Rabu, 13 Februari 2019

Gadis pilihan dewa


   
   Tubuhnya begitu sehat dan energik dalam menjalankan semua pekerjaan hari harinya. Gadis itu berjalan kaki setiap harinya dengan penuh riang dan semangat, dengan bungkusan baju paling murah saat itu di tubuhnya, semangatnya begitu enteng dan seperti tidak ada beban hidup sama sekali, seolah semua hal beres di hadapan dia. Padahal dalam kenyataan yang ada di sekitar dia, seharusnya dia yang paling menderita di desa, tapi itu jauh berbeda dengan semangat hidupnya, seolah tidak rintangan dalam hidupnya.

   Ibunya seorang janda termiskin di desa yang indah permai itu, bapaknya mati muda karena kelelahan bekerja, saya bertanya bagaimana dia bisa begitu semangat hidupnya ? seperti tidak punya halangan apa - apa di dunia ini yang begitu berarti bagi dia, yang mana bagi sebagian orang lain yang jauh lebih kaya dari dia, masih banyak keluhan, banyak gelisah, banyak ketidakpuasan, dalam hidup. Karena hatinya sudah merasakan kesenangan dunia modern. Beda dengan keluarga ini yang sama sekali tidak disentuh dunia modern. Semua berjalan bagi mereka seperti Indonesia sebelum kedatangan bangsa kolonial. Mereka seperti tidak mengenal perputaran waktu.

   Tidak banyak orang perduli mereka, bahkan mungkin tidak ada apa juga yang mau dilihat orang -orang dari dia di sistem sosial matrealistis, dia berada di peringkat bawah kehidupan sosial manusia kini dan mungkin perbudakan sudah di hapus saja dia tidak berada disana. Mataku tidak pernah lepas melihat dia karena mata kuat penuh optimisme, adalah kekuatan besar yang tidak bisa di lihat mata biasa, apalagi mata matrealistis, dia penuh semangat karena begitu yakin tuhannya membantu dia. Dia hanya perlu menjalankan hari - hari dengan sebaik baiknya.

   Benar saja, dia orang yang sangat percaya akan janji tuhannya. Membuat dia tidak pernah merasakan lelah mengerjakan semua pekerjaan di rumah, mencuci, memasak, mencari kayu bakar untuk di dapur dan untuk di jual. Jalan kaki adalah makanan sehari harinya. Badannya begitu sehat, usianya juga masih 17 tahun, usia yang tidak mengenal kata lelah. Adapun anak seusia itu mengatakan lelah ? Semata mata karena malas. Mengingat umur itu belum mengenal kata lelah. Mengerjakan hal ringan setengah hati memang sangat melelahkan. Beda dengan Santi yang tidak mengenal lelah, karena hanya itu yang bisa dia kerjakan. Sekaligus untukl melupakan kisah hidupnya yang sebenarnya begitu merana.

   Dia melupakan masa remajanya yang seharusnya nongkrong bersama teman - teman, tebar pesona kepada remaja pria seusianya, kalau itu dia lakukan ? pasti akan sangat terasa kekurangan dalam hidupnya. Karena itu butuh waktu yang mana dia tidak punya, butuh uang dan baju bagus yang pasti dia tidak punya.

  Dewa dewa dilangit melihat Santi dengan penuh antusias. Dia manusia pilihan kita. Untuk meneruskan kerajaan kebenaran di dunia. Dialah boneka kita untuk berjuang memperjuangkan nilai - nilai kebenaran di dunia. Teman teman tentu sepakat semua ? para dewa serentak mengangguk. 

  Orang - orang di desa sering bertengkar karena rebutan harta, fihak yang kalah suka berkata," keluarga emak Santi saja tidak punya apa - apa santai saja kok,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar