Senin, 11 September 2017

Pak Suntoro



  
Tuan Tanah Sosialis.

Di awal kemunculan Komunis menyerang para Kapitalis, para tuan tanah yang menguasai lahan pertanian yang sangat luas. Mempekerjakan dalam jumlah banyak buruh tani yang sangat miskin. Jumlah buruh tani yang sangat banyak ini di provokasi untuk bersatu merebut tanah para Kapitalis. Tuan tanah disebut Kapitalis bukan Sosialis.
     Kisah ini saya lihat, saya saksikan langsung dengan mata kepala sendiri seperti syarat saksi seorang di pengadilan,hehehe. Malam itu Erwin seorang teman dekat saya menelepon melalui handphone nokia 330 milik saya, " Besok pagi tolong kau temani teman saya, karena tanah dia ada konflik di daerah Gedung Meneng Lampung Tengah. " Siapa dia ?,' tanyaku, mengantipiasi calo - calo tanah bermain kotor yang memanfaatkan hubungan dengan kami, " Suntoro !, namanya dia seorang petani," kata teman ini, petani ? petani model apa yang meminta dikawal,' tanyaku heran, " Kau kan faham hukum, tolong kau temani dia besok," kata Erwin memuji sambil menjerumuskan saya ke tugas berat. Konflik tanah. Banyak sekali kita dengar kisah nyawa melayang akibat konflk tanah. Dia sendiri punya alasan untuk tidak menemami, padahal saya yakin dia takut kalau ada masalah di sana. Saya selalu percaya dengan doa perjalanan akan diarahakan yang maha kuasa ke arah yang aman. Maka pagi hari itu kami bertemu dengan bapak ini, dia terlihat sangat bersahaja, dia bersama istrinya yang cantik. " Suntoro !,' kata dia menjulurkan tangannya, oke pak,' kata saya menyambut tangannya, pekerjaan sehari – hari kita apa pak ?,' tanya saya, " Bertani pak,' kata dia kalem, " oh, asyik dong pak sering dapat angin segar di desa, melihat warna warni tanaman, tidak sumpek seperti di kota,' ucap saya, iya pak,' katanya kalem. " Bapak sudah sarapan ?,' tanya dia, sudah pak,' jawab saya, gengsi dibayarin orang padahal belum sarapan, baru minum kopi pagi buatan istri tersayang.
  Perjalanan menuju lokasi konflik ini memakan waktu kurang lebih 8 jam lamayanya, sekitar jam 3 subuh ban mobil yang kami bawa kempes di tengah kampung yang kurang baik keamanannya, tapi berbekal senjata api Colt 38 di pinggang, membuat saya percaya diri menjaga pak Suntoro, istri dan anak buahnya. Pantas dia minta ditemani, di perjalanan saja sudah begini, tapi anak buahnya cekatan mengganti ban mobil. Istri pak Suntoro cekatan membagikan air mineral kepada kami. Terimaksih pak, coba kalau tidak ada bapak asti kami sudah panik, lihat sana sekeliling pak, semua sepi. Iya bu,' kata saya dingin, nanti terlalu mesra cemburu pula pak juragan ini. Saya bukan Kevin Cosner dalam film Bodyguard yang jatuh cinta kepada Withney Houston objek pengawalannya hehe..

   Tiba di sebuah desa bertemu dengan bapak carik desa yang masih muda, ganteng, dan bicaranya seperti aktifis di kampus, mantap sekali terdengar, umumnya ini ciri orang yang tidak banyak salah, dia bilang kami habis menurunkan kepala desa kami pak, jadi sementara saya yang pimpin desa," kata dia mantap. "Wow..!,' dalam hati saya yang selalu suka dengan gerakan perlawanan, apalagi yang dimotori orang muda, teringat Sukarno Hatta, " Kenapa diturunkan pak ?,' tanya saya, " Karena dia kusut pak, sering menipu warga desa termasuk menipu orang – orang desa yang menduduki tanah bapak Suntoro ini sambil menunjuk dengan jari jempolnya car menunjuk yang sopan ala budaya Jawa, jari kekarnya terlihat sangat sehat pertanda seorang pekerja keras, bapak yang saya temani ini. Makin kagum saya pemimpin muda ini, serasa melihat aktifis Reformasi yang saya suka dulu di masa muda merubah budaya busuk pejabat yang sok alim sok kuasa tapi penipu dan maling.                                                
     Orang – orang petani miskin di desa yang menduduki tanah bapak di pungut uang untuk ke pengadilan,' katanya pak, apa bapak sudah mengugat kami ?,'tanya dia kepada pak Suntoro, " Kalau saya mengugat ke pengadilan, ngapain saya ke sini pak ?,' jawab Suntoro, saya tunggu saja pengadilan, iya juga, dalam hati saya. Kalau begitu kita ke balai desa saja pak, disana warga sudah berkumpul,' kata plt kades ini. Tidak lam tibalah kami di balai desa tempat warga desa yang terlihat tangguh berkaki kuat, otot di seluruh tubuhnya, hitam dan penuh tatapan semangat, sambil waspada melihat rombongan kami. Tapi karena kami berjalan mesra bersama Carik muda pemimpin mereka hati ini sedikit lega, ini akan jauh dari konflik, tapi senjata api saya raba kembali di pinggang saya ada berapa biji pelurunya, kalau sampai warga banyak ini marah. Semoga saya bisa menyelamatkan Suntoro dari amukan warga.
   Selamat siang bapak - bapak !,' seru Suntoro, menyapa dengan ramah, siangg..,' jawab mereka ragu - ragu, suara mereka tidak sesuai dengan jumlah mereka. Tibalah saatnya dengar pendapat dari warga yang sudah sering di pungut uang oleh kades lama, untuk melawan pak Suntoro, bapak Suntoro pun angkat bicara, orang kaya suka pelit berbagi, umumnya akan ngotot kalau bicara untung rugi. Hati saya mulai gelisah, apa gerangan kalimat yang akan dia ucapkan ? apakah akan tidak memicu konflik ?, berharap cemas, tapi saya malu menunjukkan wajah gelisah, ego orang muda.

" Bapak – bapak sekalian jangan percaya kata - kata orang lain, kata siapapun,' bahwa saya akan mengugat kalian, ngapain saya jauh - jauh ke sini kalau mau mengugat ?, saya punya segepok surat tanah yang menunjukkan saya pemilik sah tanah ini, mau kalian gugat ke pengadilan manapun, saya bakal menang !,' seru Suntoro, duk !.. hati saya berdegup kencang, makin gelisah, sambil melihat reaksi warga desa yang hampir semua membawa golok dipingganya, beradasarkan pengalaman saya di daerah ini, umumnya mereka juga bawa tombak tapi di simpan di semak - semak yang tidak jauh dari balai desa, " Seingat saya tanah saya seluas 28 hektar yang sekarang di kuasai bapak - bapak ! saya minta siapkan 8 hektar untuk saya dalam satu tempat bulat tidak terpisah pisah, sisanya 20 hektar berbagilah saudara – saudara sisanya, dan kita hidup sebagai tetangga, bagaimana ?,' tanya Suntoro, duk ! air mata saya hampir menetes haru melihat kebaikan bapak suntoro ini, masih ada orang begini di negeri ini, " hidup pak Suntoro ! " hidup pak Suntoro !,' teriak mereka berkali kali, serasa melihat orasi Bung Karno yang disambut rakyat, mereka berlomba memeluk pak Suntoro, bau badan mereka berbaur dengan bau farfum di baju mahal dan wangi Suntoro, " selamat pak Suntoro !,” kata saya, saya salut kepada bapak, jarang orang kaya mau berbagi apalagi untuk luas tanah sebanyak itu.

Kami pun memulai perjalanan pulang dengan cerita - cerita kisah hidup dia yang miskin penuh perjuangan, kejujuran, dan kepercayaan dari orang – orang di sekitar dia sehingga di bisa seperti sekarang, petani yang kaya.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar