Rabu, 19 Juni 2019

Sersan Rudi



" Aku pembela keadilan " terpampang di pintu kamar Sersan Rudi, polisi cerdas, tangguh, suka membela keadilan tapi dia melihat keadilan lebih penting dari hukum sehingga sering dalam dia bertugas lebih condong melihat siapa yang kuat ? siapa yang lemah ? untuk di bela. Bahkan apabila yang lemah salah secara hukum pun dia lebih maklum karena keadaan bodoh dan miskinnya membuat dia bertindak bodoh. Mungkin dia lebih cocok jadi Hakim. Tentu orang kuat dan benar secara hukum sering komplain pada kinerja Rudi, teman – temannya sering mengingatkan bahwa kita penegak hukum bukan politisi yang selalu memainkan isu keadilan. Yang mana mereka juga tahu itu tidak mungkin terlaksananya, keadilan tidak kalau tidak ada aturan hukum yang mengaturnya. Bagaimana mana mungkin seorang yang malas bekerja, cara hidupnya salah, boros misalnya, jatuh miskin dan mencuri harus dibela ? mungkin kalau dia pakai pengacara bisa bantu opini di media massa, tapi kita bukan pengacara, kita bukan politisi, kita penegak hukum. Hukum yang sesuai dengan teksnya harus tegak, hasilnya orang kaya yang beruntung bukan? urusan kita lagi.
    
Kita tidak melihat siapa latar belakangnya, berapa hartanya, kita cuma tahu pasal berapa yang dia langgar berapa ancamannya. Beberapa teman kita malah berusaha berfihak kepada yang lebih kaya, lebih berkuasa, dan mendapat ucapan terimakasih berupa uang, hadiah, mereka pulang ke rumah di sambut anak istrinya dengan hadiah yang dia bawa. 

" Kamu ini kurang kerjaan bahkan cari musuh Rud, “ kata Sersan Soleh,
" Saya mengikuti nurani saya !,” jawab Rudi, bukankah kita melindungi, melayani, tujuan hukum untuk efek jera, keadilan, kesejahteraan ?,' Rudi. 

" Kamu sudah bicara seperti politikus, ikuti saja teman – teman, kamu pulang aman dan tenang sampai di rumah. 

Lebih parah lagi kalau orang kuat, kaya berkuasa salah, Rudi malah murka dengan penuh semangat menjeratnya tapi teman – teman bahkan atasannya berpesan,diatur saja, iya,” jawab Rudi dingin, kamu sudah kaya tapi tidak bersyukur malah hidup sesuka hati menindas orang,” guman Rudi, tidak lama berkas pemerikasaannya di alihkan ke temannnya, Rudi di beri tugas lain yang tidak menyangkut banyak kepentingan alias kriminil murni, dengan penuh rasa kesal Rudi menjalankan tugas lain yang ditunjuk atasannya.
   
Waktu terus berjalan perjuangan akan keadilan hanya idealisme di hati Rudi saja, tidak pernah bisa terwujud, keadilan hanya terwujud bagi yang kuat, kaya, berkuasa, terutama yang dekat dekat pejabat kepolisian, Rudi pun lelap dalam mabuknya, lelap dalam joget bersama penyanyi murahan di cafe murahan. Teman – temannya semakin hari semakin menikmati pekerjaaan yang semakin mapan keadaan ekonominya, tapi bagi Rudi itu tidak menarik karena tidak nyaman bagi dia menerima uang dari orang jahat. Karena terbayang wajah – wajah kecil pencari keadilan yang selalu menganggu tidur malamnya, Rudi hanya berjalan bagai mayat hidup, bagaimana manusia tanpa jiwa, ditambah seringnya begadang dengan minuman dan narkoba, membuat wajahnya semakin pucat tanpa cahaya, dia bukan siapa – siapa lagi. Dia hanya mayat hidup berjalan tanpa jiwa, orang – orang kaya dab berkuasa makin hari makin menjadi melakukan apa saja dalam bisnisnya, menindas para karyawannya, memecat dengan alasan yang di buat – buat, hanya demi menghindari pesangon. Bahkan teman – teman polisi ikut – ikutan menerapkan pasal yang di buat – buat agar karyawan merasa seolah benar dia salah secara resmi.
   Rudi hanya bisa menangis bathin melihat semua itu, di siang hari panaspun dia minuman memabukkan agar bisa lepas dari dari derita bathin, citra dia malah terlihat sebagai polisi amburadul, polisi tidak punya moral, polisi tidak punya disiplin. Di suatu pagi yang cerah Rudi pulang dari malam mabuknya bertemu seseorang yang berpakaian rapi, bersih, dia tokoh agama,

“ Ananda pulang kerja ? tanya bapak Rahmat. Melihat lencana polisi tergantung di leher Rudi, seolah dia habis keliling menjaga kota semalam suntuk,
“ Eh, iya pak,” sahut Rudi malu – malu,

Dia merasa di hormati oleh pak Rahmat yang mengira Rudi pulang kerja malam, sibuk mengamankan kota, padahal Rudi habis mabuk bersama wanita malam. Mari kita duduk di warung depan ada bubur dan kopi nak, lanjut Pak Rahmat lagi.

“ Baik pak, “ sahut Rudi.
Entah kena angin apa ? dia manut saja mengikuti langkah pak Rahmat, siapa pula yang sanggup menolak permintaan pria tua lembut berpakaian gamis, sepertinya baru pulang sholat subuh. Hangatnya bubur dan kopi membuka sedikit fikiran Rudi untuk berbicara lebih enjoy.

Habis tugas nak ?,” tanya pak Rahmat.
“ Eh, eh iya pak,” jawab Rudi kikuk.

“ Kok kerja sambil minum nak ?, nanti kamu sakit lo, jangan sembarangan, masyarakat sangat membutuhkan kesiapan kalian,’ Pak Rahmat.  
“ Eh, eh dikit aja pak,” jawab Rudi gugup.

“ Nanti ananda tidak konsentrasi tugasnya,’ sambung pak Rahmat pelan.
“ Iya pak,” jawab Rudi gugup. 

Kamu tidak masuk kantor pagi ini nak ?,” tanya pak Rahmat.
“ Masuk pak lagi malas aja,’ Rudi mulai kesal mengingat suasana kantornya.

“ Lho kok malas nak ?,’ Pak Rahmat.
“ Banyak orang munafik pak,jawab Rudi cemberut.

Memang begitulah hidup nak Rudi, tidak mungkin semua hal bisa seperti yang kita inginkan, justru kalau kamu tidak hadir di antara orang munafik mereka akan semakin jadi, dunia ini rusak bukan hanya oleh orang jahat nak, tapi karena diamnya orang baik,’ pak Rahmat.

“ Iya pak,“ baiklah, sampai ketemu lagi pak, saya ngantor dulu,” kata Rudi lagi.
“ Iya nak,” jawab pak Rahmat.

Sejak pertemuan itu Rudi semakin rajin bertemu dengan pak Rahmat karena Rudi merasa mendapatkan pencerahan kalau berbicara dengan pak Rahmat. Dinas di kepolisian berlangsung dengan warna – warni tugas yang selalu datang tidak pernah habis, karena begitulah kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Dengan keadaan itu manusia sepakat untuk memberikan uangnya untuk menggaji polisi demi keamanan dan ketenangan manusia di wilayah sosial manusia itu. Masyarakat tidak mau tahu bagaimana caranya bahkan tidak mau tahu kalau polisi harus korban nyawa demi keamanan mereka karena itulah kami menggaji kalian, keamanan kalian urusan kalian. Sedikit saja polisi salah sudah di protes karena kenyamanannya terganggu, terutama tipikal masyarakat yang egois, pelit, merasa sudah memberi uang langsung melihat polisi itu bagai robot. Tentunya pendapat ini di terima pejabat kepolisian dengan bangga mengemban amanah rakyat, melindungi dan melayani. Bagi seorang Rudi hal itu tidak masalah sebagai pria dengan tipikal ksatria amanah jadi pelindung adalah kebanggaan diri tersendiri. Luka, lelah, adalah kebanggaan baginya bukan sebagai suatu derita yang harus di tangisi.
   Ronaldo anak pejabat kaya di kota ini pernah memukuli anak seorang padagang kaki lima yang sebaya dengan si Ronaldo, hanya karena si Andi melihat mata Ronaldo, perasaan seorang maharaja si Ronaldo tidak ingin rakyat kecil menatap matanya. Si Andi pun dipukuli oleh Ronaldo dibantu teman – temannya yang setia mengawal Ronaldo sudah tentu makan enak dan segala fasilitas bisa mereka nikmati kalau bersama Ronaldo. Laporan polisi masuk ke kantor Rudi tempat dia melindungi dan melayani rakyat, pesan sudah masuk ke bapak kepala atasan Rudi.

Kamu atur saja bagaimana yang baik,’ pesan bapak kepala.
“ Maksudnya pak ? kamu tahukan siapa pelakunya ? kalau sampai dia masuk penjara kita bakal repot melayani wartawan dan satu kompi pengacara,’ bapak kepala.

“ Bagaimana sih pak ? belum lagi disidik siapa yang benar salah sudah harus kita atur?,’ Rudi kesal.
“ Kalau bisa kamu temukan kebenaran si Ronaldo lebih baik, lebih baik juga salahnya kamu atur agar terlihat baik, usahakan dia atur uang damai buat korban dan buat kita, atau kasusnya saya berikan kepada yang lain,’ bapak kepala.

“ Iya pak,” jawab Rudi pura – pura serius dalam hatinya kalaupun dia tolak kasus ini akan ada penyidik bajingan yang tanpa perasaan mau menggantikan Rudi, kasus selesai dengan perdamaian. 

Ini lebih mudah dibanding waktu itu Ronaldo mengahamili seorang gadis kampung yang kost di kota ini untuk kuliah, karena kampungnya jauh. Dia dihamili oleh Ronaldo dengan paksaan dan di jejali narkoba, dan harus menerima opini buruk di media berkat permainan canggih pengacara dan oknum polisi, bahwa si gadis hanya wanita malam pecandu narkoba. Tapi alam berkehendak lain, si Ronaldo di temukan mati dipinggir jalan dengan luka tembak dikepala, tembakan jarak dekat dengan jenis peluru tajam yang keluar dari batok kepala bagian belakang. Ahli forensik tidak menemukan proyektil peluru sehingga menyulitkan tim forensik untuk menemukan peluru apalagi senjata dan pelaku, wajah – wajah rakus dan egois tidak bisa memahami indentitas pelaku karena pelaku ini seolah tidak punya motif apa – apa, bukan bisnis, cinta, dia pelaku profesional yang bekerja dengan nurani. Untuk menghentikan kejahatan ini berkembang lebih jauh karena seumur ini si Ronaldo sudah banyak berbuat kesalahan dan lolos, berapa banyak lagi kejahatan yang akan dia perbuat, kalau lulus kuliah dengan suap anak ini akan nyalon jadi politikus, di tengah masyarakat lemah mental, lemah ekonomi ini akan mudah sekali dia menyuap pemilih dan duduk berkuasa. Untung dia sepat mati sebelum membuat kerusakan yang lebih banyak,’ bisik – bisik orang tua.
    
Kring ...!!! handphone Rudi berdering, selamat siang pak Rahmat, apa kabar ?,’ tanya Rudi, rupanya pak Rahmat menelpon,

“ Kamu dimana Rud ? di rumah pak, ada apa pak ? “ Rudi.
“ Sudah lama tidak ketemu Rud, minum kopi yuk di tempat biasa,’ pak Rahmat.

“ Boleh pak sampai ketemu disana,” sahut Rudi.
“ Kamu sudah makan siang Rud ?,” tanya Rahmat.     

“ Belum pak,’ Rudi.
“ Sekalian saja makan nak, kopi hangat diangkat Rudi menekat ke bibirnya yang hitam karena kebiasaan merokok.


“ Kamu dengarkan Ronaldo ? anak pak Hamdan meninggal,’ Rahmat.
“ Ppruut..! kopi hampir muncrat dari bibir hitam Rudi,

“ Eh..pelan – pelan minumnya nak kita masih banyak waktu, kamu tidak di buru kerja kan ?,’ Rahmat.
Polisi yang baik tidak pandai berbohong, pesan film The Blue.
“ Iiiya ..pak ! aku dengar, ini kopinya masih panas pak, iya pak saya dengar Ronaldo mati, pemakaian kata ,mati, oleh Rudi menunjukkan rasa tidak hormat, beda dengan orang tua baik seperti pak Rahmat masih tetap pakai kata meninggal walau dia sendiri bisa dipastikan tidak suka pada Ronaldo, beberapa kali pak Hamdan ayah Ronaldo menawarkan bantuan kepada pak Rahmat di tolak pak Rahmat secara halus, karena dia tahu itu uang untuk citra politik dan sumbernya juga di duga kuat tidak halal,  hamdan seorang politkus kaya yang sudah lama malang melintang di kota ini, semua urusan beres kalau di tangan Hamdan tahun ini dia calon kuat Gubernur,
“ Iya pak kabarnya pelaku sulit di temukan, pantas saja anak itu mati pak, kerjanya cuma bikin kacau saja,’ Rudi tidak bisa menutupi perasaannya.
“ Hey ananda, kalian polisi kok main vonis ?, bukannya praduga tidak bersalah ?,’ Rahmat.

“ Iya pak maaf, ini kan tidak formil hanya antara orang tua dan anak yang bicara, diskusi keluargalah pak,’ Rudi.

“ Oh, ananda sudah anggap saya bapak sendiri, saya merasa terhormat nak, sahut Rahmat.
“ Iya pak, kalau bukan bapak yang menemani saya ? saya kehilangan arah dalam hidup ini,’ Rudi.

“ Bapak juga sebenarnya sangat dendam sama Ronaldo, kamu masih ingat kan si Rina korban dia dulu ?,’ Rahmat.
“ Ohya pak, saya masih ingat, kok bapak tahu juga ? bapak kok lebih tajam dari saja ilmu sidiknya ? bukan ilmu sidik nak, Rina kan keponakan saya,’ Rahmat.

“ Oh ya maaf pak,” kata Rudi, kalau sebagai manusia biasa bapak dendam sekali nak, Rina itu anak baik, cerdas, cantik, dia cuma ramah tamah saja sama Ronaldo sebagai anak baru di kota ini, tapi bagi Ronal wanita semua sama saja hanya pemuas nafsu dia semata seperti yang sering dia lakukan pada anak perempuan malam,’ Rahmat.
“ Oh jadi Rina keponakan bapak ? dimana dia sekarang pak ? dia pindah kota, malu dia di sini di opinikan begitu, dia anaknya mandiri, beberapa papa saya minta biar tinggal di rumah kita saja, dia tidak mau, udah kerja kok masih sendiri kok dia, tapi keluarga besar kita tidak mau ikut – ikutan vonis dia karena dia memang anak baik,’ kenang Rahmat.

“ Saya pernah di suruh pegang kasusnya pak, tapi atasan saya minta di atur, saya menolak dan digantikan penyidik lain. Kalau waktu itu saya dibiarkan menyidik dengan independent saya yakin Ronaldo masuk penjara dalam waktu yang lama, tapi sudahlah pak, alam sudah memberikan hukuman bagi dia, di bantu manusia ya nak ?,’ goda Rahmat.
“ Eh, iya pak,” sahut Rudi.

“ Bapak masih penasaran siapa pelakunya ?, kalau bukan masalah pribadi kemungkinan dia orang baik yang bertindak dengan nurani tapi dengan cara melawan hukum, beda dengan kalian polisi menegakkan hukum tanpa unsur pribadi,’ Rahmat.

“ Iiya pak,”sahut Rud masih bingung dengan kata – kata pak Rahmat, serasa di vonis oleh pak Rahmat.
“ Oke Rudi, kita pisah dulu bapak ada kerjaan,’ pungkas Rahmat.

“ Ok pak sampai ketemu lagi,’ sahut Rudi,
  “””” Kriiing...!!! Pak Gandhi atasan Rudi menelpon Rudi.
“ Siap pak, perintah ?,’’ sahut Rudi.

“ Kamu dimana Rud ? di kafe Kurnia pak,’Rudi.
“ Merapat ke kantor Rud !,’ Gandi.

“ Siap pak, brumm…mobil Avanza hitam dan butut pinjaman dari barang bukti kantor di kebut oleh Rudi.
“ Hey Rud ! teriak Soleh, kamu di cari bos,

“ iya gue tahu, muka loe kucel gitu Rud, mabok lagi ya,’ Soleh.
“ Mabok cinta !,” teriak Rudi, “””hahaha..

“ Tok ..tok..izin pak ini Rudi,
" Masuk Rud !,” suara pak Gandhi dari dalam ruagannya. “ Duduk Rud !, langsung saja Rud, saya minta kamu sidik tuntas kasus kematian Ronaldo ini permintaan pak Hamdan dia siapkan uang jalan buat kita dan nanti juga dapat lagi kalau pelakunya ketangkep, saya yakin kamu yang pegang kasusnya Rud, kamu kan spesialis nyidik tanpa beban, ini tidak ada beban apa – apa kamu bisa kerja keras, merdeka, dan mendapat dukungan penuh banyak fihak, ada uangnya lagi, siap pak, “ jawab Rudi kalem, dalam diri pembaca novel Rudi punya motif sebagai pelaku pembunuhan, di fikiran atasannya Rudi bukan siapa – siapa dia hanya prajurit biasa yang bisa diandalkan untuk tugas berat saja, sedangkan di alam kerja mereka polisi yang hebat adalah yang bisa atur – atur perkara untuk jadi uang.

“ Ini ambil buat beli sabun mandi, kayaknya kamu jarang mandi Rud, gimana ada cewek yang mau sama kamu,’ Pak Gandhi. “””’hahaha.. siap pak,” jawab Rudi tertawa kecil, kamu punya pacar tidak Rud ?,” tanya pak Gandhi,
“ Belum pak,” jawab Rudi, pantas kamu bawaannya stress saja tidak punya cinta yang menunggu di rumah, “ Apa itu berpengaruh pak ?,” tanya Rudi polos.

“ Ya iyalah, sangat pengaruh, kerja berat kita akan hilang berat kalau sampai di rumah. Pak Gandhi benar dalam hal ini, istrinya di rumah senang kalau pak Gandhi pulang ke rumah bawa uang, tanpa bertanya uang darimana yang penting ada uang untuk shoping, dia tidak peduli pak Gandhi selingkuh di luar karena terkadang ada rasa bersalah dalam diri Gandhi ketika harus bermain main dengan hukum mengabaikan hak orang lemah. Setiap orang punya bisikan nurani, namun sering diabaikan. Melihat kebahagiaan istri di rumah cukup mengobati rasa bersalah itu.
  Bisa dipastikan penyidikan kematian Ronaldo akan gelap bahkan semakin gelap karena pelaku penembakan itu sendiri adalah Rudi, ini seperti memberikan anak ayam kepada musang. Pak Hamdan memarahi Gandhi di telpon dua bulan kemudian, kamu bisa kerja gak Gandhi ? bentaknya,

“ Iya bang kami sudah berupaya, saya sudah tempatkan penyidik terbaik saya, aah kamu Cuma tidur saja !,” bentak Hamdan, saya bantu kamu pakai teman saya ya dia ahli nyidik, nanti kalian kerjasama ya,’ Hamdan.
“ Boleh bang, kalau itu maunya abang,” jawab Gandhi, Bagi Gandhi itu omongan tidak ada arti karena yang penting dia sudah dapat uang dari Hamdan, dasar aja anak loe banyak tingkah,’ bathinnya.

Soleh !, masuk ke ruangan !, siap pak,” jawab Soleh.
“ Ada apa pak ?,” tanya Soleh, siapkan mobil kita jalan, “ Iya pak,” jawab Soleh, itu si Hamdan seenaknya saja marah – marah sama saya leh,’ Gandhi.

“ Kenapa lagi dia pak ?,” tanya Soleh.
“ Biasalah kasus anaknya yang brengsek si Ronaldo,’ Gandhi.

“ Iya pak, memang kasusnya gelap, tapi kalau si Rudi yang nyidik bisa saja terungkap pak, dia kan tidak kenal lelah,’ Soleh.
“ Iya leh,” kata Gandhi, kita cari hiburan saja leh, peduli amat si Hamdan, dia juga bajingan sok kuasa, untung saja dia kasih uang banyak kalau tidak saya bentak balik dia seenaknya saja mau atur kita,’ Gandhi.

“ Iya pak,” jawab Soleh, oya leh si Rojak bos hiburan malam telpon dulu biar sipakan semua keperluan kita happy,’ Gandhi.
“ Oke pak,” jawab Soleh mantap.

“” dang dung dang dung..musik malam melepas kepergian mereka melepas penat, pagi buta mereka bubar, tidak lupa minta uang dari si Rojak bos judi buat di kasih ke rumah, bos nyonya rumah tidak cemberut, habis kerja cari uang dia kan maklum, biasa perempuan mah kalau sudah lihat uang lupa marah.
   Cepat atau lambat saya pasti digantikan karena dianggap tidak mampu mengerjakan tugas ini, saya minta saran bapak,” tutur Rudi pada pak Rahmat, bapak juga bingung Rud, kalau memang di gantikan kamu terima saja, toh semua bukti sulit di dapatkan, kamu pasti aman, bapak juga sudah curiga kamu yang melakukan ini, kamu bukan penegak hukum saja tapi penegak keadilan, bapak tidak heran orang seperti kamu melakukan ini, di masa lalu orang mengenal Robin Hood, Zorro, orang yang melawan hukum demi keadilan, semoga tuhan memaafkan kamu, sebaiknya kamu ketemu Rina saja dia sekarang jadi psikolog handal mungkin dia bisa bantu kamu membuat argumen yang meyakinkan kalau suatu saat nanti penyidikan mengarah ke kamu,’ Rahmat.

“ Apa aku harus terus terang sama Rina pak ?,’ Rudi.
“ Saya kira Rina orang yang tepat untuk memahami kisahmu, bahkan mungkin dia paling berharap bisa melakukan yang kamu lakukan ini,’ Rahmat.

“ Iya juga pak,” sahut Rudi.
“ Siapa tahu kalian jodoh juga,” lanjut pak Rahmat,

“ Ah mana ada wanita suka sama saya pak,” tanya Rudi.
“ Kita lihat saja kalian sepertinya cocok, hanya saja bapak malu menjodohkan Rina yang yang sudah rusak begitu sama kamu,’ Rahmat.

“ Bagi saya dia tidak rusak pak,” jawab Rudi, dia hanya korban yang perlu perlindungan, dan empati, buka malah di hina.
“ Itu dia yang bapak harapkan, kamu cocok melindungi dia, fikiran kamu jernih melihat masalah, kamu sendiri yang ke sana atau mau bapak temani,” tanya Rahmat.

“ Sepertinya perlu bapak temani,” sahut Rudi, saya suka kikuk kalau di dekat wanita,
“”””haahaha...tawa pak Rahmat, kamu pria pemberani tapi di sama wanita tidak berani,’ Rahmat.
“ Di tambah dia pasti tidak suka sama polisi pak, karena polisi gagal memberi keadilan buat dia dulu,’ Rudi.

“ Iya bapak sampai lupa kalau situasinya begitu, bapak kenal kamu polisi baik saja sih, sampai lupa nasib Rina dulu di tangan polisi tapi malah gagal memberi keadilan, benar sekali kamu perlu bapak temani di hadapan Rina, lagian saya fikir kamu perlu sekali psikolog untuk situasi sosial begini, kamu terlalu tersiksa diantara orang – orang yang sangat berbeda dengan kamu, seperti dulu kamu mabuk – mabukan karena kesepian, seorang istri bisa membuat kamu lebih baik,’ tutup Rahmat.

Pengacara top kenalan Hamdan mulai menyidik kasus kematian Ronaldo, semua di periksa dengan seksama, termasuk proyektil peluru dan saksi – saksi. Ini pekerjaan profesional, melihat posisi Rondalo yang tidak melakukan perlawanan bahkan kenal dengan pelaku, kemungkinan besar diam saja saat pelaku menembak, seolah tidak percaya dia akan ditembak, hasil pemeriksaan visum. Proyektil peluru sudah di rusak sedemikian rupa menyulitkan menemukan alur laras senjata siapa yang menembakkannya.
Kerusakan kepolosian karena maraknya suap, dalam meraih jabatan, hal ini menyulitkan polisi baik masuk ke jajaran pejabat. Pemenanganya selalu polisi yang korup, dengan uang hasil korupsi dia bisa menyuap oknum pejabat yang gila uang. Pelayanan untuk rakyat jadi nomor seribu.

“ Bapak punya uang untuk menyuap atasanmu,’ Rahmat.
“ Tidak usah pak, itu tidak etis,’ Rudi.

Dalam keadaan begini kita harus bijak melihat masalah, tidak mungkin membersihkan keadaan dengan cara biasa, kalau memang dengan uang suap kamu bisa menduduki jabatan penting, kita lakukan demi perubahan, entah sampai berapa lama ? paling tidak kita sudah berupaya,’ Rahmat.
“ Benar sih pak, dengan kedudukan tinggi, saya bisa berbuat lebih banyak, saya bisa rekrut polisi – polisi baik untuk jadi anak buah saya, banyak kok polisi baik namun tidak suka bertugas di Reserse, karena mereka akan di suruh olah – olah kasus jadi uang, sedangkan kalau mencuat dia tanggung sendiri, kalau berhasil dapat uang ? semua di setorkan ke atasan, dia Cuma di kasih uang jajan saja,’ Rudi.

“ Itulah maksud bapak, siapa tahu dengan itu kamu bisa berbuat lebih banyak, atau malah kamu yang jadi predator saat berkuasa nanti,’ Rahmat.
“ Kok bapak bisa berfikir begitu ?,’ Rudi.

“ Bapak ini sudah tua nak, banyak yang sudah saya lihat, orang baik berubah jadi jahat, orang jahat bertobat jadi orang baik, saya tidak mungkin membohongi mata saya sendiri, walau bapak berdoa kamu tidak berubah,’ Rahmat.

Tidak lama kekuasaan Rudi bertambah luas dengan kenikan pangkat dan jabatannya, dia mulai dilirik oleh atasannya karena sikap “ sok suci “ nya. Tidak pandang bulu kepada siapapun, termasuk rekanan dari atasannya yang melanggar hukum. “ Semua sama di hadapan hukum !,’ teriaknya setiap kali ada intervensi pada kasus yang dia tangani. Tidak sampai tiga bulan dia copot dari jabatannya, karena banyaknya pelaku kejahatan yang urunan uang untuk menyuap pejabat personalis pusat, “ Rudi dipindahkan jadi staf adminitrasi “. Tidak mudah jadi polisi baik, keluh Rudi di depan Rina yang selalu setia menemani saat – saat galaunya Rudi, kamu sudah berbuat sayang, itu sudah cukup, jangan terlalu keras pada dirimu, berarti tuhan belum memberi kamu amanah, kamu masih ada tugas lain, menemani aku,’ Rina. Rudi memeluk Rina dengan sangat mesra.

Kejahatan tidak akan pernah habis, semua akan saling berganti, orang jahat mati diganti orang jahat yang lain ,orang baik pergi digantikan orang baik yang lain. Hamdan semakin kuat di kursinya, Gubernur, anak buahnya dari maling kelas teri bandit kelas zorro kata Iwan Fals, dibantu oleh oknum – oknum pejabat, polisi, jaksa dan hakim yang gila uang, semua mulus di tangan Hamdan.
Rudi melirik senjata simpanannya, merancang lagi aksi pembunuhan yang terencana. Membunuh Hamdan. Ini perkara sulit, karena Hamdan tidak pernah terlihat sendiri. Tidak pernah lepas dari pengawal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar