Almarhum bernama T Aritonang manteri hewan di Laguboti, Tobasa, Sumut sekolah persamaan dengan anak - anak yang jauh di bawah umurnya dan mendapat posisi PNS sebagai manteri hewan yang di kenal orang - orang yang pernah menggunakan jasanya. Beliau beli obat dari toko obat khusus hewan ternak yang mana di daerah beliau tinggal banyak memelihara hewan ternah seperti kerbau, sapi, kambing dan babi. Membeli obat ini dengan uang sendiri dan naik angkot menuju sasaran yang akan di capai dalam upaya mengobati hewan bahkan tidak jarang harus jalan kaki. Semua di jalani dengan penuh semangat dan tidak kenal lelah karena sifat pengabdi yang penuh cinta kasih tertanam di hatinya dia seorang penganut Kristen yang taat. Dia guru vokal group di gereja dan pernah di ceritakan oleh seorang bekas muridnya di vokal group gereja HKBP Laguboti. Menikah dengan Ibu S Silaban dan memiliki enam orang anak salah satunya perempuan yang menikah dengan penulis cerita ini. Bisa di katakan tulisan subjektif karena penulis anak mantu laki - laki satu satunya di rumah keluarga T Aritonang ini boleh di debatkan dengan data saya mengenal beliau di tahun 2000an beliau meninggal di tahun 2008. Nama dia tidak sementereng jenderal Sahala Aritonang atau Baharudin Aritonang yang di kenal semasa Orba dimana satu menentang Orba yang satu anak buah Orba tapi saya tidak ada artinya semua pangkat dan kekayaan tanpa pengabdian ke masyarakat nilai itu juga yang menginspirasi saya untuk menuliskan kisah ini.
Di era kekuasaan Orba yang begitu matrealistis dan mendengungkan kekuasaan dan kekayaan tanpa karakter kebangsaan, kemanusiaan, pengabdian ada orang - orang yang iklas mengabdi ke masyarakat tanpa harus merugikan orang lain. Seperti Bapak T Aritonang ini bukan tidaak ada kesempatan seperti yang pernah di ceritakan sejawatnya kepada saya mertuamu terlalu jujur kalau saya mau praktek liar. Dengan memungut bayaran jasa dengan tegas atau menanyakan uang muka saya kira bisa di lakukan almarhum karena orang desa yang menggunakan jasanya wajib membutuhkan. Seperti kita berobat ke beberapa rumah sakit yang tegas menanyakan uang muka ketika mau berobat besar tapi beliau tidak mau melakukan bahkan tidak jarang orang pemilik ternak mengiba tidak punya uang, sehingga beliau meminta uang modal beli obat tadi saja itupun terkadang mengutang dan tidak pernah di tagih karena rasa iba di hati atau mungkin malu meminta uang hal ini biasa di lakukan orang - orang yang penuh cinta di hatinya walau di rumah terkadang dia harus makan nasi dan garam. Ini bukan hanya istilah makan nasi dan garam memang beneran makan nasi dan garam sedangkan orang lain bisa saja bertambah kaya karena ternaknya sehat dan bernilai ekonomis tinggi.
Kesederhanaan ini saya saksikan sendiri karena terbukti anak - anaknya tidak ada yang sampai sarjana adapun anak tertuanya berhasil mencapai s2 karena usaha sendiri modal sendiri karena berhasil menjadi manajer di bank BNI. Sehingga dengan bangga saya persembahkan juga gelar s1 hukum kepada beliau saya yakin walau tanpa biaya langsung tapi doanya buat anak tertuanya dan saya sampai. Bagi sebagian orang sikap beliau sangat konyol apalagi bagi jiwa matrealistis bahkan beberapa keluarga dekat bilang dia bodoh tapi bagi saya tidak dia adalah anak - anak Bung Karno pendiri bangsa ini. Karena saya juga pengangum Sukarno dan sangat menghargai nilai - nilai perjuangan untuk sesama manusia dengan iklas seperti juga Bung Karno Hatta dll lakukan demi negara. Kita mengenal istilah negarawan adalah orang - orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri bahkan rela berkorban demi orang banyak. Bisa dilihat dari rumah dinas yang ditempati terbuat dari papan dan rumah pribadi sampai hari ini tidak ada bagi sebagian ini sangat konyol bagi saya tidak. Kecuali ada salah dalam memakai uang bisa di katakan bodoh ini tidak pernah ada kesalahan semisal berjudi atau minum dan main perempuan yang mana kalau masalah yang terakhir ini almarhum sangat memiliki pesona tinggi pandai bernyanyi. ganteng kata seorang kenalan wanita tua kepada saya kuat dugaan saya dalam doa beliau sampai pada orang seperti saya yang mau bahkan sangat menghargai integritas orang model beliau ini. Di masa lalu di era Sukarno Hatta dan saya kira beliau juga sangat terpengaruh tokoh benar di zamannya banyak tokoh di zaman itu yang punya nama besar tapi berakhir tanpa rumah, tidak kurang seperti Jenderal Hoegoeng yang pernah menjabat Kapolri pensiun tidak punya rumah di tengah banyaknya godan suap tapi nilai kebangsaan lebih berharga bagi mereka.
Penyematan kata konyol pada tokoh model ini tidak lepas dari penanaman doktrik Orba yang ingin melegitimasi kekuasaan korup mereka dengan menghembuskan isu konyol pada orang idealis. Dan banyak pula bahkan sampai masa Reformasi ini yang suka mengatakan idealisme itu konyol, tidak kurang Adian Napitupulu bilang," orang yang menertawakan pejuang keadilan, tawa itu akan hilang ketika ketidak adilan datang padanya. Selama 30 tahun kekuasaan Orba berkuasa di bawah komando Jenderal Suharto yang angker itu banyak sekali pejuang keadilan, kemanusiaan, demokrasi, nasionalis, agamais di bungkam. Tidak bisa saya bayangkan betapa pedih hati para pengabdi ini melihat SDA,SDM di rampas korporasi asing di madori Suharto sementara mereka berjuang dengan kesederhaan di tekan oleh orang - orang sendiri yang mencibir dengan kata sok bersih, sok suci. Tapi pelayan sejati sudah di obati oleh hatinya sendiri karena imannya kepada tuhannya atau imannya pada ideologinya. Tokoh itu tidak kan mengeluh lama karena dia bisa mengobati hatinya sendiri bahkan mampu mengobati hati orang lain dikenal juga istilah politik aliran Aristotelian yang bertujuan membuat happy banyak orang beda bahkan bertolak belakang dengan aliran Macciavelian yang bertujuan untuk kekuasaan semata.
Penyematan kata konyol pada tokoh model ini tidak lepas dari penanaman doktrik Orba yang ingin melegitimasi kekuasaan korup mereka dengan menghembuskan isu konyol pada orang idealis. Dan banyak pula bahkan sampai masa Reformasi ini yang suka mengatakan idealisme itu konyol, tidak kurang Adian Napitupulu bilang," orang yang menertawakan pejuang keadilan, tawa itu akan hilang ketika ketidak adilan datang padanya. Selama 30 tahun kekuasaan Orba berkuasa di bawah komando Jenderal Suharto yang angker itu banyak sekali pejuang keadilan, kemanusiaan, demokrasi, nasionalis, agamais di bungkam. Tidak bisa saya bayangkan betapa pedih hati para pengabdi ini melihat SDA,SDM di rampas korporasi asing di madori Suharto sementara mereka berjuang dengan kesederhaan di tekan oleh orang - orang sendiri yang mencibir dengan kata sok bersih, sok suci. Tapi pelayan sejati sudah di obati oleh hatinya sendiri karena imannya kepada tuhannya atau imannya pada ideologinya. Tokoh itu tidak kan mengeluh lama karena dia bisa mengobati hatinya sendiri bahkan mampu mengobati hati orang lain dikenal juga istilah politik aliran Aristotelian yang bertujuan membuat happy banyak orang beda bahkan bertolak belakang dengan aliran Macciavelian yang bertujuan untuk kekuasaan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar