Kedua remaja beda kelas itu saling melirik, darah muda begitu menguasai masa pubertas mereka. Sayang kelas sosial menghalangi cinta keduanya. Walau cinta tidak melihat status sosial tapi kekuasaan, dan kelas sosial, tidak mentolelir hal itu.
Kamu hanya perajurit dua prajurit ! pangkat terendah didunia, kamu harus tahu diri mendekati wanita yang mana, dia anak Presiden kamu hanya petugas jaga istana, termasuk saya," teriak komandan jaga,
Kami hanya ngobrol biasa komandan, tidak etis juga kalau saya menghindar
ketika anak Presiden mengajak bicara, saya sudah katakan mau pamit
melaksanakan tugas, dia bilang nanti dia bicara sama " om Budi " bapak
kepala pengawal, dia lagi galau tidak ada teman bicara remaja yang
seusia dia, kami hanya bahas romatika remaja komandan, tidak lebih,'
kata Doni.
Satuan intel melihat kamu sudah lebih dari itu, kamu tahu kita bertugas dimana ? di lingkar kekuasaan nomor satu negeri ini, semua diawasi disini. Tukang kebun, tukang masak, tikus, kucing, yang masuk halaman istana saja harus diawasi. Kamu usahakan menghindar kalau bertemu dia, cari yang lain saja teman bicara atau kamu harus mutasi ke tempat lain,' saran komandan jaga.
Satuan intel melihat kamu sudah lebih dari itu, kamu tahu kita bertugas dimana ? di lingkar kekuasaan nomor satu negeri ini, semua diawasi disini. Tukang kebun, tukang masak, tikus, kucing, yang masuk halaman istana saja harus diawasi. Kamu usahakan menghindar kalau bertemu dia, cari yang lain saja teman bicara atau kamu harus mutasi ke tempat lain,' saran komandan jaga.
Prajurit dua Doni baru berumur 23 tahun dia prajurit termuda di kalangan pengawal Presiden, dia lulusan terbaik satuan elit diangkatanya, kalau bukan karena pangkatnya dia sangat layak berpacaran dengan si Tuti anak ketiga presiden berkuasa yang baru kelas tiga SMA. Doni cukup ganteng, bahkan cukup untuk jadi bintang film action, para pengawal presiden memang harus " good looking " karena akan sering tampil di kamera. Penampilan pengawal presiden bisa menunjukkan image politik sang Presiden. Wanita seusia Doni tidak akan mampu berkata tidak suka melihat Doni, pendidkan militer yang keras, protokoler istana membentuk dia semakin ganteng dan berwibawa.
Cinta membuat orang tidak
kenal takut, pertemuan Tuti dan Doni semakin hari semakin dekat, ini
zaman yang belum mengenal; handphone seperti zaman ini, mereka harus
bertemu di suatu tempat yang membuat risih komandan pengawal dan satuan
intel. Kalau saja hubungan ini di zaman ini pasti mereka lebih mudah
bersembunyi di salah satu aplikasi komunikasi yang di tawarkan smartphone. Tentu hubungan ini tidak perlu jadi tugas penyelidikan aparat
negara, mengingat banyak tugas lain yang lebih penting.
" Siang om,' sapa Tuti manja kepada Prajurit dua Doni, petugas pengawal istana, siang Ti, ' jawab Doni senyum, berbeda sekali mimik wajahnya kalau menyapa komannya, siang komandan ! dengan lantang dan tegas tanpa senyum, bahkan kalau senyum bisa membuat marah pak komandan, kamu kayak politikus saja murah senyum !, tapi menyapa Tuti membuat senyum terbaik Doni muncul, maklum saja selain cantik dan cerdas, Tuti juga sangat ramah kepada semua petugas istana. Dia bagai cahaya di istana kepresidenan yang menentukan semua arah kebijakan negeri Indo malaya.
Bapaknya sudah bekuasa selama 20 tahun di negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam dan ragam budaya yang beraneka warna membangun kemegahan negeri besar itu. Negeri yang mengundang banyak bangsa lain untuk sekedar menikmati alamnya, berbisnis, bahkan berkuasa atas sumber daya alamnya dengan melobi pejabat negara yang mudah menerima suap. Sedikit upah dari pengabdian kami selama ini,' bathin para penguasa itu. Padahal sumpahnya setia dan taat melindungi negaranya dengan iklas. Tapi kalau sudah dihadapkan sama uang lupa semua sumpah dan janjinya.Om Doni lagi apa,' tegor Tuti kepada Doni yang sedang duduk di bawah pohon beringin besar dan rindang dihalaman belakang istana.
Entah sudah berapa ratus tahun pohon itu berdiri disana. Sedang mikirin ceweknya ya,' ejek Tuti sambil memamerkan gigi indahnya, eh Tuti, tidak Tut, lagi kangen kampung aja, ooh berarti ceweknya di kampung ya ? ,' ejek Tuti lagi, hehe..Donu jadi teringat masa masa di kampungnya menggodain gadis gadis bersama teman - temannya, kalau sendiri Doni tidak berani juga, dia pemuda yang dingin kepada lawan jenis, dia lebih bersemangat mengejar bola di lapangan daripada mengejar gadis. Tapi pesonanya membuat gadis - gadis yang latah menggoda dia, seperti yang dilakukan Tuti sore ini. Entah angin apa yang membuat Tuti latah menegor manja, sedikit genit untuk ukuran budaya Indo Malaya beda dengan remaja lain di belahan bangsa Barat.
Tuti menggoda layaknya anak remaja yang lagi nongkrong di persimpangan jalan. Karena statusnya sebagai anak Presiden berkuasa membuat Tuti tidak sebebas remaja lain nongkrong di tempat yang dia sukai. Sangat tidak salah kalau rindu dengan sosok remaja pria sebagai teman bicara, sangat tidak salah pula kalau Doni yang menarik perhatianya. Bisa dikatakan Doni adalah salah satu pemuda terbaik negeri Indo Malaya, sangat layak bersanding dengan putri raja modern seperti Tuti. Di masa lalu juga raja suka membuat sayembara ketangkasan untuk menyeleksi pemuda - pemuda terbaik di negerinya untuk dijadikan pengawal, pegawai istana, bahkan jadi menantu raja. Emang om Doni kampungnya dimana ?,' tanya Tuti lagi, di sebuah desa yang indah permai diatas gunung, di sana ada sebuah danau yang indah, kalau kamu belajar geografi seharusnya tahu, hmmm...aku tahu om, desa suka jati, hahahahaha...kedua remaja itu tertawa lebar, di bawah mata - mata tajam agen intelijen, orang tua om Doni masih hidup dua duanya ? masih Tut, nanti aku liburan ke sana, ' kata Doni lagi, eh pengen juga ikut om Doni lihat desa Suka jati, tinggal ngomong saja sama bapak kepala pengawal istana, nanti beliau sampaikan ke bapak presiden, Tuti pengen lihat desa om Doni dan lihat cewek om Doni juga, hahahha..saya belum punya pacar Tut, eng ing eng..hati Tuti berbunga melihat adanya peluang, tapi sebgai putri kerajaan Tuti menunjukkan kelasnya dengan tidak menunjukkan sikap senang yang berlebihan.
Dia berusaha kalem saja. Masak sih tidak ada om ? berarti om Doni tidak laku dong ? hahaha..keduanya tertawa lebar lagi. Tuti sendiri sudah punya pacar ? muka Tuti merah, belum om bagaimana mau kenal cowok jalan saja terbatas, berarti Non Tuti juga tidak laku..? hahahaha..keduanya tertawa lagi menggetarkan daun - daun pohon beringin.
" Apa kata orang nantinya kalau kamu berhubungan dengan pengawal ?,' kata Presiden.
" Emang kenapa pa ? bukankah cinta sama saja bagi semua orang ? lagian kami tidak ada apa - apanya kok pa, papa terlalu cepat papa ambil sikap, kami hanya teman ngobrol,' kata Tuti jengkel.
" Itu artinya ada kemungkinan kamu jatuh cinta sama dia Tut ?,' tanya pak Presiden.
" Ada pa," sahut Tuti mantap.
" Baiklah kalau begitu,' selamat malam,' kata pak Presiden sambil mencium pipi anak gadisnya.
" Malam pa," sahut Tuti yang belum hilang kesalnya.
Malam itu di lewatkan Tuti sambil melamun, dia tahu papanya sulit untuk di debat, pasti akan ada cara - cara yang dilakukan papanya untuk memenuhi keinginannya, dia seorang pemimpin politik terkuat di negeri ini, tidak mungkin dia kalah. Tapi Tuti juga sangat faham sikap bapaknya kalau sudah menyangkut cinta, dia sangat faham cintalah yang membangun kekuatan yang tiada tara. Sejak awal karier politiknya dia sangat mengandalkan cinta, di saat lawan - lawan politiknya mengandalkan uang untuk membeli suara pemilih. Uang tidak mampu membeli seluruh cinta anak negeri ini.
Musim ujian sekolah sudah usai semingu lamayan dirinya fokus sama buku dan buku, membuat Tuti terlihat lebih santai di halaman istana tidak lupa sesekali melirik ke pos pos tempat para pengawal biasa bertugas, dan juga pos pos tempat mereka sering bersantai. Sudah setengah jam berputar putar dengan sepedanya " kok Prajurit dua Doni tidak terlihat di halaman istana, atau di pos jaga, rasa hati yang sedang puber membungkam semua rasa malu, rasa takut sama tegoran bapaknya,
" Om, katanya kepada salah satu pengawal istana.
" Iya Tut, ada apa,' jawab prajurit itu.
" Om Doni tidak tugas ?,' tanya Tuti.
" Doni sudah pindah ke perbatasan Tut, sudah seminggu,' sahut pengawal.
" Loh kok, ada apa ? dia ada masalah ?,' pertanyaan beruntun bagai senapan otomatis kelaur dari mulut Tuti.
" Tidak tahu Tut, urusan komandan,' sahut pengawal.
" Oh iya deh om,' sahut Tuti sambil memutar sepedanya, menuju ruangan bapaknya," papa !, kok papa memindahkan Doni ?
" Jangan teriak - teriak sebelum tahu masalahnya,' kata presiden.
" Ini pasti perintah papa,' teriak Tuti lagi,
" Papa ini presiden berkuasa Indo Malaya, bukan pejabat personalia militer,' kata presiden.
" Ini pasti perintah papa, papa tega ! papa tidak tahu perasaan saya, papa sudah buta oleh kekuasaan,' teriak Tuti lagi.
" Pak Presiden menekan tombol di mejanya, untuk memberitahukan ajudan,' mengarahkan ibu negara merapat ke ruangan kerja presiden. Ibu negara cepat sampai ke ruangan Presiden,' benar kata papamu Tut, kamu sebaiknya jaga martabat orang tua mu,' Ibu negara.
" Apa aku juga harus berkorban demi orang lain ? aku bukan Presiden aku bukan ibu negara yang harus berkorban untuk orang lain, aku hanya remaja yang butuh teman ma, kalian tidak ada waktu untuk saya, Pak Presiden menekan lagi tombol di mejanya untuk mengarahkan komandan jaga Kapten Prapto merapat ke ruangannya, perwira ganteng yang masih lajang itu secepat kilat sampai ke ruangan Presiden,' menunggu perintah pak Presiden ?,' kata Kapten Prapto berdiri tegak di depan Presiden, coba kamu temani Tuti jalan - jalan bawa anak buahmu, dia perlu refresing, kamu mau Tut ?,' tanya Presiden, " Seperti perlu pa," sahut Tuti.
" Ayo non kita jalan,' kata Kapten Prapto penuh hormat kepada Tuti.
Dua kendaraan lapis baja meluncur keluar istana, satu di isi Kapten Prapto dan Tuti, satu lagi berisi empat orang pengawal presiden dengan sepanan otomatis yang mampu berperang satu hari penuh melihat banyaknya jumlah amunisi yang mereka bawa, padahal kalau mampu bertahan kontak senjata selama satu jam saja ?, bantuan akan cepat datang, belum lagi petugas polisi di setiap sudut kota, dimana mereka sudah memonitor pergerakan anak Presiden.
" Kita kemana non ?,' tanya Kapten Prapto lembut.
" Terserah om saja deh om, mutar - mutar saja, kalau nanti om suka daerahnya kita bisa turun, aku lagi mumet om.
" Ohya, kalau boleh saya tahu kenapa ya Tut ?,' tanya Kapten Prapto lembut.
" Itu om Doni kok dipindah jauh ?,' Tuti ketus.
" Itu hal biasa Tut, tour of duty tour of area, untuk keriernya ke depan.
" Saya tidak percaya om, ini pasti ada hubungannya dengan hubungan saya dengan Doni,' kata Tuti lagi.
" Sabar saja Tut, semua akan ada hikmahnya, kamu juga harus lihat siapa yang pantas jadi temanmu.
maksud om apa ?,' kejar Tuti.
" Iya maksudnya begitu, kamu anak Presiden masak berhubungan dengan prajurit paling bawah ?,' itu kan merusak image pak Presiden.
" Saya kan bukan Presiden om, saya cuma anak remaja seperti juga remaja lain yang sedang mencari arti cinta.
Kapten Prapto sabar mendengar semua curahan hati Tuti, dalam hatinya juga berharap kalau Tuti sedikit memalingkan hatinya ke Prapto, secara usia juga masih cocok jadi teman Tuti, dia alumni akademi militer umurnya masih muda walau pangkatnya sudah perwira pertama. Hari - hari yang sudah disetting oleh Pak Presiden agar Kapten Prapto lebih banyak waktu dekat - dekat dengan Tuti, karena bagi sang Presiden, Kapten Prapto tidak diragukan lagi menjadi pendamping Tuti. Cinta bisa tumbuh karena seringnya bertemu, benar saja akhirnya Tuti mampu juga melupakan Doni berkat kesabaran Prapto.
Tahun - tahun pertama di perbatasan sangat berat bagi Doni, wajah Tuti tidak pernah lepas dari ingatannya. Tapi sebagai prajurit yang sudah terlatih menhadapi siatuasi sulit tidak membuat Doni lupa akan tugas dan tanggung jawabnya, tugas di perbatasan sebenarnya lebih santai daripada tugas di istana yang sangat serius. Habis menjalankan tugas giliran jaga Doni bisa berkunjung ke tokoh - tokoh masyarakat, dan mendengar keluhan hati mereka tentang kekuasaan pusat yang semakin hari semakin tidak menentu. Presiden lebih sibuk membagi bagi kekuasaan dan lahan bisnis untuk kroni - kroni yang sudah setia mengawal kekuasaannya selama 20 tahun. Semua perangkat Undang - Undang dia manipulasi untuk memperpanjang kekuasaannya. Bagi - bagi itu membuat kekuasaanya awet. Tapi jumlah penduduk semakin bertambah dari tahun ke tahun, semakin banyak pula rakyat yang tidak kebagian uang dari kekuasaannya. Doni cukup cerdas untuk memahami semua itu. Di tambah kharisma dia membuat dia cepat menjadi tokoh yang di sukai rakyat. Hati dia sudah kehilangan rasa takut karena sudah tidak ada lagi wanita yang mampu mengisi hatinya. Lagian wanita mana lagi yang mampu menggantikan Tuti ? cerdas, cantik, anak Presiden yang sudah berkuasa selama 25 tahun.
Tidak ada pula tokoh yang berani menyatakan diri jadi calon Presiden karena akan membuat Presiden marah besar dan mengerahkan satu bataliyon intelijen uantuk membungkam orang yang berani menyatakan diri calon Presiden itu. Satu dua tokoh yang berani mencoba langsung jatuh ke sel penjara dengan tuduhan; menghina kepala negara. Doni sebagai prajurit rendahan tidak punya akses ke militer untuk melakukan kudeta, satu cara paling mudah adalah memohon untuk pensiun dini dan masuk partai politik. Benar saja, tidak lama Doni sudah menjadi anggota partai rakyat mandiri lawan politik dari partai berkuasa.
Doni menjadi tokoh terdepan memprotes kebijkan Presiden dan kroni yang sarat korupsi, tokoh lain banyak setuju dengan Doni tapi tidak berani bicara, bahkan tokoh di kalangan istana pun banyak yang suka kepada aksi Doni. Diam - diam mereka meyakinkan pak Presiden untuk mengikuti kemauan Doni cs, karena sepertinya sudah saatnya Presiden berganti seperti pernah bapak katakan suatu saat kursi ini akan diduduki oleh orang lain. Bapak presiden yang juga bekas tentara tidak mudah digertak, apalagi sederet jenderal yang masih setia kepada dia, terutama jenderal Prapto menantunya yang kariernya sangat cepat menanjak melampaui rekan seangkatannya. Rekan seangkatannya yang suka menjilat dia akan mudah juga mendapat jabatan strategis. Dukungan untuk Doni semakin banyak, dia tidak takut dibunuh karena sejak dipisahkan dengan Tuti dia sudah merasa mati, dia tidak takut dipenjara, karena itu akan membuat dukungan kepadanya semakin banyak. Kalau tidak ada masalah lain, dia akan jadi Presiden hasil revolusi rakyat.
Presiden berkuasa tidak kalah lihai dengan mengundang Doni ke istana, bicara empat mata, kamu mau jadi menteri Don ?
" Tidak pak,' jawab Doni,
" Terus kamu mau jadi apa ?,' Presiden.
" Saya tidak ingin apa - apa pak, karena sesuatu yang paling berharga dalam hidup saya sudah bapak ambil dengan paksa,' Doni.
" Apa itu ?,' kejar Presiden.
" Cinta pak, Tuti adalah alasan saya untuk semua ini,
" Tapi dia sudah menikah, kamu mau bagaimana lagi ? apa kamu mau ajak dia bercerai dari suaminya ?,' Presiden.
" Tidak mungkin juga pak, dia sudah bahagia dengan Jenderal Prapto,' Doni.
" Jadi kamu mau keukeuh menyerang saya ?,' Presiden.
" Sebenarnya bukan menyerang bapak saja, tapi seluruh budaya bobrok yang bapak ciptakan ini, jajaran bapak banyak yang mendukung saya, yang artinya mereka setuju dengan saya, tapi karena takut sama bapak, mereka diam, akan halnya saya ? sudah lama bapak bunuh saya tidak lagi bisa membedakan hidup atau mati, cinta bagi saya adalah nafas hidup tanpa cinta saya seperti mati, mungkin bapak tidak begitu, bapak lebih mencintai kekuasaan dan harta daripada cinta,' pungkas Doni.
" Kamu salah besar anak muda, saya melakukan ini semua demi cinta, semua ini terjadi karena restu dari istri saya tercinta yang tidak mau hidup sebagai rakyat biasa, sebagai kekasih hatinya saya siap melakukan apa saja asal dia bahagia,' Presiden.
" Bahkan membunuh jutaan orang ?,' tanya Doni.
" Iya akan saya lakukan, apa bedanya dengan kamu yang mengorbankan banyak orang demi cinta ?
" Orang yang mana yang saya korbankan pak ?,' Doni.
" Kamu belum lihat saja kalau semua pengikutmu saya bantai seperti dulu, bukankah mereka juga akan mati karena cintamu ?,' Presiden. Sekarang terserah kamu saja, mau kita terus berperang atau menunggu saya mati dan letakkan kekuasaan, apa kamu kira yang menggantikan saya tidak akan melaukan hal yang sama ? bahkan kalau kamu yang jadi Presiden, siapa yang bisa menjamin kamu tidak melakukan hal sama ?,' Presiden.
" Saya tidak akan melakukan itu pak,' Doni.
" Tapi para pedukungmu akan meminta melakukan itu, kalau kamu tidak mau mereka akan menarik dukungannya, kamu akan ditinggal sendiri dan; jatuh, jatuh oleh gerakan mereka di luar sana,' Presiden.
" Biarlah saya jatuh demi sebuah prinsip pak, sejarah yang akan mencatat apa yang saya lakukan,' Doni.
" Saya akrab dengan istilah kamu itu, itu seperti pendahulu saya yang jatuh karena sebuah prinsip, padahal saya sendiri sangat takut kalau saat itu dia pakai cara seperti yang saya pakai : perang saudara yang berdarah darah. Bisa saja saya kalah waktu itu, karena loyalisnya juga masih sangat banyak. Tapi dia lebih memilih jatuh, daripada perang saudara dengan saya, saya juga bersyukur tidak ada letusan senjata diantara kita,' Presiden.
" Saya mau pamit pulang pak, sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ' kata Doni.
" Baiklah kalau begitu, kamu ada uang ? kalau tidak ada minta saja sama Gungun,' Presiden.
" Baik pak,' sahut Doni.
Satuan intelijen sudah diarahkan untuk menculik Doni dalam perjalan pulang dari istana, tapi anehnya sampai Doni tiba di rumah tidak ada upaya penculikan kepada dirinya, tidak jaug beda dengan perintah Presiden kepada Jaksa Agung untuk menangkap Doni, tidak dilaksanakan oleh Jaksa Agung, setali tiga uang dengan Kepala Polisi yangmendapat perintah menangkap Doni pun tidak terlaksana, pejabat pilihan Presiden memang orang - orang tidak berkarakter, yang begitu mudah digertak oleh Doni cs, " kami akan menang kamu akan masuk penjara, mereka ciut, kenapa Presiden memilih orang - orang model ini ? karena Presiden juga takut di kudeta oleh orang - orang di sekitar dia.
" Tut ! kamu ke ruangan bapak sebentar kata Jenderal Prapto, beliau mau bicara,' Jenderal Prapto menemui Tuti.
" Papa mau kemana ? saya ada tugas dari bapak menemui para Jenderal,' Jenderal Prapto.
" Malam pa,' sapa Tuti di ruang kerja Presiden.
" malam nak, duduk,' perintah Presiden kepada Tuti,
Keadaan genting begini papa masih saja bisa senyum, ada apa sih pa, panggil saya ?,' Tuti.
" Kamu anak papa yang paling tidak perduli kepada politik, tapi saat ini kamu adalah faktor yang menentukan keadaan poltik negara.
" Maksud papa ?,' kejar Tuti.
" Itu ketua pergerakan revolusi, si Doni bekas pacar kamu, dia melakukan ini semua karena kamu katanya,' Presiden.
" Masak sih pa ? sudah puluhan tahun dia masih menyimpan perasaan itu ?
" Itu kata dia sewaktu berbicara sama papa,' Presiden.
" Terus maksud papa bagaimana ? apa saya perlu bicara sam dia ?,' Tuti.
" Barangkali ada gunanya cobalah bicara sama dia. Tapi papa juga tidak bisa bertanggung jawab kalau nantinya Prapto cemburu,' Presiden.
" Kalau urusan poltik mas Parpto maklum saja sih pa, apalagi dia tahu ini permintaan papa,' Tuti.
" Itu dia nak, papa tidak berani meminta kamu, dan tidak berani bertanggung jawab kalau Prapto marah. Karena kemungkinannya hanya dua; dia ikut perkataanmu atau kamu yang ikut perkataan dia ?,' Presiden.
" Baiklah pa, saya terima semua resiko kalau itu berguna buat papa dan keluarga kita,' Tuti.
Di kolam indah itu di isi oleh angsa puth yang indah, di tepi kolam kedua insan yag pernah saling mencintai bertemu kembali,
" maafkan aku mas dulu tidak bisa bersikap apa - apa.
sudah terlambat Tut, aku sudah patah hati entah kapan bisa kembali. kamu masih cantik saja Tut, tidak termakan usia, itu karena vitamin dari uang rakyat ya ?
ah kamu mas, aku tidak pernah ikut politik, aku tidak bertanggung jawab atas semua kebijakan papa.
terus kedatanganmu hari ini bukan poltik ?
mungkin sekali ini, iya mas. kamu juga tidak tahu bagaimana hancurnya perasaanku saat itu, mas Prapto yang sabar menemani aku saat - saat kelam itu.
bagaimana dia ? baik mas, dia sayang anak - anak, dia loyak kepada papa. dia tidak akan berani cemburu kepada kita kalau tahu ini perintah politik dari papa.
oh orang gila kekuasaan juga sama kayak papa kamu.
kenapa kamu tidak terima jabatan menteri dari papa mas ?
sebenarnya dengan jabatan menteri semua cita - citaku sudah sampai Tut, aku tidak mungkin jadi jenderal tapi jadi menteri saya kira sudah jadi jenderal, tapi semua itu tidak ada artinya kalau kamu tidak disampingku Tut.
loh kok begitu mas ?
itulah kenyataannya Tut, semua hambar tanpa kamu, justru saya berani melawan papa kamu karena itu, karena saya sudah merasa mati. Lagipula kasihan pengikut saya kalau saya menerima jabatan menteri. dan mau ikut papa kamu.
tapi semua kan bisa diatur mas, kita bisa bangun citra politik yang selaras antara kalian dan papaku.
katanya kamu tidak mengerti politik Tut ? tapi kamu sudah seperti papa kamu bisa atur - atur semua.
mungkin ini juga karena cinta mas, saya tidak bisa memilih an kamu atau papa saya. kalau kamu menolak tawaran ini ? yang paling sakitadalah saya mas. kamu kalah saya akan menangis, papa kalah saya akan menangis.
rekonsisliasi ? bukan hal aneh, masuk akal kok. cobalah kamu bicarakan dengan papa kamu, tentang rekonsiliasi, papa kamu mau mendengar kami, kami pun sedikit melonggarkan syarat, demi negara dan bangsa ini, saya juga tidak mau papa kamu menembaki pengikut saya. Dia kan pernah melakukannya sewaktu naik ke kursi kepresidenan dulu.
" papa sudah tua mungkin dia tidak sekeras dulu lagi.
Prapto pasti merasa risih dengan adanya saya di kabinet.
" biarlah itu jadi beban saya mas,' sahut Tuti. kamu juga lebih ganteng dengan pakai rambut begitu.
ah kamu Tut, bisa aja menggoda saya kayak dulu aku masih bertugas di istana.
" aku ngomong apa adanya kok mas. Jujur dulu pertama kali nama kamu mencuat di media aku senang sekali bisa melihat kamu lagi. Aku juga senang ada yang berani menantang kesombongan papa. Tapi melihat gerakan kalian semakin banyak aku juga mulai khawatir akan kedudukan papa.
" Siang om,' sapa Tuti manja kepada Prajurit dua Doni, petugas pengawal istana, siang Ti, ' jawab Doni senyum, berbeda sekali mimik wajahnya kalau menyapa komannya, siang komandan ! dengan lantang dan tegas tanpa senyum, bahkan kalau senyum bisa membuat marah pak komandan, kamu kayak politikus saja murah senyum !, tapi menyapa Tuti membuat senyum terbaik Doni muncul, maklum saja selain cantik dan cerdas, Tuti juga sangat ramah kepada semua petugas istana. Dia bagai cahaya di istana kepresidenan yang menentukan semua arah kebijakan negeri Indo malaya.
Bapaknya sudah bekuasa selama 20 tahun di negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam dan ragam budaya yang beraneka warna membangun kemegahan negeri besar itu. Negeri yang mengundang banyak bangsa lain untuk sekedar menikmati alamnya, berbisnis, bahkan berkuasa atas sumber daya alamnya dengan melobi pejabat negara yang mudah menerima suap. Sedikit upah dari pengabdian kami selama ini,' bathin para penguasa itu. Padahal sumpahnya setia dan taat melindungi negaranya dengan iklas. Tapi kalau sudah dihadapkan sama uang lupa semua sumpah dan janjinya.Om Doni lagi apa,' tegor Tuti kepada Doni yang sedang duduk di bawah pohon beringin besar dan rindang dihalaman belakang istana.
Entah sudah berapa ratus tahun pohon itu berdiri disana. Sedang mikirin ceweknya ya,' ejek Tuti sambil memamerkan gigi indahnya, eh Tuti, tidak Tut, lagi kangen kampung aja, ooh berarti ceweknya di kampung ya ? ,' ejek Tuti lagi, hehe..Donu jadi teringat masa masa di kampungnya menggodain gadis gadis bersama teman - temannya, kalau sendiri Doni tidak berani juga, dia pemuda yang dingin kepada lawan jenis, dia lebih bersemangat mengejar bola di lapangan daripada mengejar gadis. Tapi pesonanya membuat gadis - gadis yang latah menggoda dia, seperti yang dilakukan Tuti sore ini. Entah angin apa yang membuat Tuti latah menegor manja, sedikit genit untuk ukuran budaya Indo Malaya beda dengan remaja lain di belahan bangsa Barat.
Tuti menggoda layaknya anak remaja yang lagi nongkrong di persimpangan jalan. Karena statusnya sebagai anak Presiden berkuasa membuat Tuti tidak sebebas remaja lain nongkrong di tempat yang dia sukai. Sangat tidak salah kalau rindu dengan sosok remaja pria sebagai teman bicara, sangat tidak salah pula kalau Doni yang menarik perhatianya. Bisa dikatakan Doni adalah salah satu pemuda terbaik negeri Indo Malaya, sangat layak bersanding dengan putri raja modern seperti Tuti. Di masa lalu juga raja suka membuat sayembara ketangkasan untuk menyeleksi pemuda - pemuda terbaik di negerinya untuk dijadikan pengawal, pegawai istana, bahkan jadi menantu raja. Emang om Doni kampungnya dimana ?,' tanya Tuti lagi, di sebuah desa yang indah permai diatas gunung, di sana ada sebuah danau yang indah, kalau kamu belajar geografi seharusnya tahu, hmmm...aku tahu om, desa suka jati, hahahahaha...kedua remaja itu tertawa lebar, di bawah mata - mata tajam agen intelijen, orang tua om Doni masih hidup dua duanya ? masih Tut, nanti aku liburan ke sana, ' kata Doni lagi, eh pengen juga ikut om Doni lihat desa Suka jati, tinggal ngomong saja sama bapak kepala pengawal istana, nanti beliau sampaikan ke bapak presiden, Tuti pengen lihat desa om Doni dan lihat cewek om Doni juga, hahahha..saya belum punya pacar Tut, eng ing eng..hati Tuti berbunga melihat adanya peluang, tapi sebgai putri kerajaan Tuti menunjukkan kelasnya dengan tidak menunjukkan sikap senang yang berlebihan.
Dia berusaha kalem saja. Masak sih tidak ada om ? berarti om Doni tidak laku dong ? hahaha..keduanya tertawa lebar lagi. Tuti sendiri sudah punya pacar ? muka Tuti merah, belum om bagaimana mau kenal cowok jalan saja terbatas, berarti Non Tuti juga tidak laku..? hahahaha..keduanya tertawa lagi menggetarkan daun - daun pohon beringin.
Bapak presiden sedang memeriksa berkas di mejanya, Tut, sini
bentar,' katanya kepada Tuti yang lewat ruang kerjanya,
iya pa,
duduk dulu nak ( tanpa di suruh duduk juga
Tuti sudah duduk, emangnya staf istana ? kalau belum dipersilakan duduk
tidak berani duduk ),
iya pa,
kamu akhir akhir ini
sering ngobrol sama Doni ya, tidak
juga pa, kebetulan saja kalau jumpa kadang ngobrolnya bisa lama, ada
saja yang mau diobrolin, kamu suka dia Tut ?
hmm..suka pa,
kamu ada cinta dia ?
ah papa
mah ada - ada saja, dasar orang zaman dulu kolot sekali..dekat sedikit saja langsung
dikatakan cinta, kalau anak muda sekarang tidak begitu pa, kalau zaman
papa dulu iya kali,' kata Tuti,
urusan cinta sepertinya sama saja nak, dari zaman dulu
sampai zaman sekarang, hanya beda di basa basinya saja, kalau dulu kami
basa basinya hanya di tempat umum saja, tidak seperti zaman kalian
berduaan saja tapi tidak mau katakan tujuannya, ' kata pak Presiden.
ah papa mah paranoid kayak negara kita mau diserang nuklir saja oleh negara tetangga,' kata Tuti. maksud papa kamu tidak boleh jatuh cinta
sama dia, jadi jangan terlalu sering ketemu dia nanti malah tumbuh
cinta,' perintah pak Presiden.
" kok gitu pa ? kalau bicara di depan umum papa selalu berkata,'
terbukalah kepada semua orang sebelum kamu memutuskan berteman atau
tidak, semua orang punya alasan dalam hidupnya, masalahnya alasan itu
bisa kita terima atau tidak ? kok sekarang saya dilarang bicara dengan
keluarga kita sendiri ( papa sering mengatakan seluruh orang di istana
adalaga keluarga kita ), bahkan seluruh rakyat negeri Indo Malaya adalah
keluarga besar kita ?. " Apa kata orang nantinya kalau kamu berhubungan dengan pengawal ?,' kata Presiden.
" Emang kenapa pa ? bukankah cinta sama saja bagi semua orang ? lagian kami tidak ada apa - apanya kok pa, papa terlalu cepat papa ambil sikap, kami hanya teman ngobrol,' kata Tuti jengkel.
" Itu artinya ada kemungkinan kamu jatuh cinta sama dia Tut ?,' tanya pak Presiden.
" Ada pa," sahut Tuti mantap.
" Baiklah kalau begitu,' selamat malam,' kata pak Presiden sambil mencium pipi anak gadisnya.
" Malam pa," sahut Tuti yang belum hilang kesalnya.
Malam itu di lewatkan Tuti sambil melamun, dia tahu papanya sulit untuk di debat, pasti akan ada cara - cara yang dilakukan papanya untuk memenuhi keinginannya, dia seorang pemimpin politik terkuat di negeri ini, tidak mungkin dia kalah. Tapi Tuti juga sangat faham sikap bapaknya kalau sudah menyangkut cinta, dia sangat faham cintalah yang membangun kekuatan yang tiada tara. Sejak awal karier politiknya dia sangat mengandalkan cinta, di saat lawan - lawan politiknya mengandalkan uang untuk membeli suara pemilih. Uang tidak mampu membeli seluruh cinta anak negeri ini.
Musim ujian sekolah sudah usai semingu lamayan dirinya fokus sama buku dan buku, membuat Tuti terlihat lebih santai di halaman istana tidak lupa sesekali melirik ke pos pos tempat para pengawal biasa bertugas, dan juga pos pos tempat mereka sering bersantai. Sudah setengah jam berputar putar dengan sepedanya " kok Prajurit dua Doni tidak terlihat di halaman istana, atau di pos jaga, rasa hati yang sedang puber membungkam semua rasa malu, rasa takut sama tegoran bapaknya,
" Om, katanya kepada salah satu pengawal istana.
" Iya Tut, ada apa,' jawab prajurit itu.
" Om Doni tidak tugas ?,' tanya Tuti.
" Doni sudah pindah ke perbatasan Tut, sudah seminggu,' sahut pengawal.
" Loh kok, ada apa ? dia ada masalah ?,' pertanyaan beruntun bagai senapan otomatis kelaur dari mulut Tuti.
" Tidak tahu Tut, urusan komandan,' sahut pengawal.
" Oh iya deh om,' sahut Tuti sambil memutar sepedanya, menuju ruangan bapaknya," papa !, kok papa memindahkan Doni ?
" Jangan teriak - teriak sebelum tahu masalahnya,' kata presiden.
" Ini pasti perintah papa,' teriak Tuti lagi,
" Papa ini presiden berkuasa Indo Malaya, bukan pejabat personalia militer,' kata presiden.
" Ini pasti perintah papa, papa tega ! papa tidak tahu perasaan saya, papa sudah buta oleh kekuasaan,' teriak Tuti lagi.
" Pak Presiden menekan tombol di mejanya, untuk memberitahukan ajudan,' mengarahkan ibu negara merapat ke ruangan kerja presiden. Ibu negara cepat sampai ke ruangan Presiden,' benar kata papamu Tut, kamu sebaiknya jaga martabat orang tua mu,' Ibu negara.
" Apa aku juga harus berkorban demi orang lain ? aku bukan Presiden aku bukan ibu negara yang harus berkorban untuk orang lain, aku hanya remaja yang butuh teman ma, kalian tidak ada waktu untuk saya, Pak Presiden menekan lagi tombol di mejanya untuk mengarahkan komandan jaga Kapten Prapto merapat ke ruangannya, perwira ganteng yang masih lajang itu secepat kilat sampai ke ruangan Presiden,' menunggu perintah pak Presiden ?,' kata Kapten Prapto berdiri tegak di depan Presiden, coba kamu temani Tuti jalan - jalan bawa anak buahmu, dia perlu refresing, kamu mau Tut ?,' tanya Presiden, " Seperti perlu pa," sahut Tuti.
" Ayo non kita jalan,' kata Kapten Prapto penuh hormat kepada Tuti.
Dua kendaraan lapis baja meluncur keluar istana, satu di isi Kapten Prapto dan Tuti, satu lagi berisi empat orang pengawal presiden dengan sepanan otomatis yang mampu berperang satu hari penuh melihat banyaknya jumlah amunisi yang mereka bawa, padahal kalau mampu bertahan kontak senjata selama satu jam saja ?, bantuan akan cepat datang, belum lagi petugas polisi di setiap sudut kota, dimana mereka sudah memonitor pergerakan anak Presiden.
" Kita kemana non ?,' tanya Kapten Prapto lembut.
" Terserah om saja deh om, mutar - mutar saja, kalau nanti om suka daerahnya kita bisa turun, aku lagi mumet om.
" Ohya, kalau boleh saya tahu kenapa ya Tut ?,' tanya Kapten Prapto lembut.
" Itu om Doni kok dipindah jauh ?,' Tuti ketus.
" Itu hal biasa Tut, tour of duty tour of area, untuk keriernya ke depan.
" Saya tidak percaya om, ini pasti ada hubungannya dengan hubungan saya dengan Doni,' kata Tuti lagi.
" Sabar saja Tut, semua akan ada hikmahnya, kamu juga harus lihat siapa yang pantas jadi temanmu.
maksud om apa ?,' kejar Tuti.
" Iya maksudnya begitu, kamu anak Presiden masak berhubungan dengan prajurit paling bawah ?,' itu kan merusak image pak Presiden.
" Saya kan bukan Presiden om, saya cuma anak remaja seperti juga remaja lain yang sedang mencari arti cinta.
Kapten Prapto sabar mendengar semua curahan hati Tuti, dalam hatinya juga berharap kalau Tuti sedikit memalingkan hatinya ke Prapto, secara usia juga masih cocok jadi teman Tuti, dia alumni akademi militer umurnya masih muda walau pangkatnya sudah perwira pertama. Hari - hari yang sudah disetting oleh Pak Presiden agar Kapten Prapto lebih banyak waktu dekat - dekat dengan Tuti, karena bagi sang Presiden, Kapten Prapto tidak diragukan lagi menjadi pendamping Tuti. Cinta bisa tumbuh karena seringnya bertemu, benar saja akhirnya Tuti mampu juga melupakan Doni berkat kesabaran Prapto.
Tahun - tahun pertama di perbatasan sangat berat bagi Doni, wajah Tuti tidak pernah lepas dari ingatannya. Tapi sebagai prajurit yang sudah terlatih menhadapi siatuasi sulit tidak membuat Doni lupa akan tugas dan tanggung jawabnya, tugas di perbatasan sebenarnya lebih santai daripada tugas di istana yang sangat serius. Habis menjalankan tugas giliran jaga Doni bisa berkunjung ke tokoh - tokoh masyarakat, dan mendengar keluhan hati mereka tentang kekuasaan pusat yang semakin hari semakin tidak menentu. Presiden lebih sibuk membagi bagi kekuasaan dan lahan bisnis untuk kroni - kroni yang sudah setia mengawal kekuasaannya selama 20 tahun. Semua perangkat Undang - Undang dia manipulasi untuk memperpanjang kekuasaannya. Bagi - bagi itu membuat kekuasaanya awet. Tapi jumlah penduduk semakin bertambah dari tahun ke tahun, semakin banyak pula rakyat yang tidak kebagian uang dari kekuasaannya. Doni cukup cerdas untuk memahami semua itu. Di tambah kharisma dia membuat dia cepat menjadi tokoh yang di sukai rakyat. Hati dia sudah kehilangan rasa takut karena sudah tidak ada lagi wanita yang mampu mengisi hatinya. Lagian wanita mana lagi yang mampu menggantikan Tuti ? cerdas, cantik, anak Presiden yang sudah berkuasa selama 25 tahun.
Tidak ada pula tokoh yang berani menyatakan diri jadi calon Presiden karena akan membuat Presiden marah besar dan mengerahkan satu bataliyon intelijen uantuk membungkam orang yang berani menyatakan diri calon Presiden itu. Satu dua tokoh yang berani mencoba langsung jatuh ke sel penjara dengan tuduhan; menghina kepala negara. Doni sebagai prajurit rendahan tidak punya akses ke militer untuk melakukan kudeta, satu cara paling mudah adalah memohon untuk pensiun dini dan masuk partai politik. Benar saja, tidak lama Doni sudah menjadi anggota partai rakyat mandiri lawan politik dari partai berkuasa.
Doni menjadi tokoh terdepan memprotes kebijkan Presiden dan kroni yang sarat korupsi, tokoh lain banyak setuju dengan Doni tapi tidak berani bicara, bahkan tokoh di kalangan istana pun banyak yang suka kepada aksi Doni. Diam - diam mereka meyakinkan pak Presiden untuk mengikuti kemauan Doni cs, karena sepertinya sudah saatnya Presiden berganti seperti pernah bapak katakan suatu saat kursi ini akan diduduki oleh orang lain. Bapak presiden yang juga bekas tentara tidak mudah digertak, apalagi sederet jenderal yang masih setia kepada dia, terutama jenderal Prapto menantunya yang kariernya sangat cepat menanjak melampaui rekan seangkatannya. Rekan seangkatannya yang suka menjilat dia akan mudah juga mendapat jabatan strategis. Dukungan untuk Doni semakin banyak, dia tidak takut dibunuh karena sejak dipisahkan dengan Tuti dia sudah merasa mati, dia tidak takut dipenjara, karena itu akan membuat dukungan kepadanya semakin banyak. Kalau tidak ada masalah lain, dia akan jadi Presiden hasil revolusi rakyat.
Presiden berkuasa tidak kalah lihai dengan mengundang Doni ke istana, bicara empat mata, kamu mau jadi menteri Don ?
" Tidak pak,' jawab Doni,
" Terus kamu mau jadi apa ?,' Presiden.
" Saya tidak ingin apa - apa pak, karena sesuatu yang paling berharga dalam hidup saya sudah bapak ambil dengan paksa,' Doni.
" Apa itu ?,' kejar Presiden.
" Cinta pak, Tuti adalah alasan saya untuk semua ini,
" Tapi dia sudah menikah, kamu mau bagaimana lagi ? apa kamu mau ajak dia bercerai dari suaminya ?,' Presiden.
" Tidak mungkin juga pak, dia sudah bahagia dengan Jenderal Prapto,' Doni.
" Jadi kamu mau keukeuh menyerang saya ?,' Presiden.
" Sebenarnya bukan menyerang bapak saja, tapi seluruh budaya bobrok yang bapak ciptakan ini, jajaran bapak banyak yang mendukung saya, yang artinya mereka setuju dengan saya, tapi karena takut sama bapak, mereka diam, akan halnya saya ? sudah lama bapak bunuh saya tidak lagi bisa membedakan hidup atau mati, cinta bagi saya adalah nafas hidup tanpa cinta saya seperti mati, mungkin bapak tidak begitu, bapak lebih mencintai kekuasaan dan harta daripada cinta,' pungkas Doni.
" Kamu salah besar anak muda, saya melakukan ini semua demi cinta, semua ini terjadi karena restu dari istri saya tercinta yang tidak mau hidup sebagai rakyat biasa, sebagai kekasih hatinya saya siap melakukan apa saja asal dia bahagia,' Presiden.
" Bahkan membunuh jutaan orang ?,' tanya Doni.
" Iya akan saya lakukan, apa bedanya dengan kamu yang mengorbankan banyak orang demi cinta ?
" Orang yang mana yang saya korbankan pak ?,' Doni.
" Kamu belum lihat saja kalau semua pengikutmu saya bantai seperti dulu, bukankah mereka juga akan mati karena cintamu ?,' Presiden. Sekarang terserah kamu saja, mau kita terus berperang atau menunggu saya mati dan letakkan kekuasaan, apa kamu kira yang menggantikan saya tidak akan melaukan hal yang sama ? bahkan kalau kamu yang jadi Presiden, siapa yang bisa menjamin kamu tidak melakukan hal sama ?,' Presiden.
" Saya tidak akan melakukan itu pak,' Doni.
" Tapi para pedukungmu akan meminta melakukan itu, kalau kamu tidak mau mereka akan menarik dukungannya, kamu akan ditinggal sendiri dan; jatuh, jatuh oleh gerakan mereka di luar sana,' Presiden.
" Biarlah saya jatuh demi sebuah prinsip pak, sejarah yang akan mencatat apa yang saya lakukan,' Doni.
" Saya akrab dengan istilah kamu itu, itu seperti pendahulu saya yang jatuh karena sebuah prinsip, padahal saya sendiri sangat takut kalau saat itu dia pakai cara seperti yang saya pakai : perang saudara yang berdarah darah. Bisa saja saya kalah waktu itu, karena loyalisnya juga masih sangat banyak. Tapi dia lebih memilih jatuh, daripada perang saudara dengan saya, saya juga bersyukur tidak ada letusan senjata diantara kita,' Presiden.
" Saya mau pamit pulang pak, sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ' kata Doni.
" Baiklah kalau begitu, kamu ada uang ? kalau tidak ada minta saja sama Gungun,' Presiden.
" Baik pak,' sahut Doni.
Satuan intelijen sudah diarahkan untuk menculik Doni dalam perjalan pulang dari istana, tapi anehnya sampai Doni tiba di rumah tidak ada upaya penculikan kepada dirinya, tidak jaug beda dengan perintah Presiden kepada Jaksa Agung untuk menangkap Doni, tidak dilaksanakan oleh Jaksa Agung, setali tiga uang dengan Kepala Polisi yangmendapat perintah menangkap Doni pun tidak terlaksana, pejabat pilihan Presiden memang orang - orang tidak berkarakter, yang begitu mudah digertak oleh Doni cs, " kami akan menang kamu akan masuk penjara, mereka ciut, kenapa Presiden memilih orang - orang model ini ? karena Presiden juga takut di kudeta oleh orang - orang di sekitar dia.
" Tut ! kamu ke ruangan bapak sebentar kata Jenderal Prapto, beliau mau bicara,' Jenderal Prapto menemui Tuti.
" Papa mau kemana ? saya ada tugas dari bapak menemui para Jenderal,' Jenderal Prapto.
" Malam pa,' sapa Tuti di ruang kerja Presiden.
" malam nak, duduk,' perintah Presiden kepada Tuti,
Keadaan genting begini papa masih saja bisa senyum, ada apa sih pa, panggil saya ?,' Tuti.
" Kamu anak papa yang paling tidak perduli kepada politik, tapi saat ini kamu adalah faktor yang menentukan keadaan poltik negara.
" Maksud papa ?,' kejar Tuti.
" Itu ketua pergerakan revolusi, si Doni bekas pacar kamu, dia melakukan ini semua karena kamu katanya,' Presiden.
" Masak sih pa ? sudah puluhan tahun dia masih menyimpan perasaan itu ?
" Itu kata dia sewaktu berbicara sama papa,' Presiden.
" Terus maksud papa bagaimana ? apa saya perlu bicara sam dia ?,' Tuti.
" Barangkali ada gunanya cobalah bicara sama dia. Tapi papa juga tidak bisa bertanggung jawab kalau nantinya Prapto cemburu,' Presiden.
" Kalau urusan poltik mas Parpto maklum saja sih pa, apalagi dia tahu ini permintaan papa,' Tuti.
" Itu dia nak, papa tidak berani meminta kamu, dan tidak berani bertanggung jawab kalau Prapto marah. Karena kemungkinannya hanya dua; dia ikut perkataanmu atau kamu yang ikut perkataan dia ?,' Presiden.
" Baiklah pa, saya terima semua resiko kalau itu berguna buat papa dan keluarga kita,' Tuti.
Di kolam indah itu di isi oleh angsa puth yang indah, di tepi kolam kedua insan yag pernah saling mencintai bertemu kembali,
" maafkan aku mas dulu tidak bisa bersikap apa - apa.
sudah terlambat Tut, aku sudah patah hati entah kapan bisa kembali. kamu masih cantik saja Tut, tidak termakan usia, itu karena vitamin dari uang rakyat ya ?
ah kamu mas, aku tidak pernah ikut politik, aku tidak bertanggung jawab atas semua kebijakan papa.
terus kedatanganmu hari ini bukan poltik ?
mungkin sekali ini, iya mas. kamu juga tidak tahu bagaimana hancurnya perasaanku saat itu, mas Prapto yang sabar menemani aku saat - saat kelam itu.
bagaimana dia ? baik mas, dia sayang anak - anak, dia loyak kepada papa. dia tidak akan berani cemburu kepada kita kalau tahu ini perintah politik dari papa.
oh orang gila kekuasaan juga sama kayak papa kamu.
kenapa kamu tidak terima jabatan menteri dari papa mas ?
sebenarnya dengan jabatan menteri semua cita - citaku sudah sampai Tut, aku tidak mungkin jadi jenderal tapi jadi menteri saya kira sudah jadi jenderal, tapi semua itu tidak ada artinya kalau kamu tidak disampingku Tut.
loh kok begitu mas ?
itulah kenyataannya Tut, semua hambar tanpa kamu, justru saya berani melawan papa kamu karena itu, karena saya sudah merasa mati. Lagipula kasihan pengikut saya kalau saya menerima jabatan menteri. dan mau ikut papa kamu.
tapi semua kan bisa diatur mas, kita bisa bangun citra politik yang selaras antara kalian dan papaku.
katanya kamu tidak mengerti politik Tut ? tapi kamu sudah seperti papa kamu bisa atur - atur semua.
mungkin ini juga karena cinta mas, saya tidak bisa memilih an kamu atau papa saya. kalau kamu menolak tawaran ini ? yang paling sakitadalah saya mas. kamu kalah saya akan menangis, papa kalah saya akan menangis.
rekonsisliasi ? bukan hal aneh, masuk akal kok. cobalah kamu bicarakan dengan papa kamu, tentang rekonsiliasi, papa kamu mau mendengar kami, kami pun sedikit melonggarkan syarat, demi negara dan bangsa ini, saya juga tidak mau papa kamu menembaki pengikut saya. Dia kan pernah melakukannya sewaktu naik ke kursi kepresidenan dulu.
" papa sudah tua mungkin dia tidak sekeras dulu lagi.
Prapto pasti merasa risih dengan adanya saya di kabinet.
" biarlah itu jadi beban saya mas,' sahut Tuti. kamu juga lebih ganteng dengan pakai rambut begitu.
ah kamu Tut, bisa aja menggoda saya kayak dulu aku masih bertugas di istana.
" aku ngomong apa adanya kok mas. Jujur dulu pertama kali nama kamu mencuat di media aku senang sekali bisa melihat kamu lagi. Aku juga senang ada yang berani menantang kesombongan papa. Tapi melihat gerakan kalian semakin banyak aku juga mulai khawatir akan kedudukan papa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar