Pergilah
ke rumah Tulangmu di Jakarta ! biar kamu bisa jadi orang kayak Tulangmu,' pinta mamak.
Iya mak,' kata Manton. Perjalanan ke Jakarta memakan waktu dua hari dua malam, tidak terasa demi
menyongsong masa depan. Satu demi satu sawah, rumah, di perjalanan lintas Sumatera seolah melambaikan tangan melepas kepergian Manton ke pulau Jawa.
" Horas Tulang !,' seru Manton.
Horas,' kata Tulang dingin.
Tulang menyambut salaman tangan dari Manton.
Apa kabar bapak ito mamak ?,' tanya Tulang lagi.
Baik Tulang,' sahut Manton.
Mandilah, makan, eh Santi kasih tahu kamar paribanmu,' perintah Tulang dingin.
Dengan cuek Santi berjalan, sini bang, beberapa langkah sudah sampai pada kamar tujuan. Ini kamar abang,' kata Santi cuek.
Terimakasih pariban, sambil menyodorkan tangan menyalami Santi, dibalas cuek saja sama Santi. Hidup di Jakarta adalah hal asing sekali bagi Manton, ditambah keluarga Tulang yang kurang hangat menyambut Manton. Tapi demi harapan mamak di kampung, Manton berusaha tegar saja. Siapa tahu hidup akan lebih baik di Jakarta bisa mengurangi beban mamak. Mamak adalah adik kandung dari Tulang Jakarta biasa dipanggil, soalnya Tulang itu banyak, ada Tulang Siantar ada Tulang Tarutung.
Manton bangun pagi langsung lari pagi, sapu halaman, cuci mobil Tulang, masakan Nantulang membuat lapar perut Manton tapi apa daya tidak berani makan sebelum ada perintah. Semua anggota keluarga sudah makan.
Makan kau Manton !,' perintah Natulang.
Iya Nantulang,' sahut Manton dengan wajah lapar. Makanan di meja bagai habis serang tentara mongol hanya sisa sedikit nasi, kuah sayur, kepala ikan laut. Manton anak yang tegar makanan dia makan dengan lahap, maklum habis lari pagi kalorinya terbakar banyak.
Habis mandi dan berpakaian, Manton berangkat ke Polda Metro melihat lihat papan pengumuman penerimaan polisi baru. Wajah penduduk ibukota seperti mencibir penampilan Manton yang kampungan, wajah penuh keringat, membuat wajah dia terlihat sekali kaget dengan hawa panas ibukota. Bulan depan sudah dimulai proses pendaftaran polisi baru di seluruh Jakarta raya. Manton mulai sibuk mengerjakan semua proses untuk mandaftar sebagai polisi baru.
Bang, minta air dong,' pinta Santi dari ruang tamu, iya dek,' sahut Manton dari belakang rumah. Ini dek, ' kata Manton, taruh situ,' perintah Santi tanpa melihat wajah Manton, wajah kampungan ini memang tidak ada menariknya di mata Santi.
Horas eda !,' kata mak Manton di telepon, horas eda,' kata Nantulang pula, sehat kalian sama ito eda ?,' tanya Mak Manton lagi, sehat,' sahut Nantulang, mana beremu si Manton eda ? oh ini eda, Mantonnn...! Sini kau, iya Nantulang, ini eda dari Samosir mau ngomong, iya Nantulang.
" Apa kabarmu amang ? sehat - sehatnya kau ?,' pertanyaan beruntun mamak seperti Kalasnikov 47.
Sehat mak,' kata Manton.
" Udah makan kau ?,' tanya mamak.
Udah mak,' kata Marton.
" Sabar - sabar ya amang di situ, mamak sepertinya sudah tahu betul sifat edanya, tapi apa daya tidak ada uang untuk kos di Jakarta. Lagian tidak enak juga kalau harus kos, kecuali kalau Tulang yang nyuruh kos saja. Kalau inisiatif kos nanti malah jadi " senjata " si eda menyerang maknya Manton, tidak tahu diri, ada keluarga malah kos, apa kita tidak dia anggap keluarga lagi ?
Sedangkan kalau tinggal di rumah Tulang membuat Manton seperti pembantu sedangkan Manton perlu konsentrasi daftar polisi. Banyak - banyak berdoa ya amang, baik - baik sama Tulang sama Natulang, semoga kau lulus jadi tidak perlu lama - lama merepotkan Tulang. Iya mak, mamak juga jaga kesehatan ya,' kata Manton.
Nama - nama yang kami sebutkan di atas agar segera mempersiapkan diri tanggal 1 Januari sudah berada di gerbang Sekolah Polisi Lido. Pengumuman di meja panitia seleksi calon Bintara polisi di sekolah kepolisian negara. Peluk haru Manton dan teman - teman sesama calon polisi. Dengan mata yang habis menangis haru Manton menyalami Tulang, makasi atas doanya Tulang,' kata Manton, oh iya lulus kau Manton,' tanya Tulang, mendengar kata " doa " Tulang teringat akan agamanya membuat dia agak berwibawa. Padahal dia tidak pernah mendoakan Manton lulus, doanya hanya berharap uang, uang, agar layak duduk bersama orang - orang top Jakarta. Kapan kau mulai pendidikan Manton ? 1 Januari Tulang. Bagus bagus sudah kau siapkan semua ? sejak kapan pula Tulang perduli persiapan Manton masuk polisi ? karena sudah berhasil lulus, si Tulang mulai sok perduli agar terlihat berjasa dalam pendaftaran ini.
Tidak lama berselang. Masa - masa pendidikan polisi pun dimulai, Manton bersama rekan - rekan, merayap, berguling, menembak, kuliah hukum, di jalani dengan penuh semangat sebagai orang kampung yang biasa hidup sulit, pendidikan polisi tidaklah begitu berat bagi Manton.
Horas Tulang !,' kata siswa polisi muda sambil memberi hormat, horas, horas !,' kata Tulang gugup, kaunya itu Manton ? sudah gagah kali kau, masuk kau amang,' kata Tulang sangat ramah, eh Santi sini kau ! ajak makan paribanmu ini !,' kata Tulang lagi penuh semangat, eh abang Manton ?,' kata Santi riang sekali melihat paribannya makin ganteng saja dengan baju polisi. Minum apa bang ?,' tanya Santi, air putih saja dek,' pinta Manton. Eh..ada tamu, eh kaunya itu Manton ?,' kata Nantulang tidak kalah girangnya. Sejak saat itu Natulang jadi rajin menelepon edanya di Samosir. Biasanya sih kalau sudha begini ada maunya. Mamaknya Manton di Samosir tidak menduga juga sampai sana. Mana mungkin edaku yang sombong itu mau jadi besanku, begitu jauh kelas hidup memisahkan kami, malulah dia punya besan janda dan miskin begini. Mungkin karena mamaknya Manton belum juga melihat bagaimana gantengnya si Manton berpakaian dinas polisi. Sebelum pak pos memberikan secarik surat berisi foto Manton berpakaian dinas polisi. Amaaang.... pak Manton ( memanggil alm suamnya ) lihatlah anakmu ini sudah ganteng kali dia,' kata mamaknya Manton mamandangi foto anaknya.
Libur panjang ini kita ke Samosir saja Manton, kita ramai - ramai naik mobil Tulang lihat ito mamakmu. Eh egh..iya Tulang.' jawab Manton gugup sekali, melihat perubahan Tulang akhir - akhir ini. Begitu juga Santi yang sering menempel memanja di tangan kekar Manton. Sepanjang perjalanan darat dari Jakarta ke Medan Tulang dan Nantulang banyak berbicara riang menggoda Manton yang banyak diam. Pendidikan polisi memang membuat siswa jadi berwibawa dan menjaga bicaranya, tapi itu malah membuat Manton makin ganteng di samping Santi di kursi belakang.
Bapa ..bapa.. teriak maknya Manton memeluk, menyambut Tulang Jakarta yang sudah sangat lama tidak menginjak pulau Samosir, Tulang adalah tuhan kami di dunia kebiasaan adat Batak. Kapan bapa mau melihat kuburan bapak ? sekarang atau besok ?,' tanya maknya Manton kepada itonya ( saudara laki - lakinya ) ; Tulang Jakarta. Penyematan nama Tulang Jakarta itu bagai status sosial yang membanggakan, karena belum banyak juga sebutan Tulang Amerika, mungkin tidak sampai dua belah jari tangan jumlah orang Batak di Amerika, untuk menyandang gelar Tulang Amerika, jadi gelar Tulang Jakarta sudah sangat elit, karena tidak ada orang Batak di pulau Jawa, adapun itu pasti karena merantau dan berhasil hidup layak di Jakarta, hebatnya lagi umumnya berangkat ke Jakarta hanya modal nekat, jadi tukang tambal ban, kernet, umumnya berawal dari kerja kasar sebelum sampai pada hidup layak. Itu satu prestasi besar bagi suku perantau.
Sambil menyiapkan makanan makanya Manton ditemani Santi dan Nantulang, yang menurut adat Batak tidak perlu ke dapur, cukup maknya Manton saja sebagai borunya, juga Santi yang marganya sama dengan maknya Manton. Nantulang sibuk bercerita bagaimana dia memperlakukan Manton selama di Jakarta, seolah dia paling berjasa menyekolahkan Manton di sekolah polisi. Maknya Manton manggut - manggut saja, menghargai Hula - hula ( fihak raja ) dalam adat Batak. Hatinya semakin bertanya tanya,' apa mungkin edaku ini mau berbesan denganku ? apa sudah bertobat dia ? bermacam pertanyaan di hati mak Manton, cobalah kau ajak si Santi jalan lihat danau Toba Manton, dia kan belum pernah barang menyentuh air danau Toba, tempat Opung dulu sering mancing dan mandi, biar menyatulah tondi ( rih ) Opungmu sama kalian, perintah mak Manton memancing situasi, iya benar tu San,' kata Nantulang mengamini, Tulang sudah duluan di lapo mencari teman lamanya. Oh iya mak, Santi mau jalan - jalan ke danau Toba ? mau bang, tapi kalau Santi jatuh pegangin ya,' pinta Santi manja, Manton hanya senyum bijak, melihat tingkah paribannya yang makin aneh dimatanya, teringat pesan para pelatih,' kalau liburan jaga sikapmu di masyarakat ! terutama sama wanita, akan banyak wanita yang mau kamu apa apain, karena kamu pasti dan harus tanggung jawab, makanya mereka makin berani dekat - dekat kamu, walau kalian belum dilantik jadi polisi tapi pakaian dinasmu membawa nama besar institusi kepolisian, siap !,' jawab para siswa polisi serentak.
Bah Togar ! masih ingatnya kau sama kampung ini ?,' sambut orang di lapo kepada Tulang, ah..sibuk aku lae,' kata Tulang ngeles, padahal aslinya dia merasa tidak selevel lagi dengan teman - teman di kampung seperti yang sering dia ucapkan di rumahnya di Jakarta, orang kampung mah payah !,' kata dia, padahal di setiap kampung ada saja ragam manusia, yang payah yang bagus pasti ada di settiap kampung di seluruh Indonesia, seharusnya yang sudah maju duluanlah yang membantu mereka, bukan malah menghinanya. Minum. minumlah kau, apa minummu ? di sini adanya cuma teha manis, kopi, tuak, tidak kayak di Jakarta semua ada,' kat teman teman Togar, air putih saja inang,' kata Togar ke penjaga lapo, tidak lama Manton melewati lapo nai Gurgur tempat Tulang Tagor alias Tulang Jakarta minum bersama tema - temannya, kemana kalian,' tanya Tagor, ke danau Tulang,' sahut Manton, mau liat tempat Opung sering mancing pa,' sahut Santi manja, hati - hati di jalan, jalanya jelek nak, kan ada bang Manton pa, iya, iya,' kata Togar,
Bah, sudah ada helamu Tagor ?,' tanya orang di lapo.
Belum lae, itu anak ito, bereku ( keponakan ),' kata Tagor.
Sudah pas lah itu, Tagor, beremu jadi helamu ( mantu ), serasi pula ku tengok mereka, itu si Manton yang polisi kan ? pas kalilah itu bisa jaga hartamu bisa jaga borumu,' kata orang di lapo.
Urusan merekalah itu lae,' kata Tagor dengan nada gembira.
Iya kau bantu jugalah mempercepatnya,' kata lae Siallagan.
Malulah kita lae, mana ada orang Batak menyorongkan anak gadisnya, ' kata Tagor.
Maksud aku ito orang rumahmulah yang bicara sama mamak Manton, jangan pula kau malulah kita' kata nya lagi.
Ah..sudahlah minumlah kau, nanti aja kita bahas itu, ' kata Tagor.
Sudahlah eda duduk saja, nanti tidak matang ikan ini kalau Hula - Hula ikut masak eda,' kata mak Manton, hehe..tidaklah eda orang dulunya itu,' kata Nantulang Jakarta di dapur rumah mak Manton, alangkah baiknya kalau si Manton mau menikahi Santi paribannya ya eda, kita bisa sering kumpul - kumpul di kampung,' kata Nantulang Jakarta bagai petir di siang bolong, Nantulang Jakarta adalah pebisnis mapan yang suka gigih dan ulet demi sebuah kepentingannya, tidak ada basa basi untuk mendapatkan tujuannya, dalam kebiasaan orang Batak tidak etis kalau fihak waniota yang menawarkan diri, apa eda tidak malu punya besan kayak saya ini eda ?,' tanya maknya Manton, menutupi rasa kagetnya, menutupi rasa malu edanya yang sudah keluar jalur etika termasuk memaksakan diri masak di dapur demi loby - lobynya, aku senang sekali kalau Santi yang jadi parumaenku ( mantu ) eda, aku tidak perlu repot repot lagi kenalan dengan dia dan keluarganya karena sudah kenal semua, tapi kita kan hanya bisa mendorong mereka, selebihnya biarlah mereka yang menentukan, takutnya kalau kita paksa - paksa bisa - bisa kita kena imbasnya di kemudian hari kalau ada masalah diantara mereka.
" Horas Tulang !,' seru Manton.
Horas,' kata Tulang dingin.
Tulang menyambut salaman tangan dari Manton.
Apa kabar bapak ito mamak ?,' tanya Tulang lagi.
Baik Tulang,' sahut Manton.
Mandilah, makan, eh Santi kasih tahu kamar paribanmu,' perintah Tulang dingin.
Dengan cuek Santi berjalan, sini bang, beberapa langkah sudah sampai pada kamar tujuan. Ini kamar abang,' kata Santi cuek.
Terimakasih pariban, sambil menyodorkan tangan menyalami Santi, dibalas cuek saja sama Santi. Hidup di Jakarta adalah hal asing sekali bagi Manton, ditambah keluarga Tulang yang kurang hangat menyambut Manton. Tapi demi harapan mamak di kampung, Manton berusaha tegar saja. Siapa tahu hidup akan lebih baik di Jakarta bisa mengurangi beban mamak. Mamak adalah adik kandung dari Tulang Jakarta biasa dipanggil, soalnya Tulang itu banyak, ada Tulang Siantar ada Tulang Tarutung.
Manton bangun pagi langsung lari pagi, sapu halaman, cuci mobil Tulang, masakan Nantulang membuat lapar perut Manton tapi apa daya tidak berani makan sebelum ada perintah. Semua anggota keluarga sudah makan.
Makan kau Manton !,' perintah Natulang.
Iya Nantulang,' sahut Manton dengan wajah lapar. Makanan di meja bagai habis serang tentara mongol hanya sisa sedikit nasi, kuah sayur, kepala ikan laut. Manton anak yang tegar makanan dia makan dengan lahap, maklum habis lari pagi kalorinya terbakar banyak.
Habis mandi dan berpakaian, Manton berangkat ke Polda Metro melihat lihat papan pengumuman penerimaan polisi baru. Wajah penduduk ibukota seperti mencibir penampilan Manton yang kampungan, wajah penuh keringat, membuat wajah dia terlihat sekali kaget dengan hawa panas ibukota. Bulan depan sudah dimulai proses pendaftaran polisi baru di seluruh Jakarta raya. Manton mulai sibuk mengerjakan semua proses untuk mandaftar sebagai polisi baru.
Bang, minta air dong,' pinta Santi dari ruang tamu, iya dek,' sahut Manton dari belakang rumah. Ini dek, ' kata Manton, taruh situ,' perintah Santi tanpa melihat wajah Manton, wajah kampungan ini memang tidak ada menariknya di mata Santi.
Horas eda !,' kata mak Manton di telepon, horas eda,' kata Nantulang pula, sehat kalian sama ito eda ?,' tanya Mak Manton lagi, sehat,' sahut Nantulang, mana beremu si Manton eda ? oh ini eda, Mantonnn...! Sini kau, iya Nantulang, ini eda dari Samosir mau ngomong, iya Nantulang.
" Apa kabarmu amang ? sehat - sehatnya kau ?,' pertanyaan beruntun mamak seperti Kalasnikov 47.
Sehat mak,' kata Manton.
" Udah makan kau ?,' tanya mamak.
Udah mak,' kata Marton.
" Sabar - sabar ya amang di situ, mamak sepertinya sudah tahu betul sifat edanya, tapi apa daya tidak ada uang untuk kos di Jakarta. Lagian tidak enak juga kalau harus kos, kecuali kalau Tulang yang nyuruh kos saja. Kalau inisiatif kos nanti malah jadi " senjata " si eda menyerang maknya Manton, tidak tahu diri, ada keluarga malah kos, apa kita tidak dia anggap keluarga lagi ?
Sedangkan kalau tinggal di rumah Tulang membuat Manton seperti pembantu sedangkan Manton perlu konsentrasi daftar polisi. Banyak - banyak berdoa ya amang, baik - baik sama Tulang sama Natulang, semoga kau lulus jadi tidak perlu lama - lama merepotkan Tulang. Iya mak, mamak juga jaga kesehatan ya,' kata Manton.
Nama - nama yang kami sebutkan di atas agar segera mempersiapkan diri tanggal 1 Januari sudah berada di gerbang Sekolah Polisi Lido. Pengumuman di meja panitia seleksi calon Bintara polisi di sekolah kepolisian negara. Peluk haru Manton dan teman - teman sesama calon polisi. Dengan mata yang habis menangis haru Manton menyalami Tulang, makasi atas doanya Tulang,' kata Manton, oh iya lulus kau Manton,' tanya Tulang, mendengar kata " doa " Tulang teringat akan agamanya membuat dia agak berwibawa. Padahal dia tidak pernah mendoakan Manton lulus, doanya hanya berharap uang, uang, agar layak duduk bersama orang - orang top Jakarta. Kapan kau mulai pendidikan Manton ? 1 Januari Tulang. Bagus bagus sudah kau siapkan semua ? sejak kapan pula Tulang perduli persiapan Manton masuk polisi ? karena sudah berhasil lulus, si Tulang mulai sok perduli agar terlihat berjasa dalam pendaftaran ini.
Tidak lama berselang. Masa - masa pendidikan polisi pun dimulai, Manton bersama rekan - rekan, merayap, berguling, menembak, kuliah hukum, di jalani dengan penuh semangat sebagai orang kampung yang biasa hidup sulit, pendidikan polisi tidaklah begitu berat bagi Manton.
Horas Tulang !,' kata siswa polisi muda sambil memberi hormat, horas, horas !,' kata Tulang gugup, kaunya itu Manton ? sudah gagah kali kau, masuk kau amang,' kata Tulang sangat ramah, eh Santi sini kau ! ajak makan paribanmu ini !,' kata Tulang lagi penuh semangat, eh abang Manton ?,' kata Santi riang sekali melihat paribannya makin ganteng saja dengan baju polisi. Minum apa bang ?,' tanya Santi, air putih saja dek,' pinta Manton. Eh..ada tamu, eh kaunya itu Manton ?,' kata Nantulang tidak kalah girangnya. Sejak saat itu Natulang jadi rajin menelepon edanya di Samosir. Biasanya sih kalau sudha begini ada maunya. Mamaknya Manton di Samosir tidak menduga juga sampai sana. Mana mungkin edaku yang sombong itu mau jadi besanku, begitu jauh kelas hidup memisahkan kami, malulah dia punya besan janda dan miskin begini. Mungkin karena mamaknya Manton belum juga melihat bagaimana gantengnya si Manton berpakaian dinas polisi. Sebelum pak pos memberikan secarik surat berisi foto Manton berpakaian dinas polisi. Amaaang.... pak Manton ( memanggil alm suamnya ) lihatlah anakmu ini sudah ganteng kali dia,' kata mamaknya Manton mamandangi foto anaknya.
Libur panjang ini kita ke Samosir saja Manton, kita ramai - ramai naik mobil Tulang lihat ito mamakmu. Eh egh..iya Tulang.' jawab Manton gugup sekali, melihat perubahan Tulang akhir - akhir ini. Begitu juga Santi yang sering menempel memanja di tangan kekar Manton. Sepanjang perjalanan darat dari Jakarta ke Medan Tulang dan Nantulang banyak berbicara riang menggoda Manton yang banyak diam. Pendidikan polisi memang membuat siswa jadi berwibawa dan menjaga bicaranya, tapi itu malah membuat Manton makin ganteng di samping Santi di kursi belakang.
Bapa ..bapa.. teriak maknya Manton memeluk, menyambut Tulang Jakarta yang sudah sangat lama tidak menginjak pulau Samosir, Tulang adalah tuhan kami di dunia kebiasaan adat Batak. Kapan bapa mau melihat kuburan bapak ? sekarang atau besok ?,' tanya maknya Manton kepada itonya ( saudara laki - lakinya ) ; Tulang Jakarta. Penyematan nama Tulang Jakarta itu bagai status sosial yang membanggakan, karena belum banyak juga sebutan Tulang Amerika, mungkin tidak sampai dua belah jari tangan jumlah orang Batak di Amerika, untuk menyandang gelar Tulang Amerika, jadi gelar Tulang Jakarta sudah sangat elit, karena tidak ada orang Batak di pulau Jawa, adapun itu pasti karena merantau dan berhasil hidup layak di Jakarta, hebatnya lagi umumnya berangkat ke Jakarta hanya modal nekat, jadi tukang tambal ban, kernet, umumnya berawal dari kerja kasar sebelum sampai pada hidup layak. Itu satu prestasi besar bagi suku perantau.
Sambil menyiapkan makanan makanya Manton ditemani Santi dan Nantulang, yang menurut adat Batak tidak perlu ke dapur, cukup maknya Manton saja sebagai borunya, juga Santi yang marganya sama dengan maknya Manton. Nantulang sibuk bercerita bagaimana dia memperlakukan Manton selama di Jakarta, seolah dia paling berjasa menyekolahkan Manton di sekolah polisi. Maknya Manton manggut - manggut saja, menghargai Hula - hula ( fihak raja ) dalam adat Batak. Hatinya semakin bertanya tanya,' apa mungkin edaku ini mau berbesan denganku ? apa sudah bertobat dia ? bermacam pertanyaan di hati mak Manton, cobalah kau ajak si Santi jalan lihat danau Toba Manton, dia kan belum pernah barang menyentuh air danau Toba, tempat Opung dulu sering mancing dan mandi, biar menyatulah tondi ( rih ) Opungmu sama kalian, perintah mak Manton memancing situasi, iya benar tu San,' kata Nantulang mengamini, Tulang sudah duluan di lapo mencari teman lamanya. Oh iya mak, Santi mau jalan - jalan ke danau Toba ? mau bang, tapi kalau Santi jatuh pegangin ya,' pinta Santi manja, Manton hanya senyum bijak, melihat tingkah paribannya yang makin aneh dimatanya, teringat pesan para pelatih,' kalau liburan jaga sikapmu di masyarakat ! terutama sama wanita, akan banyak wanita yang mau kamu apa apain, karena kamu pasti dan harus tanggung jawab, makanya mereka makin berani dekat - dekat kamu, walau kalian belum dilantik jadi polisi tapi pakaian dinasmu membawa nama besar institusi kepolisian, siap !,' jawab para siswa polisi serentak.
Bah Togar ! masih ingatnya kau sama kampung ini ?,' sambut orang di lapo kepada Tulang, ah..sibuk aku lae,' kata Tulang ngeles, padahal aslinya dia merasa tidak selevel lagi dengan teman - teman di kampung seperti yang sering dia ucapkan di rumahnya di Jakarta, orang kampung mah payah !,' kata dia, padahal di setiap kampung ada saja ragam manusia, yang payah yang bagus pasti ada di settiap kampung di seluruh Indonesia, seharusnya yang sudah maju duluanlah yang membantu mereka, bukan malah menghinanya. Minum. minumlah kau, apa minummu ? di sini adanya cuma teha manis, kopi, tuak, tidak kayak di Jakarta semua ada,' kat teman teman Togar, air putih saja inang,' kata Togar ke penjaga lapo, tidak lama Manton melewati lapo nai Gurgur tempat Tulang Tagor alias Tulang Jakarta minum bersama tema - temannya, kemana kalian,' tanya Tagor, ke danau Tulang,' sahut Manton, mau liat tempat Opung sering mancing pa,' sahut Santi manja, hati - hati di jalan, jalanya jelek nak, kan ada bang Manton pa, iya, iya,' kata Togar,
Bah, sudah ada helamu Tagor ?,' tanya orang di lapo.
Belum lae, itu anak ito, bereku ( keponakan ),' kata Tagor.
Sudah pas lah itu, Tagor, beremu jadi helamu ( mantu ), serasi pula ku tengok mereka, itu si Manton yang polisi kan ? pas kalilah itu bisa jaga hartamu bisa jaga borumu,' kata orang di lapo.
Urusan merekalah itu lae,' kata Tagor dengan nada gembira.
Iya kau bantu jugalah mempercepatnya,' kata lae Siallagan.
Malulah kita lae, mana ada orang Batak menyorongkan anak gadisnya, ' kata Tagor.
Maksud aku ito orang rumahmulah yang bicara sama mamak Manton, jangan pula kau malulah kita' kata nya lagi.
Ah..sudahlah minumlah kau, nanti aja kita bahas itu, ' kata Tagor.
Sudahlah eda duduk saja, nanti tidak matang ikan ini kalau Hula - Hula ikut masak eda,' kata mak Manton, hehe..tidaklah eda orang dulunya itu,' kata Nantulang Jakarta di dapur rumah mak Manton, alangkah baiknya kalau si Manton mau menikahi Santi paribannya ya eda, kita bisa sering kumpul - kumpul di kampung,' kata Nantulang Jakarta bagai petir di siang bolong, Nantulang Jakarta adalah pebisnis mapan yang suka gigih dan ulet demi sebuah kepentingannya, tidak ada basa basi untuk mendapatkan tujuannya, dalam kebiasaan orang Batak tidak etis kalau fihak waniota yang menawarkan diri, apa eda tidak malu punya besan kayak saya ini eda ?,' tanya maknya Manton, menutupi rasa kagetnya, menutupi rasa malu edanya yang sudah keluar jalur etika termasuk memaksakan diri masak di dapur demi loby - lobynya, aku senang sekali kalau Santi yang jadi parumaenku ( mantu ) eda, aku tidak perlu repot repot lagi kenalan dengan dia dan keluarganya karena sudah kenal semua, tapi kita kan hanya bisa mendorong mereka, selebihnya biarlah mereka yang menentukan, takutnya kalau kita paksa - paksa bisa - bisa kita kena imbasnya di kemudian hari kalau ada masalah diantara mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar