Rabu, 13 Februari 2019

Kisah nad

Kulihat simponi disana mengalun sendu pilu terasa senada gelisahku yang kian mencekam..senandung lagu Dian Piesesa melantun sendu bersama bau semerbak ganja yang diisap orang - orang di sekitar pos. Di sini kita tidak berani setegas di daerah lain tentang barang terlarang ini. Karena kita berusaha meraih simpati masyarakat dalam perang gerilya ini, dalam perang gerilya kunci kemenangan adalah : rakyat sipil. Siapa yang berhasil meraih simpati rakyat sipil dia yang akan memenangkan perang ini.

Jangan pernah sakiti rakyat, jangan coba - coba bercanda pegang kepala mereka biar anak kecil sekalipun. Karena bagi mereka itu adalah : penghinaan besar. Para perajurit muda cuap cuap dengan gadis - gadis muda. Pesan komamdan : jangan sakiti mereka, jangan rusak mereka, mereka sudah sangat jenuh dengan konflik ini, kalau bisa bawa mereka ke daerah kita nanti sebagai istri.

Tapi kadang putus hubungan antara mereka tidak ada hubungannya dengan perang ini. Hanya perpisahan karena ini itu urusan anak muda mereka putus hubungan. Tidak jarang gadis - gadis itu merajut dua hubungan yang sangat kontras, yaitu menjalin hubungan asmara dengan fihak gerilyawan yang nota bene adalah musuh kita, musuh perajurit pusat yang dikirim pemerintah Jakarta. Yang tidak mau negara ini terpecah pecah menjadi negara kecil.

Sial yang tiada tara ketika kedua fihak yang bertikai bertemu di tempat gadis yang sama. Menginginkan gadis yang sama. Sang gadis pun tidak bisa bersikap tegas karena menyakiti salah satu fihak bisa menyusahkan posisi politik si gadis. Apabila menolak prajurit RI dia akan dituduh pro gerilyawan, apabilan menolak gerilyawan dia akan dituduh pendukung Jakarta. Itu berarti kematian.

Namun jauh di dalam hatinya dia hanya gadis biasa yang mendambakan teman hidup. Tempat mengeluh, tempat mencurahkan rasa cinta. Dia tidak mau tahu dengan konflik ini, dia bahkan mengutuk konfik yang hanya membuat derita bagia wanita dan anak - anak ini. Dia sebenarnya ingin seperti gadis - gadis di daerah lain yang tidak merasakan konfik, mereka bebas nongkrong kesana kemari sesuai dengan umur mereka yang sedang puber.

Lain lagi dengam Kak Rita yang puas menikmati dua asmara sekaligus, suaminya seorang gerilyawan yang jarang pulang. Kalau suaminya sedang berjuang di hutan dia mengisi hari - harinya dengan prajurit Jakarta yang bertugas di pos dekat rumahnya. Asyik sekali hidupnya. Uang jajan juga didapat dari kedua fihak yang berseteru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar