Minggu, 10 Maret 2019

Misteri kematian

Wajah ganteng dan sangar itu sedang bingung akhir - akhir ini. Kolonel Jacky Zainal sebagai sub bandar tidak memberi setoran uang narkotika ke ketua besar, manajemen bisnis terganggu karena dia seorang perwira militer. Padahal dia mengambil barang tidak perlu pakai uang deposit seperti yang lain, dia cukup datang bawa pangkatnya saja. Kalau bukan tentara sudah lama dibereskan oleh bang Jimmy Brewok.

" Mentang - mentang aparat negara sesuka hati dia saja berbisnis ! dia kira bisnis ini tidak pakai modal apa ?, kalau tidak mampu berbisnis ? sudah jadi pemakai saja ! bisa kita beri barang cuma - cuma,' kata Jimmy sambil mematikan rokok ditangannya di dalam asbak kaca di mejanya. Kalau bukan aparat negara sudah lama saya tempeleng anak itu,' lanjut Jimmy Brewok. 
Sebenarnya kalau dia sudah ikut bisnis ilegal dia bukan lagi sebagai aparat negara bang,' kata penasehat yang duduk di depannya : Ramdani sarjana hukum yang lebih suka bisnis ilegal daripada jadi pengacara. Dia sudah bagian dari kita bang, dia sudah bisa dibunuh. Bayar teman - teman kita di media untuk membuat berita kedekatan dia dengan bisnis narkotika.

" Bagaimana mungkin kita membunuh dia ? itu bisa berakibat kita dibenci oleh seluruh militer negeri ini. Bahkan kelompok Surabaya, Palembang dan Timur pun akan marah kepada kita, Jakarta akan jadi terlalu sempit untuk kita bernafas. Itu jadi kode etik kita pak penasehat ! : kita dilarang membunuh aparat negara, kita hanya bisa menyuapnya, memindahkannya dengan menyuap bagian personalia atau atasannya. 

" Saya tahu bang, makanya teman kita di media harus membuat berita kedekatan dia dengan bisnis kita. Itu akan menghentikan penyidikan, para penyidik juga tahu siapa dia. Itu satu - satunya cara bang. Para tentara juga tidak mau anak dan keluarganya mati over dosis, banyak yang benci narkotika, makanya kita berbisnis dibawah tanah. Kita tidak mampu memindahkan dia karena dia juga sering " setor " ke personalia dan atasannya. Ini sudah hampir 50 juta rupiah setoran ke ketua besar belum dia setorkan. Kita juga mau setor apa sama ketua ? kalau begini. Nanti dikira ketua besar kita korupsi lagi dengan dia korupsi dibisnis korup. Benar itu, bang, lama - lama kita yang dibunuh ketua besar karena membawa pengkhianat ke dalam bisnis keluarga.

" Begini saja, sebentar lagi abang ulang tahun, kita undang semua pejabat daerah, terutama penegak hukum. Kepala polisi, kepala jaksa, hakim, politisi, di hari ulang tahun abang kita berpesta meriah seperti biasanya, jam 7 malam jalanan an Jakarta ke Bogor sangat sepi, kita bisa naik sepeda motor ke Bogor, bet ! bet ! beri tembakan ke kepalanya dengan peredam. Kita kembali dengan cepat ke Jakarta. Tuduhan pasti menyudut ke abang tapi kita punya banyak saksi bahwa abang di pesta ultah abang di Jakarta. Saksinya para pejabat dan tokoh masyarakat.


Benar saja, polisi cepat bereaksi menjemput Jimmy Brewok sebagai tersangkan atas pembunuhan perwira militer itu. Karena kalau lambat merespon mereka takut di tekan oleh petinggi militer yang sedang berkuasa di negeri kaya itu. Saya tidak melakukan pembunuhan itu pak, saya sedang pesta ulang tahun di rumah saya pak. Saksi - saksi mengatakan saudara adalah pelakunya bang, anda tahu kan siapa korbannya ? mereka sedang berkuasa di negeri ini. Jangankan anda, kami pun bisa mereka lenyapkan tanpa jejak. Tapi bukan saya pak, masak saya harus mengakui hal yang tidak saya lakukan ?, sudah akui saja !, semua sudah tahu anda adalah pelakunya,' perintah penyidik polisi. Tekanan demi tekanan sangat berat menekan Jimmy Brewok menjalani hari - hari penahanan. Timbul ide dari Ramdani, abang akui saja secara serampangan, agar penahanan lebih mudah di tahanan jaksa, nanti dipengadilan kita bantah saja semua, dengan alasan semua pengakuan ini karena dipukuli oleh polisi. Hakim akan percaya karena sudah biasa polisi kita melakukan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar