Tuan Tanah Sosialis.
Di
awal kemunculan Komunis menyerang para Kapitalis, para tuan tanah yang
menguasai lahan pertanian yang sangat luas. Mempekerjakan dalam jumlah
banyak buruh tani yang sangat miskin. Jumlah buruh tani yang sangat
banyak ini di provokasi untuk bersatu merebut tanah para Kapitalis. Tuan
tanah disebut Kapitalis bukan Sosialis.
Kisah
ini saya lihat, saya saksikan langsung dengan mata
kepala sendiri seperti syarat saksi seorang di pengadilan,hehehe. Malam
itu Erwin seorang teman dekat saya menelepon melalui handphone nokia 330
milik saya, " Besok pagi tolong kau
temani teman saya, karena tanah dia ada konflik di daerah Gedung Meneng
Lampung Tengah. " Siapa dia ?,' tanyaku, mengantipiasi calo - calo tanah
bermain kotor yang memanfaatkan hubungan dengan kami, " Suntoro !,
namanya dia seorang petani," kata teman ini, petani ? petani model apa
yang meminta dikawal,' tanyaku heran, " Kau kan faham hukum, tolong kau
temani dia besok," kata Erwin memuji sambil menjerumuskan saya ke tugas
berat. Konflik tanah. Banyak sekali kita dengar kisah nyawa melayang
akibat konflk tanah. Dia sendiri punya alasan untuk tidak menemami,
padahal saya yakin dia takut kalau ada masalah di sana. Saya selalu
percaya dengan doa perjalanan akan diarahakan yang maha kuasa ke arah
yang aman. Maka pagi hari itu kami
bertemu dengan bapak ini, dia terlihat sangat bersahaja, dia bersama
istrinya yang cantik. " Suntoro !,' kata dia menjulurkan tangannya, oke
pak,' kata saya menyambut tangannya, pekerjaan
sehari – hari kita apa pak ?,' tanya saya, " Bertani pak,' kata dia
kalem, " oh, asyik dong pak
sering dapat angin segar di desa, melihat warna warni tanaman, tidak
sumpek
seperti di kota,' ucap saya, iya pak,' katanya kalem. " Bapak sudah
sarapan ?,' tanya dia, sudah pak,' jawab saya, gengsi dibayarin orang
padahal belum sarapan, baru minum kopi pagi buatan istri tersayang.
Perjalanan menuju lokasi konflik ini memakan waktu kurang lebih 8 jam lamayanya, sekitar jam 3 subuh ban mobil yang kami bawa kempes di tengah kampung yang kurang baik keamanannya, tapi berbekal senjata api Colt 38 di pinggang, membuat saya percaya diri menjaga pak Suntoro, istri dan anak buahnya. Pantas dia minta ditemani, di perjalanan saja sudah begini, tapi anak buahnya cekatan mengganti ban mobil. Istri pak Suntoro cekatan membagikan air mineral kepada kami. Terimaksih pak, coba kalau tidak ada bapak asti kami sudah panik, lihat sana sekeliling pak, semua sepi. Iya bu,' kata saya dingin, nanti terlalu mesra cemburu pula pak juragan ini. Saya bukan Kevin Cosner dalam film Bodyguard yang jatuh cinta kepada Withney Houston objek pengawalannya hehe..
Perjalanan menuju lokasi konflik ini memakan waktu kurang lebih 8 jam lamayanya, sekitar jam 3 subuh ban mobil yang kami bawa kempes di tengah kampung yang kurang baik keamanannya, tapi berbekal senjata api Colt 38 di pinggang, membuat saya percaya diri menjaga pak Suntoro, istri dan anak buahnya. Pantas dia minta ditemani, di perjalanan saja sudah begini, tapi anak buahnya cekatan mengganti ban mobil. Istri pak Suntoro cekatan membagikan air mineral kepada kami. Terimaksih pak, coba kalau tidak ada bapak asti kami sudah panik, lihat sana sekeliling pak, semua sepi. Iya bu,' kata saya dingin, nanti terlalu mesra cemburu pula pak juragan ini. Saya bukan Kevin Cosner dalam film Bodyguard yang jatuh cinta kepada Withney Houston objek pengawalannya hehe..
Tiba di sebuah desa bertemu dengan bapak carik desa yang masih
muda, ganteng, dan
bicaranya seperti aktifis di kampus, mantap sekali terdengar, umumnya
ini ciri orang yang tidak banyak salah, dia bilang kami habis menurunkan
kepala
desa kami pak, jadi sementara saya yang pimpin desa," kata dia mantap.
"Wow..!,' dalam hati saya yang selalu suka
dengan gerakan perlawanan, apalagi yang dimotori orang muda, teringat
Sukarno Hatta, " Kenapa diturunkan pak ?,' tanya saya, " Karena dia
kusut pak, sering menipu
warga desa termasuk menipu orang – orang desa yang menduduki tanah bapak
Suntoro
ini sambil menunjuk dengan jari jempolnya car menunjuk yang sopan ala
budaya Jawa, jari kekarnya terlihat sangat sehat pertanda seorang
pekerja keras, bapak yang saya temani ini. Makin kagum saya pemimpin
muda ini,
serasa melihat aktifis Reformasi yang saya suka dulu di masa muda
merubah budaya
busuk pejabat yang sok alim sok kuasa tapi penipu dan maling.
Orang
– orang petani miskin di desa yang menduduki tanah
bapak di pungut uang untuk ke pengadilan,' katanya pak, apa bapak sudah
mengugat kami ?,'tanya dia kepada pak Suntoro, " Kalau saya mengugat ke
pengadilan, ngapain saya ke sini pak ?,' jawab Suntoro, saya
tunggu saja pengadilan, iya juga, dalam hati saya. Kalau begitu kita ke
balai desa saja pak, disana warga sudah berkumpul,' kata plt kades ini.
Tidak lam tibalah kami di balai
desa tempat warga desa yang terlihat tangguh berkaki kuat, otot di
seluruh tubuhnya, hitam dan
penuh tatapan semangat, sambil waspada melihat rombongan kami. Tapi
karena kami
berjalan mesra bersama Carik muda pemimpin mereka hati ini sedikit lega,
ini akan jauh dari
konflik, tapi senjata api saya raba kembali di pinggang saya ada berapa
biji pelurunya,
kalau sampai warga banyak ini marah. Semoga saya bisa menyelamatkan
Suntoro dari amukan warga.
Selamat siang bapak - bapak !,' seru Suntoro, menyapa dengan
ramah, siangg..,' jawab mereka ragu - ragu, suara mereka tidak sesuai
dengan jumlah mereka. Tibalah saatnya dengar pendapat dari warga yang
sudah sering di pungut uang
oleh kades lama, untuk melawan pak Suntoro, bapak Suntoro pun angkat
bicara, orang kaya suka pelit berbagi, umumnya akan ngotot kalau bicara
untung rugi. Hati saya mulai
gelisah, apa gerangan kalimat yang akan dia ucapkan ? apakah akan tidak
memicu konflik ?, berharap
cemas, tapi saya malu menunjukkan wajah gelisah, ego orang muda.
" Bapak – bapak sekalian jangan percaya kata - kata orang lain, kata siapapun,' bahwa saya akan mengugat kalian, ngapain saya jauh - jauh ke sini kalau mau mengugat ?, saya punya segepok surat tanah yang menunjukkan saya pemilik sah tanah ini, mau kalian gugat ke pengadilan manapun, saya bakal menang !,' seru Suntoro, duk !.. hati saya berdegup kencang, makin gelisah, sambil melihat reaksi warga desa yang hampir semua membawa golok dipingganya, beradasarkan pengalaman saya di daerah ini, umumnya mereka juga bawa tombak tapi di simpan di semak - semak yang tidak jauh dari balai desa, " Seingat saya tanah saya seluas 28 hektar yang sekarang di kuasai bapak - bapak ! saya minta siapkan 8 hektar untuk saya dalam satu tempat bulat tidak terpisah pisah, sisanya 20 hektar berbagilah saudara – saudara sisanya, dan kita hidup sebagai tetangga, bagaimana ?,' tanya Suntoro, duk ! air mata saya hampir menetes haru melihat kebaikan bapak suntoro ini, masih ada orang begini di negeri ini, " hidup pak Suntoro ! " hidup pak Suntoro !,' teriak mereka berkali kali, serasa melihat orasi Bung Karno yang disambut rakyat, mereka berlomba memeluk pak Suntoro, bau badan mereka berbaur dengan bau farfum di baju mahal dan wangi Suntoro, " selamat pak Suntoro !,” kata saya, saya salut kepada bapak, jarang orang kaya mau berbagi apalagi untuk luas tanah sebanyak itu.
Kami pun memulai perjalanan pulang dengan cerita - cerita kisah hidup dia yang miskin penuh perjuangan, kejujuran, dan kepercayaan dari orang – orang di sekitar dia sehingga di bisa seperti sekarang, petani yang kaya.
" Bapak – bapak sekalian jangan percaya kata - kata orang lain, kata siapapun,' bahwa saya akan mengugat kalian, ngapain saya jauh - jauh ke sini kalau mau mengugat ?, saya punya segepok surat tanah yang menunjukkan saya pemilik sah tanah ini, mau kalian gugat ke pengadilan manapun, saya bakal menang !,' seru Suntoro, duk !.. hati saya berdegup kencang, makin gelisah, sambil melihat reaksi warga desa yang hampir semua membawa golok dipingganya, beradasarkan pengalaman saya di daerah ini, umumnya mereka juga bawa tombak tapi di simpan di semak - semak yang tidak jauh dari balai desa, " Seingat saya tanah saya seluas 28 hektar yang sekarang di kuasai bapak - bapak ! saya minta siapkan 8 hektar untuk saya dalam satu tempat bulat tidak terpisah pisah, sisanya 20 hektar berbagilah saudara – saudara sisanya, dan kita hidup sebagai tetangga, bagaimana ?,' tanya Suntoro, duk ! air mata saya hampir menetes haru melihat kebaikan bapak suntoro ini, masih ada orang begini di negeri ini, " hidup pak Suntoro ! " hidup pak Suntoro !,' teriak mereka berkali kali, serasa melihat orasi Bung Karno yang disambut rakyat, mereka berlomba memeluk pak Suntoro, bau badan mereka berbaur dengan bau farfum di baju mahal dan wangi Suntoro, " selamat pak Suntoro !,” kata saya, saya salut kepada bapak, jarang orang kaya mau berbagi apalagi untuk luas tanah sebanyak itu.
Kami pun memulai perjalanan pulang dengan cerita - cerita kisah hidup dia yang miskin penuh perjuangan, kejujuran, dan kepercayaan dari orang – orang di sekitar dia sehingga di bisa seperti sekarang, petani yang kaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar