Jumat, 20 Maret 2020

kita bersama di dunia lain

Di dalam keranda jenazah wanita idamannya dibawa oleh orang kampung menuju pekuburan umum desa Piring Tujuh yang indah, Leman hanya bisa menatap pilu, tidak pula bisa menangis dan mendekati  Yanti, karena bukan keluarga bukan pula suami, wanita yang dia kagumi sejak lama harus tewas di tangan suaminya; Jukir. Kekagumannya pada Yanti melebihi segalanya, rasa kagumnya membuat tidak tidak berani membayangkan Yanti dalam onaninya. Yanti bagai matahari dalam hidupnya, akan halnya Yanti yang sibuk menerima tamu yang datang silih berganti ke rumahnya. Dari pamer tampang, pamer harta, pura - pura sebagai teman saja. Belum lagi para pedagang yang mau ketemu dengan orang tuanya. Tidak ada waktu bagi Yanti untuk melirik Leman, satu - satunya pertemuan mereka hanya ketika Yanti terpleset di jalan kampung di bantu oleh Leman. Yanti dingin melihat Leman walau tidak lupa mengatakan terimakasih.

Yanti berterimaksih tapi melihat seorang Leman yang berasal dari keluarga kelas tiga di kampung Piring Tujuh, membuat Yanti berhati hati. Sudah nasib orang miskin selalu di curigai, ramah di kira mau pinjam uang, sombong, apa yang mau kamu sombongkan. Manusia sama di mata para dewa, sayang para dewa tidak sering mampir ke kampung dan memberikan fatwa baru dengan ancaman pedang, siapa yang tidak patuh pada fatwa dewa akan di tebas, yakin pasti orang tidak akan melihat kelas sosial lagi. Karena takut pada pedang para dewa.

Pasalnya orang tua Yanti penguasa kebutuhan primer seperti beras, gula, minyak dll, tidak mau memberi hartanya kepada Jukir, Jukir jadi uring uringan tidak bisa mendapatkan yang dia inginkan. Di tambah ejekan orang tuanya yang mengejek Jukir tidak bisa mendapatkan harta mertuanya. Dia jadi sering cari gara - gara agar bisa ribut dan cerai dengan Yanti, Jukir dan keluarganya orang kaya penguasa kebutuhan skunder seperi piring, gelas dan segal;a produk modern yang datang ke kampung ke kampung Piring Tujuh seperti juga keluarga Yanti penguasa bisnis kebutuhan primer, Leman ? Leman hanya penonton di kampung itu seperti hari ini dia hanya bisa menontong iring - iringan pembawa jenazah Yanti. Menonton kedua keluarga itu bersaing bisnis, beli barang terbaru dan termahal, mengadakan pesta besar. Keluarga Jukir meminang Yanti dengan harapan harta orang tua Yanti jadi milik mereka, demikian pula keluarga Yanti berharap mendapat harta keluarga Jukir. Lucu dan lucu saja ulah manusia banyak harta gila harta ini. Tidak pernah mengenal kata cukup.

" Kamu di kasih apa sama mertumu? tanya orang tua Jukir kepada Jukir.
" Mana pemberian mertuamu? tanya oang tua Yanti kepada Yanti.

Bagian ini Leman tidak melihat langsung, bisa dipastikan dia hanya kan bengong menonton cerita yang tidak lucu ini.

Leman bersimpuh menengadah ke langit biru, memohon kemurahan kepada dewa langit agar bisa melihat Yanti hidup lagi,

" Wahai dewa, berikan lah kemurahanmu, kamu menghadirkan Yanti ke dunia ini dengan begitu sempurnanya, tapi kamu juga meminta dia kembali padamu, apakah tidak layak bagiku barang melihat keindahan karyamu? bagi Jukir dia tidak berharga, bagimu juga tidak, tapi bagiku dia keindahan terindah yang pernah dewa hadirkan di dunia ini. Berikanlah kemurahanmu.

Tangis pilu Leman di tengah hutan belantara membuat seluruh penghuni hutan ikut bersedih, harimau lapar pun tidak jadi menerkam Leman karena mendengar tangis Leman.

" Silakan kamu mangsa saya, dengan kematian saya kan membuat saya bisa berjumpa dengan Yanti, tantang Leman kepada harimau besar itu. Mendapat tantangan itu harimau malah bingung dan sedih, harimau pun meminta penghuni hutan agar membantu doa Leman, Yanti hidup kembali. Perintah raja hutan segera di turuti oleh semua penghuni hutan, monyet, burung, ular, bahkan cacing kecil pun ikut berdoa, walau mereka tidak mengenal siapa Yanti. " Dewa kabulkanlah permintaan manusia malang ini.

Ketika orang kampung sibuk cari harta, Leman hanya sibuk mencari burung di hutan, memancing di sungai - sungai, makan ala kadarnya. Di tengah masyarakat yang gila harta itu Leman dianggap tidak normal, dianggap udik, karena kelakuannya persis nenek moyang mereka dulu hanya hidup ala kadarnya dari alam. Leman tahu diri, jangankan untuk melamar Yanti, untuk mengatakan kepada orang lain dia suka Yanti saja dia tidak berani. Karena tahu diri, dia bukan orang yang pantas memiliki Yanti, tapi hati tidak bisa berbohong, Yanti sebenarnya tidak sombong seperti keluarganya, dia masih menghormati Leman sebagai kakak kelasnya di sekolah dasar. Dulu di sekolah, kalau ada ular masuk ke halaman sekolah, guru - guru kabur, apalagi anak sekolah, guru mencari pentungan tapi kalah cepat dengan Leman yang sudah menjinakkan ular itu. Yanti kagum, kekagumannya pernah dia ceritakan pada saat makan malam bersama keluarganya. " Itu ular jadi jadian peliharaan keluarga Leman, terang saja patuh sama dia,' kata bapaknya Yanti sinis.

Yanti malah bertambah kagum melihat Leman, bagaimana bisa keluarga Leman berkuasa atas ular? di saat orang - orang lari ketakutan melihat ular?

Doa penghuni hutan di kumandangkan setiap hari kepada dewa langit, dewa langit yang sedang asyik bermain gaple akhirnya bisa mendengar doa penghuni hutan itu.

" Sudah kabulkan saja doa mereka! daripada menganggu kita main gaple kata dewa senior,
" Itu merusak tatanan dunia pak, sahut dewa junior menjabat sekretaris jenderal.

" Kamu atur saja supaya terlihat biasa, perintah dewa utama.
" Tidak mungkin kita kembalikan Yanti ke kampungnya, bisa geger, bisa - bisa orang kampung melihat Yanti lebih sakti daripada kita pak.

" Ya, kamu kembalikan saja ke hutan tempat si Leman sering bermain, dia anak baik, dia tidak merusak alam, dia tidak rakus, dia akan bisa pegang janji. Tidak akan kembali ke kampungnya. Dia produk terbaik kita, dia jalani semua perinta kita, saya sudah cek ke bagian database. Dia aneh bagi manusia itu berarti kita juga aneh bagi manusia, jadi tidak usah terlalu perduli apa kata mereka. Kabulkan saja perminta agen terbaik kita du dunia, semoga dengan ini dia semakin yakin akan kekuatan kita bisa membuat keadaan lebih baik di dunia.
" Baiklah pak kalau begitu perintahnya, sahut dewa junior setengah malas.

Leman masih duduk di atas batu di dalam hutan tempat dia biasa bermain, orang tuanya tidak sulit mencarinya karena sudah tahu kebiasaannya. Sesekali mengantarkan makanan seadanya untuk Leman. Bagi orang kampung dia aneh tapi sebenarnya dia biasa saja, dia mandi di sungai indah dan bersih di dalam hutan. Orang kampung berjuang cari uang, saling sikut, saling intai, sampai lupa etika, lupa saudara, kaya dan mati. Leman hidup bahagia bersama alam dan mati. Di bagian hulu sungai terlihat sosok seorang wanita yang akrab di mata Leman.
" Mbak Yanti?!
" Kamu Leman? kamu sering di sini ya, pantas kamu betah, di sini indah sekali ya, tapi aku takut sama binatang buas.
Leman masih tidak percaya apa yang dia lihat, fatamorgana? hantu? yang kedua ini tidak ada artinya bagi Leman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar