Rabu, 27 Maret 2019

Selir nomor wahid


" Huh !, gagal lagi dapat proyek !,' kata wanita muda melempar sepatunya ke pintu.
" Sudah takdir kita ma, kita bukan siapa - siapa, lain waktu kita coba lagi,' kata suami Semok nama wanita ini membesarkan hati istrinya.

Proyek yang mereka incar di Kabupaten tidak bisa mereka raih karena banyaknya fihak - fihak yang menginginkan proyek itu.

"Aku mau keluar dulu pa, cari angin,' kata Semok wanita berbadan sekal, energik, ulet,.
" Iya ma, jangan terlalu malam pulangnya nanti masuk angin,' kata Frangky suaminya,.

" Iya pa, cuma ke rumah Tuti saja ngobrol,' Semok berdiri sambil menyambar kunci mobilnya di dekat pintu.

Dia pedagang tangguh dia memulai bisnis dari pedagang pasar becek sampai sekarang sudah mulai berani mendekati proyek pemerintah yang menawarkan keuntungan yang sangat menggiurkan.
" Aku kesal bener lo Tut, mau minta proyek susah sekali sama pemerintah,' kata Semok sambil menuangkan minuman cointrue dari lemari Tuti.
" Kesal sih kesal say, jangan minuman gua elo embat, bukannya bawa oleh - oleh datang - datang malah marah, kata Tuti menarik kaos oblongnya ke bawah menutupi celana super pendek sekali di pahanya.

" Ya sudahlah, namanya tidak ada rezeki say,' kata Tuti.
" Tapi kalau mereka mudah sekali Tut,' kata Semok.

" Siapa ?,' Tuti,
 " Itu lo ketua ini ketua itu, mudah sekali dapat proyek,' kata Semok.

" Mereka kan punya daya tawar sayang,' kata Tut.
" Maksud kamu bagaimana ?,' kejar Semok.

" Mereka punya sesuatu untuk pak Bupati, bisa suara, bisa berita positif di koran, apa gitu,' kata Tuti, " Oh gitu ya, jadi kita tidak punya tawaran ?, kita juga kan ngasih uang juga buat Bupati ?,' kata Semok.

" Tidak cukup say, kalau bisa elo bantu juga dukungan suara di masyarakat atau di dewan atau berita memuji dia di koran gitu lo say,' kata Tuti lagi.
" Apa yang mau saya kasih Tut ?,' tanya Semok bingung.

" Kasihkan itu lo aja, kali aja pak Bupati mau, hahahahaha...,' kata Tuti bercanda sambil menunjuk selangkangan Semok.
" Ah gila lo, udah turun mesin gini mau dijual ? hahaahahaha...mereka berdua tertawa lebar di temani kebulan asap rokok yang tidak henti - hentinya, dan bau alkohol dari cointrue.

" Atau lebih mudahnya elo main ke tempat cewek gituan, cek harga, minta nomor handphonepnya, bilang," ada bos yang mau pesan, sekali waktu kalau ada kesempatan, elo bisikkan sama pak Bupati, mau cewek gak pak gitu ?, paling banter dia marah tersinggung, elo buru - buru minta maaf cium tangan dia, atau dia mau, jadi deh tu barang.
" Jadi kita nyalurin cewek nakal gitu ?, masak pak Bupati mau begituan ? " tanya Semok.

" Iyalah, laki mana yang tidak mau cewek, ceweknya elo yang bayarin, dia tinggal pakai aja,' kata Tuti.
" Enak amat dia ya,' kata Semok.

" Ya iyalah namanya juga raja, itu aja belum tentu dia mau, tapi kalau dia mau elo bisa dapat proyek, asal jangan dia minta punya elo aja hahahaha...,' berdua ngakak lagi.

Candaan Tuti tidak lagi lucu buat Semok, dia terbayang kalau pak Bupati meminta dia, apa salahnya juga ? toh tidak akan berkurang, dibandingkan uang jutaan yang bakal dia dapat,' bathin dia.

" Papa udah tidur ?,' tanya Semok kepada Frangky, sambil mengganti bajunya dengan baju tidur.
" Eh mama, baru tiduran aja ma, mama minum lagi ya,' tanya Frangky malas malasan.

Di  kamar tidur yang besar itu sebenarnya tersedia semua jenis minuman, tapi diskusi dengan Frangky tidak bisa memberi ide - ide seperti Tuti yang biasa kencan dengan elit penguasa. Ide dia juga jadi elit.
  
" Cuma dikit aja pa, ini lo pa, si Tuti punya ide gila, kita nyalurin cewek buat pak Bupati,' kata Semok.
" Masuk akal sih ma, biasa kok itu, tapi hati - hati nanti pak Bupati gak suka bisa berabe,' jawab Fangky santai.

" Jadi papa setuju,' tanya Semok.
" Iya setuju aja sih ma, namanya juga usaha, udah tidur yok, papa ngantuk,' jawab Frangky.
Jawaban suaminya membuat Semok menemukan ide segar malam ini, bahkan dalam hatinya yang paling dalam, kalaupun dirinya yang diminta pak Bupati juga tidak apa - apa. Toh suaminya tidak perduli juga cara - cara bisnisnya. Frangky lebih suka sibuk di usaha lasnya.

Di masa lalu selir selir raja sering berebut pengaruh dari raja agar anaknya jadi putera mahkota. Keadaan berubah raja digantikan presiden. Tetap saja ada anak istri, keluarga dekat keluarga jauh yang cari - cari kesempatan dalam pengaruh kekuasaan keluarga. Mulai dari proyek, jabatan " basah " di instansi pemerintah. Tujuannya tentu cari uang bukan air untuk basah - basah, bertolak belakang dengan sumpah jabatan yang mengharuskan melayani rakyatnya, itu cukup di bibir saja saat pelantikan. 

Semok bukan penjahat walau banyak kepala dinas, kepala sekolah, yang dia peras dengan ancaman mutasi dari Bupati, menganggap dia jahat, dia hanya pedagang, sebagaimana oknum aparat negara memberi contoh di depan mata dia, semua hanya bisnis, sebagai pebisnis Semok sangat faham cara mencari uantung. 

Pak Bupati sudah termakan umpan wanita yang ditawarkan Semok, hal yang tidak difahami oleh yang pemborong yang lain, mengingat gelar kehormatan agama yang disanding pak Bupati. Para pemain tidak berani menawarkan wanita, karena berdasarkan teori, orang dengan gelar agama tidak akan tertarik wanita. Semok yang begurunya sama Tuti mantan psk papan atas tidak pakai teori tinggi - tinggi cukup naluri alami Tuti saja, yang sudah melihahat banyak pria gelar - gelar kehormatan memesan kehangatan dari Tuti. Pria sebenarnya hanya punya tiga keinginan, harta, tahta, wanita sehebat apapun kata - katanya di depan umum.

Sejak saat itu semua keinginan Semok dengan mudah diamini oleh pak Bupati, proyek, perizinan, mutasi pejabat bisa dikendalikan oleh Semok yang penting pak Bupati bisa senang dengan wanita yang di tawarkan oleh Semok. Sesekali Semok bisa terlihat sexy dan menarik dilahap juga oleh pak Bupati di dalam mobil, dihotel, dimana saja yang dia suka. Pak Bupati punya fisik yang sangat prima, tidak heran dimasa mudanya dia juga tokoh preman yang ditakuti, usia tidak berpengaruh banyak ada fisiknya yang selalu terlihat prima. Di masa lalu juga para raja punya fisik yang kuat itu terlihat dari banyaknya selir yang mereka miliki. Plus keberanian maju ke medan perang untuk memotivasi para hulubalangnya. Akan halnya ibu Bupati yang sudah berumur dan setia mendampingi pak Bupati di masa sulit dulu sudah bosan mendengar perzinahan pak Bupati sehingga tidak pernah lagi ambil pusing dengan selir -selir yang berada di sekitar pak Bupati, yang penting uang belanja barang mewah tidak pernah kurang. 

Tentu itu hal yang sangat mudah bagi pak Bupati yang memilik banyak perusahaan. Hal yang sangat menguntungkan posisi Semok, akan halnya Frangky, suami Semok ? tidak ambil pusing dengan kedekatan istrinya dengan pak Bupati, dia cukup bahagai melihat istrinya bahagia dengan uang yang melinpamh ruah, ada yang bilang,' dia suami bodoh, yang lain bilang,' kamu kan tidak tahu dia cari kepuasaan biologis kemana ? bisa saja dia juga punya yang lebih yahud dari Semok makanya dia diam saja mendengar Semok ada main dengan Bupati. Ragam rumor tentang kelakuan istrinya. Karena semua orang yang melek berita se kabupaten sudah sibuk dengan isu kedetakan Semok dengan Bupati. Para pria bilang,' kita mau kasih apa sama Bupati ? uang ? dia lebih banyak, apa mau kasih badan kita yang bau ini ? " hahahah...tawa mereka, itulah kemenangan wanita, yang penting kita jaga hubungan baik saja dengan Bupati dan Semok jangan sampai kita jadi korban keputusan cinta terlarang mereka seperti Raja Sulaiman yang menghukum mati anaknya karena hasutan selir nomor wahidnya " hahaha...

Sampai tahun milenial ini masih ada pola - pola keji yang dimainkan oleh penguasa. Bukan istri, bukan anak, bukan sanak family. Ini hanya seorang selir katakanlah begitu, istri gelap bisa juga, wanita simpanannnya, resminya dia disebut rekan bisnis. Di era Reformasi ini juga masih ada pejabat yang mengakui adanya rekan bisnis. Secara umum tidak ada ada itu. Karena sesudah duduk berkuasa dia harus melepas semua kedekatan dengan keluarga, pengusaha, utamanya terkait hubungan bisnis, proyek pemerintah. Tapi itu jelas lebih baik daripada dia mengakuinya sebagai: selir. Penguasa model ini juga tidak bisa disalahkan seratus persen, karena rakyat pemilih tidak perduli juga apa kebijakannya nanti, yang penting di saat kampanye " kita peras dia " bathin banyak pemilih. Nanti kalau sudah berkuasa tidak ingat juga kepada rakyat, saking seringnya penguasa melakukan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar