Sejarah & Perjuangan Marga SINURAT GOMBOK NABOLON (Samosir)
Opung Gumbok Nabolon pria yang sakti dia bisa memanggil ikan mujair dari danau Toba untuk di makan, tapi tidak bisa lebih dari kebutuhan makan. Sebagai syarat ilmunya tidak bisa dijadikan alat mengeruk kekayaan, cukup untuk kebutuhan saja, tapi tidak akan pernah kekurangan. Dia bisa merubah wujud kerbau, ketika ada maling kerbau yang suka mencuri kerbau penduduk, dia bisa merubah wujud kerbau - kerbau itu terlihat seperti batu. Hal mana membuat pencuri kerbau gagal dalam misinya. Tapi syarat ilmunya tidak bisa memungut bayaran dari orang yang merasa kerbaunya terlindungi. Cukup nanti kalau mereka menyembelih kerbau, ingat untuk menyisakan dagingnya untuk Opung Gumbok Nabolon. Itu pun biasanya tidak habis dia makan dan di berikan kepada keluarga dan tetangganya.
Keluarga mertuanya dari marga Sitanggang bangga punya hela seperti Opung Gumbok Nabolon. Opung artinya kakek di berikan orang - orang sekitar karena dinggap guru dan sakti, walau usinay masih muda. Berbeda dengan saudara yang lain dipanggil " raja " yang tertua Si raja tano, yang tinggal di seberang danau adalah raja yang kaya akan tanah. Abang yang nomor dua biasa dipanggil Raja pagi yang identik dengan kekuasaan di daerahnya. Di masa itu perang antar desa antar daerah sering terjadi, sebagai mantu yang datang ke keluarga mertuanya Sitanggang tentu dia harus bela mertuanya. Apalagi kalau terjadi perang antar desa.
Sebagai hadiahnya para menantu ini akan diberika tanah di pinggiran desa. Mertua berdiam di tengah desa. Jadi kalau ada serangan dari desa lain ? para mantu yang berdiam di pinggiran luar desa ini yang menghadapi duluan. Tanah - tanah itu akhirnya menjadi masalah ratusan tahun kemudian. Karena di masa modern ini, tanah - tanah milik hela ( mantu ) ini memilik NGOJP yang tinggi. Puluhan generasi kemudia cucu - cucu sering bermasalh dengan tanah ini. " Kok marga pendatang dapat tanah yang lenih mahal nilainya ? ,' tanya cucu yang tidak tahu sejarah tanah itu. Padahal mereka para mantu dan pendatang itu bertaruh nyawa demi tanah itu.
Pulau Samosir adalah suatu pulau yang memiliki ragam budaya dan juga tempat-tempat wisata yang memiliki nilai historis. Ada banyak objek wisata samosir yang mampu memikat para wisatawan, karena selain pemandangan yang indah ternyata di samosir juga tersimpan berbagai cerita yang terkadang tidak dapat diterima akal sehat namun tetap menjadi suatu hal yang tidak terlepas dari Budaya Batak.
Selain objek-objek wisata yang kita kenal seperti batu hobon, aek sipitu dai ( air enam rasa ) dan lainnya, ternyata masih banyak lokasi wisata lain yang tidak kalah menariknya, sehingga sangat perlu kami memberikan bentuk dan gambaran akan lokasi tersebut.
Salah satu yang akan diceritakan adalah Lokasi Aek Sitobu Sira, yang terdapat di daerah Pangururan tepatnya di Desa Pardugul Kabupaten Samosir. Selain sakral tempat tersebut juga memiliki daya pikat, karena memiliki latar belakang cerita yang unik.
Aek Sitobu Sira merupakan Mata air parsadaan ( persatuan ) seluruh marga Sinurat yang ada di Indonesia bahkan di Dunia. Mata air tersebut konon merupakan hasil doa dari Op. Gumbok Nabolon Sinurat kepada Mulajadi Nabolon ( Tuhan Maha Pencipta ) agar warga yang berada dalam suatu Kampung ( Desa ) yang dihuni mendapat air karena sulitnya air pada masa itu.
Sekitar Tahun 1788, terjadilah musim kemarau yang berkepanjangan di Perkampungan Pardudul Samosir, sehingga penduduk yang bermukim diperkampungan itu mengalami krisis air yang sangat luar biasa. Kekeringan yang terjadi bahkan sudah sampai pada batas yang sangat memprihatinkan, dampaknya tidak hanya mempengaruhi warga, tapi juga suan-suanan ( sawah/ladang ) serta ternak yang ada di desa tersebut.
Hingga pada akhirnya, Ompu Gumbok Nabolon beserta keturunannya sepakat untuk berdoa kepada Mulajadi Nabolon ( Tuhan Maha Pencipta ) untuk mencari solusi atas kekeringan air yang terjadi. Dan pada akhirnya, Ompu Gumbok Nabolon Sinurat mendapat petunjuk dari Tuhan Maha pencipta melalui suatu penglihatan dari indra keenamnya. Dalam penglihatan tersebut, beliau diajari untuk membuat suatu mata air dengan cara menancapkan tongkatnya, tongkat pemberian leluhurnya ke tanah di tempat yang telah di tentukan Ompui Mulajadi Nabolon ( Tuhan Maha Pencipta ).
Sesaat, setelah Ompu Gumbok Nabolon menancapkan tongkatnya kemudian mencabut tongkat tersebut, tiba-tiba saja dari tanah tersebut langsung memancar air yang begitu deras sehingga keturunan Op. Gumbok Nabolon menjadi sangat bahagia dan bersukacita atas kejadian itu. Kesaktian tongkat ini sama dengan kesaktian tongkat leluhurnya Silahisabungan di Silalahi Nabolak. Ketika istrinya haus di atas sebuah bukit, air yang kemudian dikenal dengan sebutan,' si pitu dai ( air tujuh rasa ). Anehnya, air yang dikeluarkan oleh tanah tersebut tidak pernah berhenti bahkan hingga saat ini walau terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, keanehan yang lain juga terjadi pada air tersebut. Ketika warga yang didominasi marga sinurat mengalami kelangkaan makanan, maka air tersebut menjadi solusi dari kelaparan warga.
Kenapa demikian? Karena Ompu Gumbok Nabolon mengetahui sulitnya makanan pada saat itu, sehingga Ompu Gumbok Nabolon menyarankan kepada keturunannya agar disaat keturunannya lapar setelah bekerja seharian di ladang meminum Air itu dicampur dengan garam ( garam mudah ditemukan pada saat itu ).
Dan mukjijat kembali terjadi, Rasa asin yang pada garam tiba-tiba berubah menjadi rasa manis seperti tebu, selain berubah rasa warga yang meminum juga seketika itu tidak merasa lapar lagi bahkan dapat bekerja kembali dengan keadaan kondisi yang bugar dan semangat. Ompu Gumbok Nabolon Sinurat kemudian menamakan air tersebut “ Aek Sitobu Sira ” dan membuat suatu perumpamaan :
Ascim Daini Sira
Tonggi Daini Tobu
Aek Naung Tapitta Nunga
Dapot Dalan ni Ngolu
Hingga saat ini, Mata air Sitobu Sira selalu ramai dikunjungi oleh keturunan Marga Sinurat bahkan dari seluruh Dunia karena air ini diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit apapun serta memberikan kebaikan bagi pengunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar