muda ini sangat mempesona, padahal dulu sewaktu SMA dia bukan siapa - siapa, hanya anak kampung hobby olahraga. Aku sangat terhormat di datangi. Aku yakin siapapun pemuda sebaya kami mau berteman dengan dia.


" Minum dulu pak komandan kata mama membawa minuman," Ibu sampai lupa sama kamu nak, rupanya dulu sering main ke sini ya?
" Iya bu, terimaksih.


" Dulu kan belum jadi alat ma, bedalah kalau sudah pendidikan, lama lagi, " berapa lama Jon?
" Emapat tahun, jawab Joni mantap.


" Bantu Abas cari kerja nak, sejak papanya meninggal, dia tidak bisa kuliah.
" Pasti ma, akan Joni usahakan.


" Syukurlah nak, kamu mau bantu, Ibu sangat berharap.
" Sudah dia bilang tadi ma, Abas mau kok kerja apa saja.


" Bagaimana kabarnya Dewi? tanya Joni.
" Untuk apa kamu cari Dewi? kau kan tahu sejak SMA dia sudah tidak karuan, sibuk gonta ganti pacar, apalagi sekarang? kabarnya sudah jadi anak malam.


" Kau sendiri pasti masih ingin tahu kabar Dewi." Janga bohong kau!
" Iyalah, tapi mana dia perduli siapa aku, dulu sama kau juga dia tidak perduli, tapi tidak tahu kalau sekarang pak komandan datang? kemungkinan besar dia perduli, tapi masak kau masih mau sama dia? " Tidak sekelaslah, itu bang Ruskan lulus AKABRI ngapelnya ke rumah Pangdam.


 “ Lihat nantilah, yang penting pengen ketemu dulu.


 “ Ayolah, kalau begitu, sambutku malas plus kangen lihat wajah bintang kelas kami semasa SMA dulu.
Teringat lagi semua kenangan SMA lima tahun yang lalu, Dewi anak cerdas, cantik, dia Dewi seperti kata orang Yunani, di idolakan oleh hampir semua anak cowok SMA 17. Aku sendiri sempat selisih faham dengan Joni shabatku ini, hanya karena berebut simpati Dewi. Sewaktu jalan – jalan bersama teman satu kelas, tentunya ada Dewi disana. Ada acara foto bersama, saya berharp punya foto yang ada Dewi di situ. Tapi rupanya Joni tidak mau beri salah satu foto itu. Padahal aku ikut bayar uang cuci foto, ini tahun 95an, mendapatkan satu lembar foto bukan perkara mudah. Sudah mahal, anak SMA mana pula yang pegang uang? Kecuali Erik anak pejabat yang sempat juga jalan sama Dewi.
Berjalan berdua Joni di lorong sekolah berpapasan dengan Dewi.

“ Hai Wi,
“ Hai, mana pada kemana? tanya Dewi. Sapaan yang sangat indah dari Dewi.

“ Mau jalan ke kampung, mau ikut Wi? Tawar kami.
“ Gaklah, bawa oleh – oleh saja ya, lanjut Dewi.
“ Oke! Kata kami serentak dan semangat.

Jalan ke kampung terasa indah sekali karena sapaan Dewi yang manis, tidak henti – hentinya kami bahas Dewi sepanjang jalan. Berbicara dengan orang tua Joni juga terasa asyik saja. Tidak lupa kami bawakan mangga Samosir yang kecil dan manis untuk Dewi, memungut di halaman rumah Joni. Mangga yang berwajah jelek kami sikat habis, yang berwajah halus kami sisakan untuk Dewi. Pagi hari menuju sekolah Joni sudah duluan sampai ke sekolah karena mangga oleh – oleh untuk Dewi sudah dia amankan dengan paksa di dalam tas sekolahnya.

“ Ihhh,,,beneran bawa oleh – olehnya, aku Cuma bercanda lo, kata Dewi cekikikan setengah jijik melihat aksi kami berdua.
“ Bagi dong, bagi dong kata cewek – cewek lain, di kelas kami. Teman – teman cowok melongo saja melihat keakraban kami dengan Dewi. Hanya si Bahar yang masih menyimpan kamus.

“ Cie....kasih mangga minta kembalian itu Wi, teriak Bahar.
“ Kembalian apaan?tanya Dewi pura – pura tidak tahu.

“ Buah ini, kata Bahar membentuk love di kedua tangannya.
“ Huuuuu.....teriak yang lain.

Istirahat belajar kami cari – cari Dewi tidak ada, iseng – iseng kami mencari Erik anak tampan dan kaya. Melihat mobil bokapnya Erik di belakang sekolah di tutupi semak – semak belakang sekolah. Spontan kami mengendap endap mengintip siapa di mobil Erik. Tidak lupa kepala kami berdua berbenturan berkali bali karena sibuk mencari celah mengintip. Dewi dan Erik berpagutan panas di dalam mobil kijang milik papanya Erik, rok abu – abu milik Dewi tersingkap jauh ke pangkal pahanya yang mulus. Ujung telapak kakinya meronta ronta nikmat, kaki mulusnya menginjak injak mangga pemebrian kami di lantai mobil. Rasa perih melihat baju sekolah Dewi acak acakan, ditambah lagi melihat mangga yang kami pungut satu persatu di halaman rumah Joni, plus memanjat mangga yang setengah matang. Anak muda sakit tapi masih mudah menikmati rangsangan adegan panas itu, sampai sore hari berakhir kamar mandi kami masing – masing.

Persis ulah Lia yang kalau menulis ke papan tulis suka memamerkan beha silangnya, cewek lain pakai beha ditambah singlet lagi. Lia mah tidak begitu, dia tidak pakai kaos singlet, langsung baju sekolah dan beha silangnya, sangat hot. Tidak heran Lia memang sudah jelas pemain semasa SMA kalau Dewi tidak, dia alami, pacaran biasa saja, Cuma saking larisnya banyak sekali cowok yang mengejar dia.

Tidak terasa lamunanku berhenti di depan rumah yang sangat kami hafal bentuknya, nomornya, jalan dan rt rwnya. Di depan rumah Dewi kami teringat lagi masa ngapel ke rumah ini. Adu gaya, adu bahasa meraih simpati Dewi Kusumawardani, bintang sekolah dan kelas kami. Rumah itu tidak banyak berubah.

“ Tok tok,tok,
“ Siapa? Suara dari dalam.
“ Kami bu, jawab kami.

“ Dewi ada bu? Tanya kami. Mamanya Dewi tidak kenal kami, saking banyaknya cowok yang datang ke rumah ini.
“ Kalian nyari siapa pak ?  Wajah mamanya agak gugup melhat Joni berbaju dinas. Ini tahun kejayaan ABRI kejayaan bapak Presiden Suharto yang sangat menyangi perajuritnya: ABRI. Orang biasa sangat malas berurusan dengan yang namanya ABRI. Tidak heran mamanya Dewi gugup.

“ Kami teman SMA Dewi bu, ada dia bu?
“Eh sebentar ya pak.

“ Wiiiii....teriak mamanya kencang.
“ Iya maa....sambut Dewi masih indah suaranya.

“ Eh, uh, eh, mmmm...Abas? lama Dewi mengingat ingat baru ingat nama anj*ng kurap ini, dari dulu sampai sekarang, tetap saja kurap dimata Dewi. Bertolak belakang dengan sikapnya kepada Joni.
“ Ada apa pak? Lanjut Dewi tidak kenal Joni yang masih mengenakan topi dinasnya.

“ Saya Joni, lupa ya?
Dewi menganga lama ingat, lupa, kaget, bercampur jadi satu.
“ Oh, Iya, mm..Pak, eh Joni boleh panggil nama ya pak?

“ Boleh, jawab Joni penuh wibawa di tambah niat lagi diwibawa wibawakan di depan Dewi, perasaan tadi sama aku gaya bicaranya tidak begitu, semprul! dalam hatiku.

Selanjutnya Joni dan Dewi asyik bicara berdua saja, aku coba menimpali juga seolah tidak mereka dengar, semprul ! semprul! kalau tidak berharap kerja dari Letnan Joni, sudah kabur saya dari rumah sialan ini. Dari dulusampai sekarang tetap saja anj*ing kurang di depan Dewi, Joni mah sudah lain dia sudah di lihat dua belah mata oleh Dewi dan orang tuanya. Bahkan pak rt sok akrab pura – pura bertanya “ saya kira ada apa pak? Kok bapak aparat ke sini, kata pak rt malu – malu kucing, tidk lupa kenalan dengan Letnan Joni. Kapan lagi bisa kenal perwira ABRI kalau tidak begini. Tidak terasa sudah setengah hari kami di rumah Dewi.

“ Jangan pulang dulu ya, ibu masak ni, kata mamanya Dewi mengakrabkan diri.
“ Aku mah tidak henti hentinya mengumpat dalam hati, semprul! semprul!

Pulang dari rumah Dewi, Joni tidak henti hentinya berkata, betapa puasnya dia membuat Dewi terpesona.

“ Nanti saya ajak jalan dia Bas,kata Joni.
“ Benaran Jon? Apa kamu tidak jijik ama Dewi?

“ Tenang saja dek Abas, kata Joni meledek.
“ Terserah kaulah pak komandan, aku aja?

“ Apa kau? Tidak mau? Joni tahu isi kepalaku. “ Benar! Sergah Joni.
“ Tidak tahulah Jon.
“ Tu kan, kau juga tidak bisa jawab.

Dalam hatiku benaran juga masih sulit mengatakan tidak sama Dewi, bahkan lebih cepat kata “ tidak ‘ dari Dewi kalau aku yang meminta, tapi kalau Joni yang meminta aku pastikan Dewi bilang iya empat kali sekaligus, Letnan muda melamar anak Presiden saja masih layak. Buktinya Kapten Prabowo saja melamar anak PresidenSuharto, nasib, nasib, jalan hidupku dengan Joni bagai langit dan bumi. Semoga pak Letnan ini tidak lupa janjinya memberi kerjaan, siapa tahu aku bisa juga mencari wanita yang secantik Dewi. Dulu saja sering kalah cepat ama Joni, apalagi sekarang? Tiga bulan sudah berlalu sejak kepergian kami ke rumah Dewi. Mungkin Joni sudah pergi sendiri ke sana.

“ Hei kurap! Teriak Joni di depan pintu, jangan tanya kenapa dia tidak menelpon dulu? Ini tahun 95an, handphone masih sangat langka.
“ Hei komandan, aku mencoba ramah, takut diabaikan oleh pak komandan ini.

“ Pertama begini kurap! Besok atau nanti sore ini kau cari seragam satpam, kau kerja jadi satpam di pabrik tempat anak buahku sering kontrol, “ siap kau kurap?
“ Siap komandan! Teriakku mau pergi cari baju satpam.

“ Sebentar dulu kurap, langsung sibuk saja kau, kerjaan gampang, anak buahku yang atur,” Kau duduk dulu dengar ceritaku.
“ Siap komandan!

“ Aku sudah jalan sama Dewi, aku bawa dia ke hotel, aku telanjangi.
“ Wuih...kau apain dia?

“ Masak aku ceritain semua? Kau tahulah anak muda bagimana.
“ Aku tahu, tapi aku penasaran, apa dia masih perawan?

“ Tidak lagi Bas, tapi aku sudah puas balas dendam.
“ Loh kok, balas dendam?

“ Iyalah, masalah menikahi dia kan, belum bisa aku masih ikatan dinas. Sementara aku menjauh dulu, biar saja dia memohon sama aku.
“ Hhahaha...gila kau Jon, masak masih dendam sama Dewi?

“ Emang kau tidak dendam? Aku masih ingat mangga yang biasanya di makan adik – adikku kita bawa untuk Dewi, cuma untuk diinjak injak dia di lanti mobil Erik.

Aku terdiam tidak bisa menjawab, benar juga omongan anak ini. Teringat lagi kemarahan kami dulu, tapi kan Dewi tidak minta? Kami aja sok manis bawa mangga segala. Tapi aku malas mendebat Joni, nanti aku batal kerja lagi. Belum lagi mama dengar kabar ini, bisa – bisa dia cium kaki Joni.

“ Tu kan kau juga tidak bisa jawab, teriak Joni.

“ Ya sudah aku jalan dulu cari baju.

“ Kau ada uang?
“ Ya gak ada Jon, ini juga mau ke pasar dulu lihat mama, siapa tahu dia bisa pinjam uang sama temannya di pasar. Mama jualan di jalanan pasar tanpa kios, sedih sekali kalau lihat mama di pasar. Tapi aku yakin dia akan bersemangat sekali mendengar kabar ini. Aku tidak perduli gajinya berapa, yang penting mama tidak sedih setiap kali melihat aku pulang dari luar tidak dapat kerja. Kerja jadi kuli di pasar malah membuat mama tambah sedih.

“ Ini kau ambil uang ini, tapi kau utang ya kurap!
“ Sssiap komandan.

Hari – hariku jadi satpam pabrik sudah berjalan lima bulan. Aku jadi kesayangan kepala satpam karena rajin dan dengat dengan bapak pembina Sersan Budi anak buah Joni. Aku sangat bersyukur dengan situasi ini. Aku tidak pernah merasa lelah, seolah seluruh energi alam menyatu ke dalam tubuhku. Kalau aku lihat di cermin,wajahku semakin ganteng. Aku punya empat atasan, kepala satpam, kepala pabrik, Sersan Budi, Letnan Joni. Semua aku hormati layaknya orang tuaku sendiri. Memang mereka persis seperti orang tuaku yang mengantarkan aku melihat dunia. Mereka ini mengantarkan aku naik kelas sosial, ini bukan uotsourcing masa kini, ini masa satpam langsung jadi karyawan, emang kepala pabrik berani menolak perintah perwira ABRI. Di budaya Timur, sikap loyak saya itu akan di sambut kasih sayang. Bisa saja di balas kesewenang wenangan, tapi tidak, karena aku teman sekolah Letnan Joni.

“ Bas! Suara indah memanggilku dari belakang, tanganku yang memegang selang sedang mencuci sepeda motor Sersan Budi.
“ Eh Wi, ada apa? Mana Joni? Kamu darimana? Pertayaanku bagai senapan otomatis yang ada di foto Sersan Budi.

“ Mau bicara ada waktu Bas?
“ Eh, masuk ke dalam saja Wi.

Aku mengajak Dewi ke dalam ruangan satpam yang sempit, tidak lupa minta maaf dulu kepada Sersan Budi. “ Maaf dan, ada pacar Letnan Joni, “ Silakan dek, kata Sersan Budi.

“ Aku habis dari rumah kamu Bas, kata mama kamu kerja di sini ( Dewi menyebut “ mama” ke mamaku? Duh..indahnya).
“ Iya Wi, pak Komandan bantu aku kerja di sini.

“ Iya mama juga bilang gitu.
“ Aku.. ( duh..mama lagi katanya menyebut mamaku). “ Ada apa nyari aku Wi? Sepertinya perlu benar.

“ Aku tidak tahu mau cerita kemana, aku cari – cari Joni tidak ada, kok hilang tidak ada kabar? Masak begitu sama teman SMA?
" Emang apa janji kalian? ( aku pura - pura tidak tahu niat Joni balas dendam, benaran anak itu dendam membara sama Dewi) kasihan juga melihat bintang sekolah ini jadi sia - sia begini. Dulu dia suka menganggap remeh sama cowok yang suka sama dia. Malah sibuk ngejar cowok hebat, sudah dapat malah penasaran sama cowok yang lebih hebat lagi. Intinya dia suka cowok yang menolak dia, malah anggap remeh sama yang suka sama dia. Seperti sekarang ini, Joni menghindar malah dia yang mengejar.

" Tidak ada janji Bas, tapi tahulah kalau orang sudah dekat kan ada niat melanjutkan gitu, tidak musti janji - jani segala.
" Jadinya gini Wi, dia bebas pergi kapan saja.

" Tapi kan? dia sudah!

Dewi malas melanjutkan kata - katanya, mungkin aku terlalu remeh untuk tempat curhat pribadi dia, paling juga di mau manfaatkan aku untuk cari Joni.

" Kenapa Wi? tanyaku pura - pura bego, tapi terbayang rubuh indahnya digaghi oleh Joni. Anak ini memang sangat mempesona. Panas ruang satpam membuat kulitnya memerah, keringat tipis keluar dari wajah mulusnya, seperti orang habis bercinta. " Apa kamu hamil? tanyaku memberanikan diri.

" Enak aja, emang aku apaan?

Aku jadi bertanya tanya apa Joni bohong saja sudah mengagahi dia. Tapi kalau belum berhasil menggagahi? pasti Joni masih aktif mengejar Dewi. Dasar aja Dewi menganggap aku terlalu remeh untuk cerita masalah pribadi.

" Jadi apa yang bisa aku bantu Wi?
" Kamu cari Jonilah, apa maksud dia? biar aku tahu untuk memutuskan dengan siapa?

Anak ini memang sombong, sudah jelas kebelet sama Joni tapi masih saja ngeles cari yang lain. Aku biarin saja mampus dia, ini semua akibat kesombongan dia dari dulu karena banyak cowok yang mengejar. Cowok yang memuja dia dicuekin, cowok yang jual mahal dia kejar, semprul.

" Baiklah Wi, nanti aku coba cari Joni.
" Terimaksih Bas, salam sama mama ya, aku tidak bisa mampir lagi.

Aduh, dia panggil mama lagi sama mamaku, aku jadi berfikir ulang untuk memilih dia seandainya Joni mencampakkan dia.

" Hei komandan, aku di datangi Dewi, dia minta sikap kau.
" Sikap apa? aku tidak ada janji apa - apa dengan dia.

" Tapi kau sudah tiduri dia semprul.
" Tapi kan sama - sama enak, lagian dia sudah tidak perawan kok, aku salah apa?

Aku diam tidak bisa berkata apa - apa lagi.

" Tapi paling tidak kamu putuskan, bersama atau tidak? jadi dia kan tahu.
" Tidak tega juga aku Bas, kau saja yang bilang ya.

" Ya sudah nanti aku coba jelaskan ke Dewi.

Sepanjang jalan pulang, plus dapat uang dari Letnan Joni, aku berfikir bagaimana memulai kata - kata sama Dewi? wanita yang dulu aku kagumi, bahkan kalau di suruh memilih antara dia atau mama? mungkin aku pilih dia, mana mungkin pula hubungan sama mama hilang begitu saja. Yang penting Dewi sudah dapat. Sekarang Dewi bagai wanita pengemis cinta kepada orang yang dulu tidak masuk dalam daftar dia. Tapi panggilannya " mama" membuat aku berfikir ulang, karena aku sangat sayang mama. Sampai di rumah aku langsung ke pasar menemui mama berjualan di jalan becek.

" Mama udah makan?
" Sudah Bas, kau sudah makan?

" Sudah ma,
" Tadi ada wanita cantik cari kau dan Joni.

" Iya ma, benar dia panggil" mama" sama mama?
" Iya, emang kenapa?

" Kok tumben anak itu sopan sama keluargaku? dulu dia tidak pernah lihat aku ma.
" Oh begitu, emang cantik dia, anak orang kaya ya?

" Tidak juga ma, tapi dibanding kita? ya lebih kaya dia. " Aku pergi ke rumah dulu ya ma, mungkin aku mau kerumah Dewi, dia ada hubungan ama Joni ma.
" Ya sudah nak, sekalian kamu juga cari buat mantu mama.

" Iya ma, emang mama perlu mantu?
" Iya perlulah, biar tidak sepi di rumah.

Habis makan sayur asem sambal terasi buatan mama, aku jalan ke rumah Dewi.

" Sepertinya Joni mau putus Wi,
" Oh gitu, kenapa dia tidak berani datang? tidak jantan dia.

" Dia tidak tega Wi.
" Terus ngomong apa lagi dia.

" Biasalah Wi, tentan hubungan kalian yang tidak sehat, katanya kau sudah tidak suci lagi.
 " Oh gitu, aku tidak meminta hidup begini Bas, ini semua alami saja, aku kira pria yang cocok sama aku bisa dipercaya ternyata tidak, aku bukan pelacur, aku jalan saja atas nama cinta, aku kira Joni bisa mengerti ternyata tidak. " Sudah nasib saya Bas, Dewi menunduk.

" Kalau kau mau sendiri? biar aku pergi dulu.
" Kamu sibuk Bas?

" Tidak sih Wi, habis leps piket malam agak bebas sampai besok pagi.
" Ya, di sini aja dulu Bas, aku kesepian, itu juga kalau kamu tidak keberatan.

" Tidak apa - apa Wi sampai sore di sini. " Tapi kalau aku lapar makan di sini aja ya.
" Ya tinggal makan aja Bas di dapur.

" Emang kamu bagaiman dulu sama Erik?
" Dia cuma berpertualang Bas.

" Kami pernah intip kamu sama Erik di mobil kijang dia, mangga yang kami bawa kamu injak - injak di mobil, aku dan Joni sakit hati. " Kayaknya Joni masih dendam.
" Oh kalian ngintip?

" Gitu deh.
" Ih, jorok.

" Masih muda Wi, tontonan gratis.
" Joni dendam? emang aku janji apa sama dia?

" Begitu juga sekarang Wi, dia janji apa sama kamu?
" Kau juga dendam?

" Sedikit Wi, tapi kamu panggil mama sama mama saya sangat mengobati hati saya, saya merasa dihargai, jarang orang panggil mama sama mama, biasanya orang panggil " mbok".
" Orang tua harus kita hormati Bas, walau anaknya bukan pacar kita, tidak salah kita hargai.

" Itulah yang membuat dendamku berkurang Wi.
" Terimakasih Bas, masak segitunya dendam? aku kan tidak selingkuh dari kalian, kita teman sekelas, tidak salah dong aku pesan oleh - oleh sama teman. " Rupanya kalian menyimpan rasa juga?

" Siapa yang tidak suka sama kau Wi? banyak teman sekolah suka kau.
" Maaf deh Bas, aku tidak menyangka sejauh itu perasaan kalian, aku sendiri hancur berantakan kok. " Apa kau juga pernah suka sama aku?

" Bukan pernah Wi, sampai sekarang aku masih suka kamu.
" Ihhh...Bas...apa kamu tidak jijik sama aku?

" Sedikit, tapi sepertinya rasa suka lebih besar.
" Aduh Bas, aku jadi bingung, apakah kamu berkata dari hati?

" Iya Wi,
" Kau mau menikahi aku?

" Mau!
" Terimakasih Bas, aku janji akan jadi istri yang setia dengan apapun keadaanmu.

Tatapan mesra kedua insan ini berakhir di pelukan hangat di temani suara binatang malam.

" Kau yakin menikahi Dewi Bas? dia bekas orang lain.
" Aku kasihan Jon, lagi pula aku memang suka dia, rasanya kalau tidak begini keadaannya aku tidak mungkin bisa mendekati dia.

" Nanti kau menyesal Bas.
" Semoga tidak Jon.

" Sebagai teman aku hanya bisa mendukung apapun keputusanmu yang sudah kau diskusikan dengan aku, kata Joni.

Dengan sumbangan yang besar Joni membantu biaya pernikahan Abas dan Dewi. Lebih pada persahabatannya dengan Abas daripada Dewi.  Mama sangat senang melihat mantunya yang cantik dan ramah, sebentar lagi akan punya cucu bathinnya.

Pernikahan berjalan cepat tidak terasa sudah 3 tahun lamanya pernikahan Abas dan Dewi. Kehadiran anak laki - laki yang ganteng mengikuti emaknya kali ya, coba kalau ikut muka Abas? apa jadinya.

Joni mendapat sial, setiap wanita yang dia inginkan pergi menikah dengan orang lain. Umur Joni sudah semakin layak untuk berumah tangga. Bathinnya mulai bertanya akan dosa apa yang dia lakukan?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar