Hidup di tanah batak begitu pahit, karena tanah kuraang subur untuk di tanami untuk pertanian padi tapi banyak di kerjakan anak - anak di sana dengan tangan sendiri. Sehingga tangan mereka begitu kuat. Kebetulan nasib baik pernah aku melihat mereka secara langsung dan meraskan kuatnya tenaga mereka di sekolah ketika berantem dan olahraga. Kesusahan hidup ini membuat banyak anak muda Batak merantau ke pulau Jawa terutama Jakarta dengan harapan kehidupan lebih baik. Cerita ini aku dengar dari pelaku langsung bagaimana mereka bertarung fisik dengan pilihan : premanisme. Bersama tokoh preman terkenal secara nasional : Joni Sembiring, kebetulan dia ini bekas supir merangkap pengawal langsung alm Joni Sembiring. Orangnya keras bisa juga di sebut keras kepala aku mengenalnya di umur 50 tahun dia lebih tegap dari saya yang berumur 35 tahun saat itu, suara bariton yang aku kagumi biasanya kalau minum banyak bir malamnya, kemudian siangnya suara kita bisa begitu keras dan ngebass. Pemuda Batak dari kampung ingin merubah nasib dengan memasuki Ibukota Jakarta dengan modal ijazah SMA dan semangat membara mereka memasuki rimba Jakarta yang keras tanpa kompromi. Hari - hari berjalan dengan pahit saudara tempat menumpang sementara pun tidak kalah pahitnya tapi semangat menjadi warga Ibukota tidak menyurutkan langkah mereka.
Ragam profesi pahit dagang asongan, parkir, jual koran, dll tapi yang mau di tuliskan di sini adalah saudara - saudara yang memilih jalur preman, minuman keras suaraa keras dan aksi - aksi perang antar geng sudah menjadi hari - hari mereka. Bagi kita yang tidak punya nyali berantam tentu ini pilihan aneh dan tidak masuk akal membawa golok menyambut golok dari geng lawan. Bagi pemuda mungkin biasa saja karena darah muda mereka, tidak heran di masa kolonial juga banyak pemuda yang memulai perang ego dengan penguasa kolonial yang serba kuat segalanya saat itu. Karena ini pula mungkin negara menyiapkan kementrian pemuda dan olahraga untuk mereka agar energi mudanya tidak merusak tatanan sosial. Lebih indah melihat pemuda bertarung di arena olahraga ,bertinju, karate, memukul lawan tidak kena jerat hukum malah mendapat sorakan, daripada melihat mereka ayunkan golok menyambut lawan menang ada darah tumpah kalah darah sendiri tumpah tapi itulah pemuda selalu terjadi begitu.
Perang melawan anak anak arek terjadi ada yang harus menemui ajalnya, dia tidak punya ktp, tidak punya data apa - apa. Sebagaimana biasa orang Batak berkenalan hanya memeberi tahu marga saja. Tidak ada data lain, dia dikubur oleh teman - teman di semak - semak liar yang masih banyak di sekitar Bekasi. Teringat sebuah lagu Batak mengisahkan seorang ibu yang menangis menunggu kabar dari anaknya di rantau, tidak pernah ada kabar. Kalau kau mati beri pesan lewat mimpiku,' kata lagu itu. Tahun di kalender hadiah dari sebuah perusahaan menunjukkan tahun 1975. Telepon rumah hanya milik beberapa orang. Surat bisa dikirim kalau tahu alamat jelas. Anak - anak di rantau suka pindah - pindah rumah kos karena tidak mampu membayar. Mendapat tumpangan di gudang - gudang sudah cukup mewah.
Kenapa lae tidak pernah pulang ?,' tanya Sirait.
Pakai apa aku pulang lae ? uang tidak ada, sampai kampung juga hanya menunjukkan muka malu gagal dirantau lae.
Iya lae, aku juga pernah mengalami masa seperti itu,' kata Sirait sambil menuangkan tuak ke gelas lae bolon. Aku tidak bisa pulang karena tidak ada uang sepeserpun. Tahun kelima aku dirantau ada sedikit uang untuk ongkos pulang, aku ingin melihat wanita pujaanku. Sampai dikampung aku sempatkan jalan kaki melewati rumahnya, teman lama berkata,' tidak usah kau lihat - lihat lagi lae, dia sudah menikah, Lae Sirait cepat menarik tangan teman lamanya ke arah semak - semak di kampung tercinta. Apa maksud lae ?,' kejar Sirait, kau ini baru datang dari rantau bukannya salam aku tanya kabar tapi malah memaksa aku cerita urusan si Santi. Oh maaf laeku, apa kabarmu ? mari kita ke rumah mamak dulu minum, sambil kita lihat mamak, ah begitulah ! baru benar, biar nampak hasilnya kau merantau jauh - jauh ke pulau Jawa, semakin tahu tata krama.
Maaak...!! amang, amang, anakkuuu...mamak menyambut dengan penuh haru, bapak mana mak ? mamak malah menagis sedih tiada tara..teringat suaminya yang meninggal karena kelelahan bekerja. Bapakmu sudah pergi meninggalkan kita Tagor, kata dokter dia kelelahan bekerja, Tagor pun ikut menangis meraung. Apa pesan bapak mak ? dia hanya pesan kepadamu teruslah berjuang agar hidupmu berubah tidak seperti bapakmu,' kata mamak di kuburan bapak yang tidak jauh dari rumah. Sudah sore nak, kita pulang saja, biar mamak buatkan makanan kita, kau tidak bawa istri jadi mamak terus yang masak, oh ya si Santi dulu sering main ke sini nanya kabarmu, karena tidak ada kabar apa - apa ? dia pun semakin jarang datang, ada pula kabar tetangga pulang dari rantau sudah bawa istri. Diapun akhirnya menerima pinangan orang nak, kau tidak lagi berharap sama dia kan ?,' tanya mamak dengan muka prihatin, sebenarnya masih berharap mak, tapi kalau sudah diambil orang mau bilang apa lagi ?lagian kalau dia masih sendiri juga mana mungkin saya menikahinya, saya juga belum bisa kasih makan dia, aku pun tahu amang, kalau kau punya uang tentu kau bisa pulang setiap tahun seperti anak orang, tapi mamak maklum saja kau tidak pulang, mungkin kau sedang berusaha, aku tahu kau pasti berusaha keras untuk cari uang seperti bapakmu. Kalau kau bisa cari makan nanti akan banyak perempuan yang mau sama kau.
Lae tahu siapa yang menikahi Santi ?,' tanya Sirait kepada bolon.
Mana aku tahu lae, aku kan bukan dukun, siapa lae ? ,' kejar bolon,
Si Poltak !,' teriak Sirait.
Bah ! si bangsat yang bawa lari uang rampoka kita ?,' teriak bolon.
Iya lae !,' kata Sirait.
Kenapa tidak kau bunuh saja lae ?,' teriak bolon.
Aku tidak tega melihat Santi menjanda lae,' kata Sirait.
Baguslah ! kalau dia janda kau ambillah dia bodoh !,' teriak bolon.
Jadi lau mendukung aku bunuh si Poltak dan ambil Santi ?
Iyalah ! aku selalu mendukungmu, kau mabok ganggu orang saja aku dukung saat kau dipukuli orang, padahal kau yang salah, itupun aku dukung,' kata bolon.
Tapi kalau Santi mau, terus aku kasih makan apa dia lae ?,' tanya Sirait.
Itu urusanmulah ! mana aku tahu, aku pun tdak punya uang, kau suruh pula mikirin rumah tanggamu,' kata bolon.
Sudahah ! kita minum saja, sudah takdir kita jadi gembel selamanya di Jakarta ini.
Ragam profesi pahit dagang asongan, parkir, jual koran, dll tapi yang mau di tuliskan di sini adalah saudara - saudara yang memilih jalur preman, minuman keras suaraa keras dan aksi - aksi perang antar geng sudah menjadi hari - hari mereka. Bagi kita yang tidak punya nyali berantam tentu ini pilihan aneh dan tidak masuk akal membawa golok menyambut golok dari geng lawan. Bagi pemuda mungkin biasa saja karena darah muda mereka, tidak heran di masa kolonial juga banyak pemuda yang memulai perang ego dengan penguasa kolonial yang serba kuat segalanya saat itu. Karena ini pula mungkin negara menyiapkan kementrian pemuda dan olahraga untuk mereka agar energi mudanya tidak merusak tatanan sosial. Lebih indah melihat pemuda bertarung di arena olahraga ,bertinju, karate, memukul lawan tidak kena jerat hukum malah mendapat sorakan, daripada melihat mereka ayunkan golok menyambut lawan menang ada darah tumpah kalah darah sendiri tumpah tapi itulah pemuda selalu terjadi begitu.
Perang melawan anak anak arek terjadi ada yang harus menemui ajalnya, dia tidak punya ktp, tidak punya data apa - apa. Sebagaimana biasa orang Batak berkenalan hanya memeberi tahu marga saja. Tidak ada data lain, dia dikubur oleh teman - teman di semak - semak liar yang masih banyak di sekitar Bekasi. Teringat sebuah lagu Batak mengisahkan seorang ibu yang menangis menunggu kabar dari anaknya di rantau, tidak pernah ada kabar. Kalau kau mati beri pesan lewat mimpiku,' kata lagu itu. Tahun di kalender hadiah dari sebuah perusahaan menunjukkan tahun 1975. Telepon rumah hanya milik beberapa orang. Surat bisa dikirim kalau tahu alamat jelas. Anak - anak di rantau suka pindah - pindah rumah kos karena tidak mampu membayar. Mendapat tumpangan di gudang - gudang sudah cukup mewah.
Kenapa lae tidak pernah pulang ?,' tanya Sirait.
Pakai apa aku pulang lae ? uang tidak ada, sampai kampung juga hanya menunjukkan muka malu gagal dirantau lae.
Iya lae, aku juga pernah mengalami masa seperti itu,' kata Sirait sambil menuangkan tuak ke gelas lae bolon. Aku tidak bisa pulang karena tidak ada uang sepeserpun. Tahun kelima aku dirantau ada sedikit uang untuk ongkos pulang, aku ingin melihat wanita pujaanku. Sampai dikampung aku sempatkan jalan kaki melewati rumahnya, teman lama berkata,' tidak usah kau lihat - lihat lagi lae, dia sudah menikah, Lae Sirait cepat menarik tangan teman lamanya ke arah semak - semak di kampung tercinta. Apa maksud lae ?,' kejar Sirait, kau ini baru datang dari rantau bukannya salam aku tanya kabar tapi malah memaksa aku cerita urusan si Santi. Oh maaf laeku, apa kabarmu ? mari kita ke rumah mamak dulu minum, sambil kita lihat mamak, ah begitulah ! baru benar, biar nampak hasilnya kau merantau jauh - jauh ke pulau Jawa, semakin tahu tata krama.
Maaak...!! amang, amang, anakkuuu...mamak menyambut dengan penuh haru, bapak mana mak ? mamak malah menagis sedih tiada tara..teringat suaminya yang meninggal karena kelelahan bekerja. Bapakmu sudah pergi meninggalkan kita Tagor, kata dokter dia kelelahan bekerja, Tagor pun ikut menangis meraung. Apa pesan bapak mak ? dia hanya pesan kepadamu teruslah berjuang agar hidupmu berubah tidak seperti bapakmu,' kata mamak di kuburan bapak yang tidak jauh dari rumah. Sudah sore nak, kita pulang saja, biar mamak buatkan makanan kita, kau tidak bawa istri jadi mamak terus yang masak, oh ya si Santi dulu sering main ke sini nanya kabarmu, karena tidak ada kabar apa - apa ? dia pun semakin jarang datang, ada pula kabar tetangga pulang dari rantau sudah bawa istri. Diapun akhirnya menerima pinangan orang nak, kau tidak lagi berharap sama dia kan ?,' tanya mamak dengan muka prihatin, sebenarnya masih berharap mak, tapi kalau sudah diambil orang mau bilang apa lagi ?lagian kalau dia masih sendiri juga mana mungkin saya menikahinya, saya juga belum bisa kasih makan dia, aku pun tahu amang, kalau kau punya uang tentu kau bisa pulang setiap tahun seperti anak orang, tapi mamak maklum saja kau tidak pulang, mungkin kau sedang berusaha, aku tahu kau pasti berusaha keras untuk cari uang seperti bapakmu. Kalau kau bisa cari makan nanti akan banyak perempuan yang mau sama kau.
Lae tahu siapa yang menikahi Santi ?,' tanya Sirait kepada bolon.
Mana aku tahu lae, aku kan bukan dukun, siapa lae ? ,' kejar bolon,
Si Poltak !,' teriak Sirait.
Bah ! si bangsat yang bawa lari uang rampoka kita ?,' teriak bolon.
Iya lae !,' kata Sirait.
Kenapa tidak kau bunuh saja lae ?,' teriak bolon.
Aku tidak tega melihat Santi menjanda lae,' kata Sirait.
Baguslah ! kalau dia janda kau ambillah dia bodoh !,' teriak bolon.
Jadi lau mendukung aku bunuh si Poltak dan ambil Santi ?
Iyalah ! aku selalu mendukungmu, kau mabok ganggu orang saja aku dukung saat kau dipukuli orang, padahal kau yang salah, itupun aku dukung,' kata bolon.
Tapi kalau Santi mau, terus aku kasih makan apa dia lae ?,' tanya Sirait.
Itu urusanmulah ! mana aku tahu, aku pun tdak punya uang, kau suruh pula mikirin rumah tanggamu,' kata bolon.
Sudahah ! kita minum saja, sudah takdir kita jadi gembel selamanya di Jakarta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar