" Etek ! " Etek! kata anak kecil di rumahnya.
" Iya dek, jawabnya tuan rumah kalem.
" Hahahahahaaa....Kami yang duduk di ruang tamu tertawa lebar mendengarnya
Karena kami biasa panggil " etek " kepada ibu penjual es buah di depan SMA 1, anak kota suka geli mendengar istilah tradisional di sematkan di antara teman temannya. Sama seperti istilah " tulang " bagi orang Batak, jarang dipakai anak muda walaupun orang itu adalah Tulangnya. Mungkin anak muda merasa tidak modern kalau pakai istilah tradisional. Untung saja bapaknya tidak menikahi orang Jawa, bisa sedih dia dari mas jadi tulang hehe..
Delima namanya teman satu kelas kami, orangnya ramah, suka bergaul, tentu kami juga rajin main ke rumahnya. Dia orang Padang tapi sudah lahir di Medan. Etek biasanya panggilan untuk bibi kalau tidak salah, keponakannya suka bermanja manja sama Delima.
Tidak pernah terfikir untuk mendekati Delima karena beda suku beda agama tidak menarik untuk bicara hubungan. Masih SMA saja sudah fanatik? entahlah itu kebiasaan suku Batak, mau apalagi. Bagi kami anak Batak waktu itu lebih fokus kepada Merry marga Pasaribu dia.Tapi persaingan begitu berat sesama Batak, mengingat Merry sangat cantik dan cerdas.
Lama - lama lirikan mata Delima memberi satu arti lain, setiap kai berkumpul dan berdiri bersama dia selalu menunjukkan perbedaan sikap kepadaku tidak seperti kepada yang lain. Ah mungkin cuma aku geer saja.
" Daah..lain kali datang ya...kata Delima di depan pintu rumahnya.
" Daah..lain kali datang ya...kata Delima di depan pintu rumahnya.
Lagi - lagi tatapan penuh tanya di lemparkan kepadaku. Aku mulai berbisik kepada Dedi Iwan teman satu gank yang biasanya lebih bijak menanggapi sesuatu.
" Delima memang ramah kepada semua, bukan sama kamu saja, kamu itu aja geer amat kata Dedi.
" Perasaanku mengatakan lain Ded.
" Ya sudah kalau kamu berani datang saja sendiri ke rumahnya, " bilang saja kamu suka dia.
Seharian aku melamun memikirkan kata - kata Dedi Iwan, " datangi ke rumahnya " bola basket aku dribel saja tanpa melempar ke keranjang. Bakset ya keranjang, kita suka pakai bahasa Inggris sampai lupa artinya. Bola keranjang? jadi tidak keren ya?.
" Hei kau mai main sendiri? bawa pulang aja bolanya,' Teriak teman main basket, memecahkan lamunanku. Bola aku lempar asal ke udara, bola lari ke luat lapangan jauh sekali.
" Sudah buta warna kau? teriak yang lain.
" Lagi jauh cinta,' kata Dedi Iwan. Hahahahahaha....sama siapa? semua tertawa berderai.
" Kalau jatuh cinta? kau pulang mandi saja datangi rumahnya, ajak dia makan bakso,' teriak yang lain.
" Sudah aku bilang begitu, sambung Dedi Iwan.
Hari itu permainan basket kacau sekali tidak ada bola yang bisa aku masukkan, linglung, seperti orang kasmaran.
Hari ini pelajaran bahasa Jerman cepat berakhir, aku mendekati Delima dan mengajak pulang ke rumahnya sama - sama. Seperti biasa Delima menyambut dengan ramah, jalan bersama naik angkot yang panas bagai neraka tidak terlalu terasa karena debaran jantung yang tidak karuan. Delima pun rupanya baru sadar rupanya kalau hari ini jalan berdua saja, dia pun lebih banyak diam, tidak seperti biasa bicaranya renyah, mungkin dalam hatinya juga ada pertanyaan besar," mau apa anak ini berduaan? " biasanya rame - rame.
Sampai di teras rumah Delima aku duduk menunggu di ruang tamu yang di teras. Delima masuk ke dalam rumah dengan lenggok punggungnya yang sangat mempesona, tubuhnya seperti seorang perdana menteri wanita dari negara barat, sangat elegan.
Setelah basa basi tidak penting, aku mulai membuka mulut membuka hati di depan Delima.
" Kamu tahu untuk apa aku kesini hari ini Del?
" Aku punya tebakan, tapi biarlah kau saja yang bicara.
" Aku ingin kamu jadi pacarku Del.
Delima santai saja sepertinya dia sudah tahu apa yang akan aku ucapkan, wajahnya penuh kebingungan.
" Bagaimana Del? sambungku lagi.
" Aku juga merasakan hal yang sama Bas, tapi sudah lama aku juga bingung, hubungan apa yang akan kita bina? kita beda suku dan agama.
" Aku juga berfikir begitu Del, tapi perasaan ini tidak bisa aku bohongi, entah nanti bagaimana kelanjutannya, paling tidak jawabanmu ada.
" Ada, aku mau tapi bingung.
" Jawabanmu sudah cukup memuaskanku Del, paling tidak aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Tidak ada manusia yang mampu membohongi isi hatinya, cinta bisa menembus batas suku agama ras dan negara. Dengan keraguan, kami pun akhirnya jalan juga. Setiap hari candaan teman - teman menghiasi hubungan kami, masa remaja memang masa paling indah kata sebuah lagu. Liburan sekolah Delima aku ajak jalan ke kampung, rambut lurus panjangnya dibiarkan tegerai, kaos putih dibalut jaket coklat semakin membuat Delima mempesona, lebih dewasa dibanding pakaian putih abu - abu seragam SMA, penampilannya seperti artis ibukota yang pulang kampung.
Sesekali aku melirik wajahnya yang sangat meneduhkan hati, karya tuhan yang paling indah, bathinku. Kalau Ken Arok masih hidup aku akan di tusuk oleh keris Mpu Gandringnya, sadar kalau bukan hanya Ken Dedes wanita yang membuat pria lupa diri. Untung kami hidup beda zaman.
" Boru aha ho inang? ( marga apa kau bu ) tanya mamak, sambil menggeser tembakau sirih di mulutnya.
Delima diam tidak mengerti apa arti pertanyaan mamak, tapi diamnya tidak mengurangi ramah senyumnya untuk orang tua.
" Dia orang Padang mak, sahutku.
" Ohhhh..kata mamak pergi ke belakang tanpa ekspresi.
Ada kebiasaan lama orang Batak yang suka bingung kalau melihat orang tidak bermarga. Itu artinya tidak faham adat Batak, karena tidak dari " anak raja " semua marga dalam suku Batak dipanggil " raja". Berarti semua yang bermarga adalah anak raja, begitulah kira - kira. Padahal di zaman itu maupun dia zaman sekarang, masalah itu tidak berpengaruh apa - apa dalam berumah tangga. Itu semua kembali ke niat kedua belah fihak yang mau membangun rumah tangga. Tapi sikap tidak menghargai oleh orang di sekitar kita? berpengaruh nantinya kalau rumah tangga ada masalah, tidak ada tempat mengadu apalagi mau curhat. Sebenarnya satu suku satu agamapun banyak yang sudah di tentang dari awal hubungan, ini akan memperburuk keadaan apabila pasangan ini ada masalah di kemudian hari.
" Apa artinya semua adat itu kalau hatiku merana????...mungkin kalian tidak menghargai Delima tapi bagiku Delima sangat berarti,' jerit bathinku.
Delima tetap berusaha tegar seolah tidak melihat reaksi mamak, tapi aku melihat rasa jengkel di matanya. Sebagai orang yang aku sayangi, aku melihat setiap gerak gerik tubuhnya. Delima mencoba mengambil hati mamak dengan berbasa basi di dapur bersama mamak. Mamak tetap dingin. Andaikta mamak open pun pasti Delima kikuk berhadapan dengan calon mertua. Apalagi di cuekin begitu? anak gaul dengan pergaulan yang luas sungguh sangat menekan ego Delima. Sekedar gambaran, abang - abangnya adalah tokoh pemuda kalau tidak mau disebut preman di lingkungannya, rumah mereka tidak pernah sepi karena teman - teman abangnya juga banyak sekali. Hal itu juga mungkin membuat Delima tidak canggung bergaul dengan siapa saja. Tidak mungkin cowok berani kurang ajar kalau tahu siapa abang abangnya.
" Kita pulang besok ya Bas, kata Delima menahan kesal. Kalau istilah kerennya" kita ikut penerbangan pertama!" tapi ini angkot pertama.
" Baik Del.
Kalau saya tolak? saya yakin Delima akan meledak amarahnya, karena sudah dua hari dia menahan diri, untuk tidak mengeluarkan egonya. Benar saja, di atas angkot menuju kota Medan, meledaklah amarah Delima.
" Aku ini manusia biasa sama seperti manusia lain, aku menghargai ibu kamu, aku layak juga dihormati sebagai manusia!
" Aku faham Del, aku minta maaf.
" Kamu tidak salah Bas, tidak perlu minta maaf sama aku.
" Sudah kita duga begini sejak awal Del, pasti akan ada pro kotra, entah kenapa orang tua begitu sibuk dengan pilihan anak? yang mau menjalani kan kita?
Perpisahan SMA berlangsung ramai, " DELIMA" di coretkan di baju putihku oleh Delima. Aku sangat senang dengan coretan dia di bajuku. Sejak dari kampung hubungan kami mulai dingin. Aku pamit ke Jawa mau kuliah, Delima dingin saja, sambil meminta kirimkan alamat di Jawa supaya bisa kirim surat, ini tahun 90an, kepala sekolah SMA saja belum punya handphone, apalagi kami anak SMA.
Sibuk kuliah dan main basket membuat aku lupa akan hubungan dengan Delima yang dingin dan sulit di sambung secara adat dan pakai surat suratan. Beberapa kali berhubungan dengan gadis Jawa dan Sunda tapi hanya sebatas suka saja, tidak ada niat lagi mendekati beda suka dan agama. Karena hanya akan membuat luka yang lama teringat lagi. Entah kena pula jalan hidupku begini? bukannya di kampus tidak ada cewek Batak yang seagama, atau orang Jawa yang seagama, kok malah tidak pernah bisa " macth"?. Selesai kuliah, aku coba melamar masuk pegawai negeri di Medan dan masuk. Era baru hidupku dimulai, sebagai pegawai negeri, pelayan rakyat, hubungan asmara semakin kompleks karena ego sebagai pegawai negeri mulai mewarnai pribadiku. Memilih jodoh menjadi lebih pragmatis, kata senior," cari yang bisa menunjang karier, Tapi jodoh bukan kekuatan kita, benar saja, banyak wanita yang cocok dimata mamak, dimataku bahkan, tapi tidak bisa dijadikan istri, ada yang kalah cepat mengajukan lamaran, ada yang terpikat sama orang yang lebih tinggi jabatannya.
Ada pula wanita muda yang hoby sekali membahas " uang masuk " dari kantor pemerintah, obrolan yang membuatku mual ingin muntah di mukanya hahaha...dia suka pegawai negeri karena identik banyak uang haram. Masih gadis sudah mata duitan. Ah....lamunku di jalanan panas kota Medan, Delima sudah dekat denganku di saat aku hanya anak SMA sepertinya itulah cinta murni, tidak melihat isi kantongku, tidak ngambek walau cuma kelapa muda bagi dua. Sudah jam 3 sore belum makan siang, dia bilang tidak lapar, walau wajahnya sudah lemas. Kami pura - pura mampir ke rumah saudara, di tawari makan, aku langsung makan, tapi Delima malu - malu, begitu saudaraku itu tidak ada? aku suapin nasi ke mulutnya, dia terima, iyalah, memang dia lapar kok.
Beberapa kali aku coba ke alamat Delima tapi kata tetangganya dia sudah pindah ke Jawa. Ada yang bilang dia sudah menikah. Lututku rasa seperti main basket 4 kuarter berturut turut, lemas.
Dalam kegalauan anak muda aku ikut teman - teman dugem. Akhirnya berkenalan dengan seorang wanita di gemerlap lampu diskotik.
Senyumnya begitu renyah, bicaranya sangat menarik, apakah karena aku begitu suka atau cinta buta?
" Tidak perduli!, yang penting aku sangat senang dekat dengan dia, apalagi kalau sampai dia mau jadi pacarku. Santi namanya dia bekerja di sebuah perusahaan asuransi berasal dari keluarga berada, banyak pria yang menaruh hati padanya. Yang paling menyenangkan hatiku seyumnya mirip Delima. Aku juga punya kans untuk menang, karena tampang lumayan, bekerja sebagai pns di provinsi.
Dialah yang di sebut “ jinak – jinak merpati “ oleh para pujangga, dia open kepada semua orang yang mengajak bicara, baik yang tua atau yang muda, tidak cukup satu halaman folio untuk menggambarkan betapa menariknya dia. Setiap pria yang datang ke rumahnya? Di layani dengan ramah, tidak ada yang merasa diabaikan. Persis sifat Delima dulu. Begitu juga aku yang akhirnya nekad mengutarakan rasa suka, yang aku yakin sudah dicoba oleh pria lain, tapi aku akan mati penasaran kalau tidak mencoba. Santi diam tanpa kehilangan pesonannya. " Boleh saya menimbang? Pintanya dengan kalem, " Boleh!?, pranggg!!!.. Teriak saya degan gerakan seluruh tubuh saya, ujung tangan saya yang dari tadi di wajah meja, tersentak ke atas dan membalikkan meja kaca dan seluruh gelas diatasnya. Bayangkan muka saya malunya. " Ada apa San? Teriak Ibunya dari ruang tv, " Aduh muka saya taruh dimana?
Hari ini pelajaran bahasa Jerman cepat berakhir, aku mendekati Delima dan mengajak pulang ke rumahnya sama - sama. Seperti biasa Delima menyambut dengan ramah, jalan bersama naik angkot yang panas bagai neraka tidak terlalu terasa karena debaran jantung yang tidak karuan. Delima pun rupanya baru sadar rupanya kalau hari ini jalan berdua saja, dia pun lebih banyak diam, tidak seperti biasa bicaranya renyah, mungkin dalam hatinya juga ada pertanyaan besar," mau apa anak ini berduaan? " biasanya rame - rame.
Sampai di teras rumah Delima aku duduk menunggu di ruang tamu yang di teras. Delima masuk ke dalam rumah dengan lenggok punggungnya yang sangat mempesona, tubuhnya seperti seorang perdana menteri wanita dari negara barat, sangat elegan.
Setelah basa basi tidak penting, aku mulai membuka mulut membuka hati di depan Delima.
" Kamu tahu untuk apa aku kesini hari ini Del?
" Aku punya tebakan, tapi biarlah kau saja yang bicara.
" Aku ingin kamu jadi pacarku Del.
Delima santai saja sepertinya dia sudah tahu apa yang akan aku ucapkan, wajahnya penuh kebingungan.
" Bagaimana Del? sambungku lagi.
" Aku juga merasakan hal yang sama Bas, tapi sudah lama aku juga bingung, hubungan apa yang akan kita bina? kita beda suku dan agama.
" Aku juga berfikir begitu Del, tapi perasaan ini tidak bisa aku bohongi, entah nanti bagaimana kelanjutannya, paling tidak jawabanmu ada.
" Ada, aku mau tapi bingung.
" Jawabanmu sudah cukup memuaskanku Del, paling tidak aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Tidak ada manusia yang mampu membohongi isi hatinya, cinta bisa menembus batas suku agama ras dan negara. Dengan keraguan, kami pun akhirnya jalan juga. Setiap hari candaan teman - teman menghiasi hubungan kami, masa remaja memang masa paling indah kata sebuah lagu. Liburan sekolah Delima aku ajak jalan ke kampung, rambut lurus panjangnya dibiarkan tegerai, kaos putih dibalut jaket coklat semakin membuat Delima mempesona, lebih dewasa dibanding pakaian putih abu - abu seragam SMA, penampilannya seperti artis ibukota yang pulang kampung.
Sesekali aku melirik wajahnya yang sangat meneduhkan hati, karya tuhan yang paling indah, bathinku. Kalau Ken Arok masih hidup aku akan di tusuk oleh keris Mpu Gandringnya, sadar kalau bukan hanya Ken Dedes wanita yang membuat pria lupa diri. Untung kami hidup beda zaman.
" Boru aha ho inang? ( marga apa kau bu ) tanya mamak, sambil menggeser tembakau sirih di mulutnya.
Delima diam tidak mengerti apa arti pertanyaan mamak, tapi diamnya tidak mengurangi ramah senyumnya untuk orang tua.
" Dia orang Padang mak, sahutku.
" Ohhhh..kata mamak pergi ke belakang tanpa ekspresi.
Ada kebiasaan lama orang Batak yang suka bingung kalau melihat orang tidak bermarga. Itu artinya tidak faham adat Batak, karena tidak dari " anak raja " semua marga dalam suku Batak dipanggil " raja". Berarti semua yang bermarga adalah anak raja, begitulah kira - kira. Padahal di zaman itu maupun dia zaman sekarang, masalah itu tidak berpengaruh apa - apa dalam berumah tangga. Itu semua kembali ke niat kedua belah fihak yang mau membangun rumah tangga. Tapi sikap tidak menghargai oleh orang di sekitar kita? berpengaruh nantinya kalau rumah tangga ada masalah, tidak ada tempat mengadu apalagi mau curhat. Sebenarnya satu suku satu agamapun banyak yang sudah di tentang dari awal hubungan, ini akan memperburuk keadaan apabila pasangan ini ada masalah di kemudian hari.
" Apa artinya semua adat itu kalau hatiku merana????...mungkin kalian tidak menghargai Delima tapi bagiku Delima sangat berarti,' jerit bathinku.
Delima tetap berusaha tegar seolah tidak melihat reaksi mamak, tapi aku melihat rasa jengkel di matanya. Sebagai orang yang aku sayangi, aku melihat setiap gerak gerik tubuhnya. Delima mencoba mengambil hati mamak dengan berbasa basi di dapur bersama mamak. Mamak tetap dingin. Andaikta mamak open pun pasti Delima kikuk berhadapan dengan calon mertua. Apalagi di cuekin begitu? anak gaul dengan pergaulan yang luas sungguh sangat menekan ego Delima. Sekedar gambaran, abang - abangnya adalah tokoh pemuda kalau tidak mau disebut preman di lingkungannya, rumah mereka tidak pernah sepi karena teman - teman abangnya juga banyak sekali. Hal itu juga mungkin membuat Delima tidak canggung bergaul dengan siapa saja. Tidak mungkin cowok berani kurang ajar kalau tahu siapa abang abangnya.
" Kita pulang besok ya Bas, kata Delima menahan kesal. Kalau istilah kerennya" kita ikut penerbangan pertama!" tapi ini angkot pertama.
" Baik Del.
Kalau saya tolak? saya yakin Delima akan meledak amarahnya, karena sudah dua hari dia menahan diri, untuk tidak mengeluarkan egonya. Benar saja, di atas angkot menuju kota Medan, meledaklah amarah Delima.
" Aku ini manusia biasa sama seperti manusia lain, aku menghargai ibu kamu, aku layak juga dihormati sebagai manusia!
" Aku faham Del, aku minta maaf.
" Kamu tidak salah Bas, tidak perlu minta maaf sama aku.
" Sudah kita duga begini sejak awal Del, pasti akan ada pro kotra, entah kenapa orang tua begitu sibuk dengan pilihan anak? yang mau menjalani kan kita?
Perpisahan SMA berlangsung ramai, " DELIMA" di coretkan di baju putihku oleh Delima. Aku sangat senang dengan coretan dia di bajuku. Sejak dari kampung hubungan kami mulai dingin. Aku pamit ke Jawa mau kuliah, Delima dingin saja, sambil meminta kirimkan alamat di Jawa supaya bisa kirim surat, ini tahun 90an, kepala sekolah SMA saja belum punya handphone, apalagi kami anak SMA.
Sibuk kuliah dan main basket membuat aku lupa akan hubungan dengan Delima yang dingin dan sulit di sambung secara adat dan pakai surat suratan. Beberapa kali berhubungan dengan gadis Jawa dan Sunda tapi hanya sebatas suka saja, tidak ada niat lagi mendekati beda suka dan agama. Karena hanya akan membuat luka yang lama teringat lagi. Entah kena pula jalan hidupku begini? bukannya di kampus tidak ada cewek Batak yang seagama, atau orang Jawa yang seagama, kok malah tidak pernah bisa " macth"?. Selesai kuliah, aku coba melamar masuk pegawai negeri di Medan dan masuk. Era baru hidupku dimulai, sebagai pegawai negeri, pelayan rakyat, hubungan asmara semakin kompleks karena ego sebagai pegawai negeri mulai mewarnai pribadiku. Memilih jodoh menjadi lebih pragmatis, kata senior," cari yang bisa menunjang karier, Tapi jodoh bukan kekuatan kita, benar saja, banyak wanita yang cocok dimata mamak, dimataku bahkan, tapi tidak bisa dijadikan istri, ada yang kalah cepat mengajukan lamaran, ada yang terpikat sama orang yang lebih tinggi jabatannya.
Ada pula wanita muda yang hoby sekali membahas " uang masuk " dari kantor pemerintah, obrolan yang membuatku mual ingin muntah di mukanya hahaha...dia suka pegawai negeri karena identik banyak uang haram. Masih gadis sudah mata duitan. Ah....lamunku di jalanan panas kota Medan, Delima sudah dekat denganku di saat aku hanya anak SMA sepertinya itulah cinta murni, tidak melihat isi kantongku, tidak ngambek walau cuma kelapa muda bagi dua. Sudah jam 3 sore belum makan siang, dia bilang tidak lapar, walau wajahnya sudah lemas. Kami pura - pura mampir ke rumah saudara, di tawari makan, aku langsung makan, tapi Delima malu - malu, begitu saudaraku itu tidak ada? aku suapin nasi ke mulutnya, dia terima, iyalah, memang dia lapar kok.
Beberapa kali aku coba ke alamat Delima tapi kata tetangganya dia sudah pindah ke Jawa. Ada yang bilang dia sudah menikah. Lututku rasa seperti main basket 4 kuarter berturut turut, lemas.
Dalam kegalauan anak muda aku ikut teman - teman dugem. Akhirnya berkenalan dengan seorang wanita di gemerlap lampu diskotik.
Senyumnya begitu renyah, bicaranya sangat menarik, apakah karena aku begitu suka atau cinta buta?
" Tidak perduli!, yang penting aku sangat senang dekat dengan dia, apalagi kalau sampai dia mau jadi pacarku. Santi namanya dia bekerja di sebuah perusahaan asuransi berasal dari keluarga berada, banyak pria yang menaruh hati padanya. Yang paling menyenangkan hatiku seyumnya mirip Delima. Aku juga punya kans untuk menang, karena tampang lumayan, bekerja sebagai pns di provinsi.
Dialah yang di sebut “ jinak – jinak merpati “ oleh para pujangga, dia open kepada semua orang yang mengajak bicara, baik yang tua atau yang muda, tidak cukup satu halaman folio untuk menggambarkan betapa menariknya dia. Setiap pria yang datang ke rumahnya? Di layani dengan ramah, tidak ada yang merasa diabaikan. Persis sifat Delima dulu. Begitu juga aku yang akhirnya nekad mengutarakan rasa suka, yang aku yakin sudah dicoba oleh pria lain, tapi aku akan mati penasaran kalau tidak mencoba. Santi diam tanpa kehilangan pesonannya. " Boleh saya menimbang? Pintanya dengan kalem, " Boleh!?, pranggg!!!.. Teriak saya degan gerakan seluruh tubuh saya, ujung tangan saya yang dari tadi di wajah meja, tersentak ke atas dan membalikkan meja kaca dan seluruh gelas diatasnya. Bayangkan muka saya malunya. " Ada apa San? Teriak Ibunya dari ruang tv, " Aduh muka saya taruh dimana?
" Tidak apa – apa ma, Cuma si
Jacky aja lompat.
" Jacky?
" Kucing saya Bas, kata Santi
dengan santainya. ( aku dianalogikan sebagai kucing? Tapi tidak apa – apa,
daripada saya di adukan ke bapaknya sebagai pembuat onar? Bisa berabe, bapaknya
tokoh politik, bisa dengan mudah panggil polisi atau preman.
Petimbangan dari Santi lebih baik
daripada ditolak mentah – mentah, itu artinya saya masih bisa datang lagi ke
rumahnya. Tidak bisa dibayangkan kalau Santi menolak halus atau menolak kasar,
saya tidak bisa lagi melihat dia. Dunia
ini akan runtuh rasanya, walau sarjana hukum berkata,’ walau langit runtuh,
hukum harus tegak, kalau hatiku runtuh? Dunia juga akan runtuh, karena hatiku
adalah penyangga langitku. Si Joni, si Tohap, si Gungun, selalu saja membuat
resah karena sering ke rumah Santi dengan segala pesona mereka.
" Bagaimana San? Tanyaku dua
bulan kemudian.
" Aku belum siap terikat Bas.
" Kenapa?
" Aku masih ingin bebas, tidak
mau diatur atur pacar, tidak mau dicemburui, masa muda kan singkat Bas, masak
langsung diikat.
" Tidak apa – apa San, aku tidak
akan mengekang kamu ( apa aja deh syaratnya yang penting kamu mau menerima ku).
" Yang benar Bas?
" Benar San, tegasku.
" Ya sudah kalau begitu,’ Santi.
" Oke, sambil mengulurkan tangan
kanan, salaman, Santi malah menyambut dengan ciuman di tangan kananku.
Janji tinggal janji seperti
politikus yang berjanji, aku tetap tidak kuat kalau tidak melihat Santi barang
sehari, di telpon tidak diangkat? Aku maklum saja. Paling aku cari – cari dia
dimana? Dengan ilmu intel yang aku pelajari di komik waktu kecil dulu. Habis
sudah waktu, dam biaya hanya untuk mengintai Santi dimana? Sama siapa? Santi
bisa ditemukan lagi ngobrol dengan cowok – cowok dengan akrabnya, aku tidak
bisa protes sesuai dengan janji nikah eh janji pacaran. Santi orang berada,
kaya, pernah di luar negeri membuat aku seolah dijajah oleh budaya dan
kecantikannya. Tapi penjajah juga bukan berkuasa sendiri kalau tidak ada tokoh
lokal yang membantu, dalam hal ini aku sendiri yang memberikan jiwa ragaku
untuk dijajah oleh Santi.
Artikel " kumpul kebo " produk
budaya asing membuatku mual, apakah Santi menganut budaya itu? Dia kan pernah
diluar negeri? Sebaiknya saya coba saja mengajak dia tidur, siapa tahu benar
dia penganut budaya itu. Pada satu kesempatan saya ajak dia tidur bersama, dia
mau, aku jijik, tapi keenakan, aku mau putusin tapi aku makin tergila gila
dengan permainan ranjang dia. Kalau aku mau tidur dengan wanita lain kamu
marah? Tanyaku kepada Santi, mmmm..untuk apa? Apa itu berguna? Jawab Santi
santai.
" Kalau begitu kamu juga mau tidur dengan pria lain? Tanyaku sambil
gemetaran lutut dan maaf pantatku,
" Kalau cocok kenapa tidak? Jawab Santi
santai. “ aku mau pingsan rasanya, untuk sedang tiduran di kasur, kalau tidak?
Aku sudah pingsan.
" Kamu nikmati saja Bas, teriak
Bondan sahabatku yang paling setia mendengar curhatku.
" Tapi aku ada rasa cinta Bon?
" Waduh bingunglah kalau begitu,
ada niat menikahinya?
" Iya Bon.
" Waduh, sulitlah kalau pakai budaya
kita, mereka tidak merasa penting ikatan pernikahan, karena mereka lebih fokus
pada komitmen bersama atau bebas. Kalau kamu sanggup hidup model itu? lanjutkan saja.
Santi aku ajak ke kampung bertemu mamak, dengan jantung tidak karuan sekali ini aku tidak akan perduli apa kata mamak. Aku sudah capek hidup sendiri. Mamak tidak lagi tanya marga, mungkin sudah kapok dengan Delima tempo hari. Mungkin karena semakin tua? mamak juga tidak lagi banyak komentar akan siapa calon mantunya?malah sekali ini lebih wellcome sama Santi. Tapi yang jadi masalah kelakuan Santi yang santai saja minum tuak di kedai tuak bersama bapak - bapak, bernyanyi dan bercerita. Sekali ini mamak yang menahan perasaan. Tidak lama mamak juga tidak mampu menahan amarah hatinya.
" Belum ada wanita di kampung ini minum tuak di kedai tuak!
" Iya mak, kita pulangkan saja ya mak, paling saya lajang seumur hidup.
" Bukan begitu maksudku nak, banyak wanita Batak di kampung ini di kota Medan, jangan terlalu berat bicara cinta, kami juga tidak tahu cinta sama bapakmu, bisa juga langgeng sampai tua. Kalian bisa besar.
Jangankan mamak, aku juga bingung manusia model Santi, jangan coba - coba melarangnya minum tuak. Kebayang argumennya yang tidak bisa dibantah.
" Kalau minum tuak dilarang? kenapa orang tua di kedai tuak tidak di tangkap polisi? kalau bernyanyi dilarang? kenapa tidak semua penyanyi di tangkap polisi? etika? apa kami melakukan hubungan sex di depan umum? adat? emang aku orang Batak harus ikut adat Batak? kenapa bapak - bapak di kedai tuak tidak melarang aku? apa mereka tidak tahu adat? kabarnya dia juga masih keluarga mamak kamu. Itulah bakal jawabannya. Sedangkan dia berhubungan sex dengan orang lain saja tidak bisa aku larang, apalagi sekedar minum tuak?
" Apa aku bunuh diri aja ya? bathinku.
Orang Padang beradat Indonesia tidak bisa, orang beradat Barat tidak bisa. Mungkin inilah suasana bathin pencipta lagu " Idia Rokkapi " lengkingan nada tinggi yang menanyakan kepada tuhannya, dimana jodohku? Bagaimana bentuk hubungannya nanti kalau dengan Santi? tapi gejolak hati ini tidak bisa jauh dari Santi?
Di ruang akte lahir anak, mataku melihat sosok yang selama ini aku cari.
" Delima?
" Abas?
" Lagi apa? tinggal dimana? suamimu mana? dst dst...pertanyaanku bagai senapan otomatis yang menyalak.
" Panjang ceritanya Bas, nanti habis ini kita bisa ngobrol di kantin Pemda ya.
" Iya boleh, kataku bersemangat.
" Aku lagi ngurus cerai Bas, suamiku menikah lagi, aku tidak tahan di madu. Problem rumah tangga Delima, seakan angin surga bagiku. Perasaan manusia memang unik.
" Apa recananmu?
" Jadi jandalah, apa kamu mau menerima janda?
" Empat kali janda akan aku terima dirimu Del. Sepuluh tahun sudah berlalu, hatiku belum berubah kepadamu Del, ( padahal aku sudah coba banyak wanita, dasar aja tidak ada yang cocok, manusia munafik).
" Bagaimana, dengan syarat orang tuamu?
" Perduli amat, aku sudah dewasa, aku yang berhak putuskan hidupku, kamu yang pindah atau aku yang pindah tidak masalah.
" Bas, aku kangen kamu, kita jalan yuk.
" Ayo sayang.
Pacaran sama janda sangat asyik karena akan berakhir di ranjang, sex dengan rindu dan cinta luar biasa rasanya. Tidak menunggu lama persiapan untuk menikahi Delima kami mulai dengan penuh semangat. Dia sela kesibukan persiapan pesta pernikahan kami, Santi datang dan menjelaskan niatnya mengikat diri.
" Aku mau komitmen Bas.
" Aku sudah mau menikah dengan Delima San.
" Oh, sayang sekali Bas, aku tidak bisa berkata apa - apa lagi, ini resiko dari sikapku selama ini.
" Maaf ya San.
" Tidak apa - apa Bas, tapi aku tidak perduli dengan statusmu sekali kamu masih mau berhubungan denganku.
" Tidak bisa San, ini komitmen kami.
" Tolong dong Bas, jangan kaku begitu, masak kamu lupakan begitu saja hubungan kita? tidak mungkin Bas, tenang saja, aku tidak akan ceroboh dengan hubungan gelap ini.
Langkah kaki manusia memang unik, kenapa pula pas lagi ngobrol dengan Santi, Delima tiba - tiba bergabung?
" Siapa Bas?
" Teman.
" Bilang mantan pacar aja kenapa? oh ya selamat ya kak ata pernikahan kalian.' Santi.
" Ohya, terimakasih,' Delima.
Kedua wanita ini memang sama - sama orang pengamalan bergaul yang baik, tidak mau menunjukkan sifat cemburu kekanak kanakan.
" Ohya, pesanan tadi sudah saya ambil ya Bas, aku duluan pergi, ayo San mampir ke rumah,' Delima.
" Eit, tunggu dulu, silakan kalian jalan berdua saja, saya juga sudah mau pergi kok,' Santi.
Akhirnya saya pulang ke rumah bersama Delima.
" Maaf Del, aku tidak terus terang, aku tidak mau kau sakit untuk kedua kalinya.
" Tidak apa - apa Bas, aku sudah pasrah hidup menjanda kok, kalua bukan kau belum tentu saya menerima laki - laki lagi. Selagi kau masih mengatakan cinta kepadaku? aku tidak bias berbuat apa - apa, ini juga kesalahan terbesarku, tidak menunggu kau pulang dari Jawa.
" Aku janji tidak akan menerima Santi lagi, tadi juga kebetulan ketemu di jalan, tidak enak dong langsung cuek, secara kami belu jelas akhirnya, karena aku lupa segalanya sejak bertemu kau. Aku tidak mau momen berharga ini hilang Del.
Pesta penikahan berjalan lancer, orang tua sudah tidak perduli lagi syarat - syarat kami yang penting anaknya bias menikah dan punya anak. Janji tinggal janji Santi tetap membayangi hubungan kami, dia sangat pandai mencari peluang untuk mendekati aku. Sebagai pria biasa yang mendapat janda, tidak salah juga rasanya mendapat pelukan wanita lain. Sudah syukur aku mau menikahi janda, bathinku membenarkan prilaku salah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar