Selasa, 07 Mei 2019

Tongkat sakti


"Aku ingin berkuasa kayak Sukarno, pegang tongkat sakti, "Kita cari tongkat sakti yuk,' Agus Sumarno. "Kemana ? untuk apa ?,' Boni. "Biar bisa berbuat sesuai apa yang kita inginkan,'Agus Sumarno. " Kalau untuk itu tidak usah kamu pakai tongkat sakti model Sukarno, pakai saja keinginanmu, karena keinginanmu yang akan menuntun langkahmu, kalau lapar ? lagkahmu akan mencari makanan, kalau kamu ingin wanita ? kamu akan mencari wanita, kalau kamu ingin uang ? langkah kamu akan mencari sumber uang, kalau kamu kebelet kamu akan cari kamar mandi. 

"Tapi dengan tongkat sakti itu kita bisa lebih mudah,'Agus Sumarno.
"Tongkat itu hanya simbol, utamanya adalah dirimu sendiri, kamu kira dengan tongkat sakti Sukarno berkuasa ? bukan, dia memang sudah banyak berbuat hal baik yang di setujui orang banyak, karena kamu tidak melihat proses itu ? kamu kira dengan tampang ganteng, baju rapi, dan tongkat komando dia bisa berkuasa.

"Tidak begitu Bon, itu tongkat pasti ada khasiatnya, mana mungkin dia bawa tongkat asal - asal aja,' kata Agus Sumarno lagi. Saya kan pergi mencri tongkat itu ke guru - guru, saya ingin di hormati, ditakuti, diikuti. "Baiklah kalau itu keinginan kamu, keinginan besar akan menemukan jalannya, itu juga pesan Bung Karno,' Boni.

"Selamat siang guru, saya mau jadi orang sakti, saya mau pakai tongkat sakti,' kata Agus di depan Mbah Marhani guru yang terkenal, sering didatangi oleh banyak pengusaha, pejabat dari berbagai daerah."Selamat siang ananda, begitu jauh kalian mencari kesaktian, apa di daerah kalian tidak ada lagi guru ?,' tanya Mbah Marhani. "Ada guru, cuma tidak sehebat guru,' kata Agus. "Apa ukuran seorang guru disebut hebat ?,' tanya Mbah Marhani. "Terkenal, dipercaya banyak orang, di datangi banyak orang,' sahut Boni."Kalau begitu tempat pelacuran, diskotek, juga sakti ? karena banyak yang datang ?,' tanya Mbah Marhani. "Oh..tidak begitu guru, itu beda,'sahut Boni. "Saya hanya memberi nasehat ananda, kebetulan banyak yang berhasil karena nasehat saya, akhirnya dia cerita kemana - mana,' bahwa saya sakti, sebenarnya hanya kebetulan saja dia tepat berhasil sesudah berkunjung ke sini. Masalah nasehat itu banyak yang tahu, saya yakin di daerah kalian juga ada. Hanya saja kalian tidak tertarik karena dia tidak terkenal.

"Masalah tongkat sakti yang ananda inginkan ? ada, tapi syaratnya berat,' kata Mbah Marhani. "Apa itu guru ?,' kejar Agus. "Tongkat itu ada di atas sebuah gunung, tidak terlalu tinggi, kamu bisa kesana sekarang, tapi akan sulit menemukannya kalau kamu tidak melalui syarat - syarat yang di tetapkan,' Mbah Marhani. "Apa syaratnya guru,' kejar Boni. "Kembalilah ke rumah kalian, setiap kali bertemu orang di sepanjang perjalanan ? biasakanlah senyum, sapa dia dengan penuh perhatian, karena salah satu dari orang yang kalian temui adalah titisan dari pemilik tongkat itu, kita tidak tahu siapa dia, jadi sapa saja semua dengan penuh keperdulian, apalagi kalau mereka ada masalah ? usahakanlah untuk membantunya dengan iklas. Kita tidak tahu siapa saja mereka. Tapi nanti begitu kalian menegur orang yang ke seratus dia yang akan mengantarkan kalian ke gunung tempat tongkat itu berada. Itu artinya kalian sudah menemukan orang titisan yang ke seratus. Jadi tidak bisa dihitung dari satu dua tiga dan seterusnya, kalian hanya bisa tegur sapa dan berbuat baik saja kepada semua orang. Itu saja syaratnya. Pergilah kalian !, nanti kalau ada hal - hal yang membuat kalian bingung ? datanglah ke sini,' Mbah Marhani. "Berapa biayanya guru ?,' tanya Agus. "Tidak ada ananda, tapi kalau nanti kalain berhasil, mungkin saya akan meminta sesuatu,' Mbah Marhani. "Baik, baik guru, kalau hanya itu yakinlah, kami akan membantu,' tegas Boni.

Kedua mahasiswa itu bergegas pergi, menjalankan perintah guru spiritual terkenal Mbah Marhani, "Benar kataku kan Gus ? tidak jauh beda dengan yang aku fahami ?,' kata Boni. "Ah kamu kan cuma mahasiswa ?, bagaimana saya mau percaya sama kata - kata kamu ?, kalau kata guru kan saya lebih percaya,' kata Agus. "Intinya kita di suruh berbuat baik, nanti dapat tongkat sakti,' kata Boni. "Kita ikuti saja perintah guru, nanti baru kita lihat hasilnya,' Agus.

"Copet ! copet ! copet !,' seorang wanita teriak - teriak di tengah pasar. "Copet Gus, ayo kita bantu,' kata Boni, "Ngapain Bon ? kurang kerjaan amat sih loe,' teriak Agus, "Kata guru kita kan harus bantu orang," Boni, "Benar Bon, yuk, yuk kita bantu," kata Agus. "Buk !, sebuah pukulan menimpa kepala Agus dia tersungkur di jalan, Boni kaget dan cepat - cepat membantu Agus, salah satu teman si copet memukul Agus supaya tidak mengejar temannya. Boni pun pergi membawa Agus ke rumah sakit. "Aduhhh...,' kata Agus memegangi kepalanya, "Tenang Gus, kita akan berobat,' kata Boni, "Tidak usah Bon, kita duduk saja di pojokan, nanti juga hilang sakitnya,' pinta Agus. "Makanya lain kali hati -hati Gus, membantu orang itu ada resikonya.

"Hai San, kata Agus kepada Santi di gerbang kampus, "Kepala kamu kenapa Gus ?,' tanya Santi, "Jatuh main basket San,' kata Agus, mengejar langkah Santi yang tidak menghiraukan Agus yang mengejarnya. "Tunggu dong San, kamu cepat amat jalannya,' pinta Agus. "Buru - buru Gus, ngejar kuliah, padahal bukan, dasar saja Santi tidak mau jalan sama Agus,

"Awas kamu San, kalau nanti aku punya tongkat sakti kamu akan berlutut di hadapanku,' guman Agus.

Keinginan memiliki tongkat sakti semakin menjadi jadi saja di kepala Agus, tapi Boni selalu setia mengikuti langkah sahabatnya itu. Boni suka Agus karena semangat, emosional, bisa mudah mendapatkan sesuatu karena semangat, tidak jarang juga sial karena belum sepenuhnya faham akan situasi. Bertolak belakang dengan Boni yang kalem, bahkan lambat, sering terlambat merespon situasi, tapi sangat matang kalau sudah bertindak. Perpaduan yang tepat antara kedua sahabat ini.

Boni mencari cari Agus siang itu tidak ketemu dimana mana. Agus berkonsultasi dengan seorang guru tentang tongkat sakti. " Ini tongkat sakti, kamu bisa test dulu, kalau tidak berhasil? kamu tidak usah bayar, silakan di test terhadap wanita yang paling kamu suka, jangan lupa mandi, yang bersih datang ke rumahnya, katakan kalau kamu suka dia,' pesan guru spiritual itu.

Dengan semangat penuh Agus menjalani semua pesan guru spiritual, dalam hitungan menit sudah di depan rumah Santi.
" Agus! apa - apaan kamu ke sini?,' Santi.
" Ada tamu bukannnya di suruh masuk malah diinterogasi di depan pintu, kata Agus kalem.

Melihat kalemnya Agus, membuat Santi salah tingkah.
" Sudah deh, silakan masuk Gus,' Santi.
" Terimakasih San,' Agus.

 Santi berjalan ke dalam rumah langsung ke dapur membuat minum.
" Mama Papa mana?
" Apaan sih nanya Mama Papa?

Namanya sama calon mertua kita kan harus ramah tamah,' Agus.
" Agus! Apaan sih, gak lucu, kata Santi.
" Aku serius San, aku mau kamu jadi pacar aku,' Agus kalem kayak bintang film India pamer hidung.

Santi tunduk diam, tidak bisa berkata apa - apa, melihat Agus begitu dewasa sore ini.

" Kalau tunduk berarti setuju,' Agus.

Santi masih diam tertunduk, satu persatu rambutnya turun menutupi wajahnya.

" Terimakasih San, kamu sudah menerima aku, aku mau pamit pulang,' Agus.
" Kok buru - buru Gus? Santi mengangkat wajahnya yang masih memerah tapi sudah mulai menguasai diri.

" Habis kamu diam saja? masak saya ngobrol sendiri?
" Aku kan kaget kamu tembak begitu, tidak pakai jeda lagi,' Santi berdalih.

" Tapi kamu terima kan?
" Iya, te.ttapi kan masih kaget Gus, tidak bisa mikir apa - apa lagi.

" Itu sudah bilang " Iya ", ' Agus menggoda.
" Minum dulu kek, apa mau minuman lain?

" Tidak usah San, duduk bersamamu, semua air terasa manis,' Agus.

Tidak terasa malampun tiba, Agus sudah tidak sabar menyampaikan kisahnya ke Boni, bahwa tongkat sakti berhasil membuat dia menembak Santi. Boni bengong heran, dengan tongkat sakti yang mudah di dapatkan oleh Agus, berhasil pula. Diam - diam Boni menemui guru Marhani.

" Kalau hanya untuk memikat hati wanita? tidak perlu pakai tongkat sakti ananda, cukup dengan nekat dan percaya diri saja. Agus jadi percaya diri dengan tongkat palsu itu, padahal dengan batu kali pun, kalau ananda yakin? bisa saja berhasil memikat wanita. Wanita itu suka angkuh di depan kita bukan berarti sombong atau tidak mau sama kita. Itu justru kebalikannya. Beda kalau dia asyik saja diajak ngobrol? jangan gede rasa, dia tidak ada perasaan apa - apa. Kamu pernah dengar istilah " jinak - jinak merpati? kalau di dekati dia berlari?. Justru kalau dia angkuh itu pura - pura tidak ada rasa apa - apa, padahal itu menutupi rasa grogi.
" Aku faham guru, terimakasih banyak,' Boni.

" Lanjutkan saja semua perintah saya, kalian coba sejauh mana keinginan kalian menjadi penerus Presiden Sukarno. Tetap berbuat baik, bantu orang, belajar yang giat, jangan lupa memohon kepada tuhan.

" Baik guru,
Tidak mau mengecewakan Agus, Boni mengatakan tongkat itu khusus untuk asmara, kita kan punya tujuan yang lebih besar. Tapi dengan adanya kekasih hati? akan memperkuat keinginan kita jadi orang sakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar