Rabu, 06 Maret 2019

Equal before the Law



" Tuk ! Tuk ! Masuk !,' suara tegas berwibawa dari dalam ruangan.
Siang pak,' ada laporan masuk, melaporkan pak Ali. Dia memukul anak buahnya, sekarang anak buahnya lapor ke sini,' kata Sersan polisi.
" Mana orangnya biar saya lihat, bawa sini,' perintah kepala satuan.
Kenapa kamu dipukul oleh pak Ali ?,' tanya kepala satuan anti krimininal. Yang juga sahabat dekat pak Ali seorang juragan kaya yang royal kepada teman - teman Polisi.
Saya hanya terlambat membuka gerbang rumah pak,' jawab Udin.
" Kenapa bisa terlambat ?,' sidik kepala lagi.
Saya sedang beres - beres di belakang rumah jadi tidak terdengar bunyi klaksonnya pak,' jawab Udin.
" Kamu salah, kamu harus tahu jam berapa bos kamu pulang,' kata kepala satuan anti kriminal lagi.
Pulangnya tidak tentu beliau pak,' jawab Udin.
" Kamu tetap salah, tidak tanggap kepulangan bosmu.


Bapak kepala satuan anti kriminal sudah seperti Hakim dengan cepat memutuskan orang melaporkan penganiayaan kepada dirinya: bersalah.
Sudah terlalu sering dia menganiaya saya pak, saya sudah capek, saya minta keadilan pak,' kata Udin lagi.
" Ada yang melihat kamu dipukul ?,' tanya kepala.
Tidak ada pak,' jawab Udin.
Jadi bagaimana kita mau sidik kalau tidak ada saksi ?,' tanya kepala lagi.
Saya tidak tahu pak, itu urusan kalian untuk menyelidikinya, saya rakyat biasa cuma bisa mengadu.
Kalau tidak ada saksi bagaimana mau diteruskan ?
Jadi kalau tidak ada saksi tidak bisa di sidik ya pak ?
Bisa disidik tapi sulit dibuktikan, kamu buang - buang waktu saja. Kami juga tersita waktunya.
Oh begitu ya pak ? tidak bisakan kalian sedikit berupaya untuk membuktikan ?. Atau saya harus menerima begitu saja nasib ini ?
Iyalah !,' jawab kepala cuek.

Udin pun kembali ke rumah tuannya dengan satu ide segar, ketika sang tuan Ali tidur malam, Udin menggorok lehernya sampai putus. Kepala satuan anti kriminil sibuk karena pak Ali adalah teman baiknya. Istri Ali merengek rengek minta bapak kepala satuan bertindak. Baik karena sering memberi uang, kalau tidak kaya tidak juga disenangi oleh bapak kepala.
Bawa si Udin ! perintah kepala kepada sersannya, baik pak, ' jawab Sersan sambil menarik Udin,
Ada apa ini pak,' tanya Udin pura - pura bingung.
Kamu ikut ke kantor nanti dijelaskan di kantor,' kata Sersan.
Kamu membunuh pak Ali pakai apa ?,' tanya kepala satuan.

Menyidik seorang pembantu rumah tangga tidak perlu repot - repot pakai aturan. Main tuduh main siksa tidak masalah, dia tidak punya uang menyewa pengacara, dia tidak punya kenala pejabat polisi dikantor pusat.
Bukannya pak Ali harus melapor dulu pak ? bukannya dia harus cari saksi dulu.
Mana mungkin dia melapor sudah mati kok.
Berarti bapak Ali harus cari saksi dulu baru saya di panggil,' kata Udin kalem plus bego.
Mana mungkin dia hadirkan saksi,' teriak kepala satuan.
Kalau begitu saya tidak bisa diperiksa pak, dulu laporan saya harus ada saksi ? Kamu ini banyak bacot juga ya ?,' kata kepala.
Saya mengikuti kata - kata bapak, berarti bapak yang banyak bacot,' kata Udin polos.
Kamu akan saya tahan !.


Sersan sudah mencari bukti, saksi, tidak ada yang mengarah ke Udin. Kita harus melepas Udin pak, tidak ada yang bisa memberatkan dia. Kita bisa kena pra pradilan,' saran Sersan. Ya sudah kalau begitu, hebat juga anak itu ya, atau memang bukan dia pelakunya ?,' kata kepala, tugas kita hanya memaksimalkan semua bukti pak, kalau dia bebas dari hukum dunia akan ada hukum akhirat untuk dia,' sahut Sersan. Kehilangan seorang Ali bagi bapak kepala bisa berarti mala petaka bagi kariernya. Karena pak Ali bagai seorang donatur bagi setiap upaya - upaya suap untuk atasannya yang korup yang suka meminta uang dari bapak kepala satuan bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar